Khazanah
Beranda » Berita » Tata Cara Wudhu dalam Kitab Bahjatul Wasail: Menyucikan Diri Lahir dan Batin

Tata Cara Wudhu dalam Kitab Bahjatul Wasail: Menyucikan Diri Lahir dan Batin

Santri berwudhu di tepi sungai melambangkan kesucian lahir batin menurut Syekh Nawawi al-Bantani.
Ilustrasi ini menampilkan ketenangan spiritual dalam berwudhu, merefleksikan ajaran Syekh Nawawi tentang penyucian diri secara menyeluruh.

Surau.co. Tata cara wudhu dalam Kitab Bahjatul Wasail karya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani bukan sekadar pembahasan fiqh tentang air dan anggota tubuh, melainkan juga perjalanan spiritual. Wudhu menjadi simbol pembersihan lahiriah dan batiniah—sebuah langkah awal menuju kesucian hati sebelum berdialog dengan Sang Pencipta.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering terburu-buru saat berwudhu. Seolah hanya rutinitas sebelum shalat. Padahal, dalam pandangan Syekh Nawawi, setiap tetes air wudhu memiliki makna mendalam, menjadi saksi penyucian dosa dan kesadaran rohani.

قال الشيخ محمد نووي: “الوضوء نور على نور، يضيء الجوارح ويطهر السرائر”
Syekh Muhammad Nawawi berkata: “Wudhu adalah cahaya di atas cahaya; ia menerangi anggota tubuh dan menyucikan hati yang tersembunyi.”

Makna yang indah ini mengingatkan bahwa wudhu bukan sekadar kewajiban, melainkan ibadah yang menghubungkan fisik dan spiritual.

Langkah-Langkah Wudhu Menurut Bahjatul Wasail

Syekh Nawawi menjelaskan tata cara wudhu dengan merujuk pada Al-Qur’an dan hadits, namun ia juga menambahkan hikmah moral dalam setiap langkahnya. Ia menulis:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

قال رحمه الله: “فرض الوضوء ستة أشياء: النية، وغسل الوجه، وغسل اليدين إلى المرفقين، ومسح الرأس، وغسل الرجلين إلى الكعبين، والترتيب”
Beliau berkata: “Fardhu wudhu ada enam: niat, membasuh wajah, membasuh tangan hingga siku, mengusap kepala, membasuh kaki hingga mata kaki, dan berurutan.”

Niat menjadi pembuka utama. Dalam penjelasan Syekh Nawawi, niat bukan hanya ucapan dalam hati, melainkan kesadaran penuh untuk mendekatkan diri kepada Allah. Setiap gerakan wudhu kemudian mengandung simbol pembersihan bagian jiwa tertentu: wajah dari dosa pandangan, tangan dari perbuatan maksiat, dan kaki dari langkah yang salah.

قال أيضا: “فإذا غسلت وجهك فليغسل معه نظر المعصية، وإذا غسلت يديك فليغسل بهما ما اقترفاه من ذنوب”
Beliau juga berkata: “Ketika engkau membasuh wajahmu, basuhlah pula pandangan maksiatmu; dan ketika engkau membasuh tanganmu, bersihkanlah dosa yang telah dilakukan keduanya.”

Ini menunjukkan bahwa wudhu tidak berhenti pada air, tapi menyentuh dimensi moral dan spiritual manusia.

Kesadaran Spiritual di Balik Setiap Gerakan

Dalam Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi menekankan pentingnya menghadirkan hati saat berwudhu. Ia menulis dengan lembut namun penuh hikmah:

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

“من توضأ بقلب غافل فقد غسل جسده دون روحه”
“Barang siapa berwudhu dengan hati yang lalai, maka ia hanya membasuh jasadnya, bukan jiwanya.”

Fenomena yang sering terjadi di tengah masyarakat modern adalah wudhu dilakukan sekadar memenuhi syarat sah shalat. Padahal, menurut ajaran Syekh Nawawi, setiap bilasan air seharusnya mengingatkan kita pada rahmat Allah yang membersihkan dosa-dosa kecil.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا تَوَضَّأَ العَبْدُ المُسْلِمُ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ مَعَ المَاءِ
“Ketika seorang hamba berwudhu, dosa-dosanya keluar dari tubuhnya bersama air.” (HR. Muslim)

Hadis ini selaras dengan pandangan Syekh Nawawi yang melihat wudhu sebagai penyembuhan rohani. Dengan air, Allah tidak hanya membersihkan kulit, tapi juga menghapus noda dalam jiwa.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Wudhu dan Kehidupan Sehari-hari

Wudhu juga menjadi pengingat keseimbangan hidup. Dalam masyarakat yang sering dilanda stres, wudhu bisa menjadi jeda rohani. Saat air menyentuh wajah, ada ketenangan yang menyusup ke dalam diri. Dalam Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi menyebutkan:

“الطهارة سبب لقبول الصلاة، ومن لم يطهر قلبه فلا تقبل له عبادة”
“Kesucian adalah sebab diterimanya shalat, dan siapa yang tidak menyucikan hatinya, maka ibadahnya tidak diterima.”

Pesan ini menegaskan bahwa kebersihan lahiriah harus sejalan dengan kebersihan batin. Jika tubuh bersih tapi hati masih menyimpan iri, dendam, atau kesombongan, maka hakikat wudhu belum tercapai.

Dalam praktik keseharian, kita bisa menghidupkan nilai-nilai ini dengan sederhana: berwudhu dengan tenang, tidak tergesa-gesa, dan menghadirkan kesadaran penuh. Wudhu menjadi bentuk dzikir dalam diam, mengingat Allah lewat air yang menyentuh kulit.

Refleksi Akhir: Wudhu Sebagai Jalan Cahaya

Wudhu menurut Bahjatul Wasail adalah jalan menuju pencerahan. Ia bukan hanya bagian dari syariat, melainkan juga latihan kesadaran spiritual. Dengan berwudhu, seseorang diajak untuk membersihkan diri sebelum menghadapkan diri pada Ilahi.

Dalam konteks kehidupan modern yang penuh hiruk-pikuk, pesan Syekh Nawawi terasa relevan. Wudhu menjadi ruang hening untuk menata batin di tengah kebisingan dunia. Setiap tetes air yang jatuh bukan hanya menyapu debu, tapi juga membawa ketenangan jiwa.

قال الشيخ نووي: “من أراد صفاء قلبه فليكثر من الطهارة، فإن الماء سر الحياة”
Syekh Nawawi berkata: “Barang siapa ingin hatinya jernih, hendaklah ia memperbanyak bersuci, karena air adalah rahasia kehidupan.”

Maka, setiap kali kita berwudhu, bayangkan bahwa air itu bukan sekadar unsur fisik, tetapi pancaran rahmat Allah yang menghidupkan kembali kesucian dalam diri.

 

Reza AS
Pengasuh ruang kontemplatif Serambi Bedoyo, Ponorogo


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement