Khazanah
Beranda » Berita » Etika Bergaul dalam Kitab Bahjatul Wasail: Membangun Hubungan yang Penuh Kasih dan Hormat

Etika Bergaul dalam Kitab Bahjatul Wasail: Membangun Hubungan yang Penuh Kasih dan Hormat

Etika bergaul dalam Bahjatul Wasail karya Syekh Nawawi al-Bantani menggambarkan hubungan penuh kasih dan hormat.
Dua sosok saling menghormati di halaman masjid menggambarkan nilai kasih, empati, dan adab dalam pergaulan yang diajarkan Syekh Nawawi al-Bantani.

Surau.co.Etika bergaul dalam Bahjatul Wasail – Dalam kehidupan sehari-hari, etika bergaul memegang peran besar dalam menciptakan hubungan sosial yang harmonis. Karena itu, Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani melalui Bahjatul Wasail ila Makarimil Akhlak menekankan bahwa akhlak mencakup hubungan vertikal dengan Allah sekaligus hubungan horizontal antarmanusia. Selain itu, di era modern ketika egoisme dan salah paham semakin mudah muncul, ajaran beliau hadir sebagai pengingat bagi siapa pun yang ingin menjalani hidup dengan kasih dan hormat.

Menjalin Hubungan dengan Niat yang Lurus

Dalam Islam, setiap hubungan berawal dari niat yang benar. Syekh Nawawi menulis:

قال الشيخ محمد نووي البنتني:
“النِّيَّةُ فِي الْمُعَامَلَةِ أَصْلُ الْقَبُولِ وَسَبَبُ الْقُرْبِ.”

Makna kalimat itu sangat tegas: setiap interaksi perlu berdiri di atas ketulusan, bukan kepentingan semu. Karena itu, ketika dunia digital menawarkan hubungan cepat berbasis popularitas atau pencitraan, ajaran Syekh Nawawi mengajak kita kembali pada keikhlasan. Selain itu, niat lurus membuat silaturahmi berubah menjadi ibadah.

Untuk memperjelas, menolong tetangga tanpa pamrih atau menemani teman yang gelisah menunjukkan niat yang jernih. Sebaliknya, hubungan yang dibangun demi keuntungan pribadi biasanya retak ketika kepentingan bergeser. Oleh sebab itu, niat menjadi fondasi utama dalam menjaga keutuhan relasi.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Menjaga Lisan, Menjaga Martabat

Selanjutnya, Syekh Nawawi memberi perhatian besar pada lisan. Beliau menegaskan:

وقال أيضاً:
“اللِّسَانُ سَبَبُ الْمَحَبَّةِ وَالْعَدَاوَةِ، فَاحْفَظْهُ مَا اسْتَطَعْتَ.”

Ucapan yang lembut mampu menenangkan hati; sebaliknya, kata-kata kasar sering memicu luka yang mendalam. Karena itu, menjaga lisan berarti menjaga kehormatan. Terlebih lagi, di media sosial, banyak orang berbicara tanpa pertimbangan sehingga muncul cemoohan dan ujaran kebencian. Akibatnya, hubungan menjadi renggang dan hati mudah tersakiti.

Allah juga berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
(QS. Al-Ahzab: 70)

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Ayat ini memperkuat pesan Syekh Nawawi: ucapan harus benar, santun, dan bermanfaat. Karena itu, setiap muslim perlu melatih diri agar tidak tergelincir oleh kata-katanya.

Menghormati Orang Lain sebagai Tanda Keimanan yang Sempurna

Selain menjaga lisan, Syekh Nawawi sangat menekankan pentingnya penghormatan terhadap sesama. Beliau menulis:

قال الإمام النووي البنتني:
“مَنْ لَا يُكْرِمُ النَّاسَ فَلَيْسَ مِنْ أَهْلِ الْإِيمَانِ الْكَامِلِ.”

Penghormatan muncul melalui tindakan konkret: mendengarkan dengan empati, memberi ruang kepada orang lain untuk berbicara, serta menghargai pendapat yang berbeda. Karena itu, sikap meremehkan orang lain—baik di tempat kerja, sekolah, maupun lingkungan sosial—menunjukkan lemahnya adab.

Selain itu, penghormatan memperkuat rasa kesetaraan. Setiap manusia memiliki martabat. Oleh sebab itu, ajaran Syekh Nawawi mendorong kita membangun hubungan yang berdiri di atas penghargaan dan bukan dominasi.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Menyebarkan Kasih dan Menjauhi Kebencian

Tidak cukup hanya menghormati, seorang mukmin juga perlu menumbuhkan kasih sayang. Syekh Nawawi menulis:

وقال أيضاً:
“الْمُؤْمِنُ مَنْ يُحِبُّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ، وَيَكْرَهُ لَهُ مَا يَكْرَهُ لِنَفْسِهِ.”

Ajaran ini menggarisbawahi pentingnya empati. Selain itu, prinsip tersebut mendorong seseorang untuk mempertimbangkan perasaan orang lain sebelum bertindak. Jika prinsip ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat akan terasa lebih aman dan damai.

Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini memperkuat gagasan bahwa kasih sayang mendorong keharmonisan sosial. Karena itu, membantu teman tanpa pamrih atau menahan diri dari gosip menjadi langkah nyata untuk menumbuhkan kasih.

Refleksi Etika Sosial di Zaman Modern

Ketika dunia semakin terkoneksi secara digital, pesan Syekh Nawawi semakin penting. Interaksi melalui layar sering mengurangi empati dan kesabaran. Karena itu, ajaran beliau mendorong kita menghidupkan kembali adab dalam setiap pergaulan.

Selain itu, etika bergaul sangat dibutuhkan dalam pendidikan, dakwah, dan dunia profesional. Akhlak Nabi memberi fondasi yang kokoh bagi masyarakat modern. Dengan demikian, sopan santun tidak berhenti pada formalitas, tetapi berubah menjadi sikap batin yang menghargai manusia.

Penutup: Membangun Pergaulan Bernilai Ibadah

Pada akhirnya, etika bergaul menurut Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani menawarkan jalan menuju kemuliaan. Ajarannya tidak hanya mengatur bagaimana kita bergaul, tetapi juga mengajak kita mengubah setiap interaksi menjadi ibadah.

Karena itu, di tengah ritme hidup yang serba cepat, kita perlu meluruskan niat, menata ucapan, serta memperkuat rasa hormat. Setelah itu, kita bisa membangun hubungan yang penuh kasih. Dengan begitu, kita tidak hanya dihargai oleh sesama, tetapi juga dimuliakan oleh Allah.

Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement