SURAU.CO-Syekh Ibnu Atha’illah as-Sakandari, melalui Kitab Al-Hikam, menjelaskan pada dasarnya, jenis amalan yang berbeda-beda terjadi akibat keadaan yang berbeda-beda pula.
Faktanya, keadaan yang berbeda-beda—baik fisik, materi, maupun hal lainnya—memengaruhi beragamnya amalan yang dikerjakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Sebagai contoh, seseorang yang berbadan sehat tentu mengerjakan amalan yang berbeda dengan seseorang yang sedang sakit. Demikian pula, seseorang yang memiliki limpahan harta tentu mengerjakan amalan yang berbeda dengan seseorang yang hidup sederhana atau miskin.
Pahala Amalan Bergantung pada Kesulitan
Meskipun demikian, Syekh Ibnu Atha’illah mengatakan bahwa Anda perlu mengetahui bahwa pahala amalan bergantung pada kesulitan yang dialami pelakunya. Oleh karena itu, seribu rupiah yang dikeluarkan seorang miskin tentu memiliki nilai dan tingkat kesulitan yang berbeda bagi orang kaya yang bersedekah seratus ribu rupiah. Bagi orang miskin, uang seribu itu sangat berharga, bahkan dapat ia gunakan untuk menambah uang makan. Demi bersedekah, terkadang ia rela menahan nafsu makannya. Sebaliknya, bagi orang kaya, uang seribu atau seratus ribu hanyalah secuil dari setumpuk hartanya, sehingga hal itu tidak memiliki pengaruh sama sekali. Intinya, ikhlaslah yang menjadi timbangan amalan, bukan banyak atau sedikitnya, karena keadaan masing-masing orang memang berbeda-beda.
Rahasia Amal dan Ikhlas
Menurut Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari, amal adalah kerangka yang tegak, dan ruhnya adalah rahasia ikhlas yang ada di dalamnya.
Dengan kata lain, amalan apa pun yang Anda kerjakan ibarat patung atau kerangka yang sama sekali tidak bernyawa. Amal hanyalah bentuk yang tidak bergerak dan tidak ada yang menggerakkan. Amal hanya bisa Anda gerakkan jika memiliki ruh, yaitu ikhlas.
Oleh karena itu, Syekh Ibnu Atha’illah berpesab ketika Anda mengerjakan suatu amalan, Anda perlu memenuhi dua syarat agar Allah Swt. menerima amalan Anda, yang pertama, ikhlas.Ikhlas adalah tiang utama suatu amalan. Amalan apa pun yang tidak Anda dasari oleh keikhlasan, maka Allah tidak akan menerimanya. Seorang hamba jangan sampai meniatkan atau menyandarkan amalan dan ibadah kepada selain Allah Swt. Walaupun ia membaca nama Allah Swt. ketika melakukannya, tetapi jika niat yang tertanam sudah menyekutukan-Nya, maka amalan itu tetap batal dan tidak sah.
Kedua, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw.Perkara kedua yang perlu Anda perhatikan dalam suatu amalan adalah kesesuaiannya dengan tuntunan Rasulullah Saw. Boleh jadi seseorang menghabiskan seluruh waktunya untuk beramal, namun jika amalannya tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw., maka amalannya sia-sia belaka. Ia hanya mendapatkan nol besar dan kelelahan semata. Jelasnya, Syekh Ibnu Atha’illah menyampaikan bahwa Anda harus memiliki dua elemen ini dalam suatu amalan supaya amal tersebut diterima di hadapan Allah Swt.
Rendahkan Diri Anda
Pesan Syekh Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari:
“Tanamlah wujudmu di tanah kerendahan. Sesuatu yang tumbuh tanpa Anda tanam maka hasilnya tidak akan sempurna.”
Wahai hamba Allah Swt., janganlah suka meninggikan diri dan penuh kesombongan. Sebaliknya, rendahkan diri Anda dan bersikaplah tawadhu’. Jadilah orang biasa, seakan-akan Anda bukanlah siapa-siapa. Jadikanlah diri Anda hina di hadapan-Nya, yaitu seseorang yang miskin dan selalu mengharapkan bantuan-Nya.
Selain itu, janganlah tertipu dengan banyaknya amalan yang Anda lakukan. Anggaplah segala yang Anda lakukan tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan karunia-Nya. Sibukkanlah diri Anda dengan beribadah, dan jangan menyibukkan diri dengan riya’. Sebab, jika Anda berbuat riya’, maka amalan Anda akan terbang dan berhamburan sia-sia.
Terakhir, Syekh Ibnu ‘Athaillah berpesan dalam kitab Al-Hikam agar janganlah mengharapkan ketenaran sebelum Anda berhak mendapatkannya. Tunggulah masanya. Sebab, jika waktunya sudah tiba, maka Anda akan tenar dengan sendirinya di hadapan manusia, walaupun saat itu Anda tidak menginginkannya sama sekali. Lihatlah sekeliling Anda; berapa banyak manusia yang ingin tenar dan dikenal luas, tetapi Ia (Allah) justru menghinakannya. Mereka belum siap menerima ketenaran itu, lalu berusaha keras mendapatkannya, bahkan menggunakan cara-cara yang salah, sehingga hasilnya adalah kehancuran. Hiduplah sesuai tuntutan-Nya, maka Anda akan beruntung di dunia dan akhirat kelak.(St.Diyar)
Referensi : Atha’illah as-Sakandari, Kitab Al-Hikam (penerjemah : D.A. Pakih Sati)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
