Khazanah
Beranda » Berita » Dakwah Sunyi dan Langkah Hijrah: Perjuangan Nabi di Mekah hingga Madinah

Dakwah Sunyi dan Langkah Hijrah: Perjuangan Nabi di Mekah hingga Madinah

ilustrasi hijrah Nabi Muhammad ﷺ menuju Madinah
Ilustrasi suasana perjalanan hijrah Nabi dalam nuansa malam padang pasir yang tenang.

Surau.co. Perjalanan dakwah Nabi Muhammad ﷺ di Mekah bukan sekadar catatan sejarah, tetapi potret keteguhan hati menghadapi gelombang penolakan yang tak pernah berhenti. Pada masa-masa awal itu, dakwah berlangsung diam-diam, sunyi, dan penuh risiko.

Namun justru dari kesunyian itu tumbuh kekuatan besar yang kelak mengubah wajah dunia. Para ulama menyebut fase ini sebagai “dakwah sirriyah”, masa ketika wahyu turun sedikit demi sedikit, dan hati manusia digerakkan bukan oleh teriakan, tetapi oleh cahaya hidayah yang lembut.

Al-Qur’an sendiri menegaskan pentingnya keteguhan hati dalam dakwah. Allah berfirman:

﴿ فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ ﴾
Maka sampaikanlah secara terang-terangan apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)

Ayat ini menjadi titik perubahan dalam perjalanan dakwah, dari sunyi menuju terbuka. Namun sebelum sampai pada fase itu, sejarah mencatat betapa beratnya perjuangan Nabi ﷺ di Mekah.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Awal Dakwah Sunyi: Memulai dari yang Terdekat

Menurut As-Sīrah an-Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam, dakwah Nabi ﷺ awalnya hanya dilakukan kepada kerabat dan sahabat terdekat. Beliau memilih jalan ini karena kondisi sosial Mekah yang sangat sensitif terhadap perubahan akidah. Kaum Quraisy memegang erat tradisi nenek moyang, sehingga menghadirkan ajaran tauhid secara terbuka sejak awal akan memicu konflik besar.

Ibnu Hisyam meriwayatkan:

“وَكَانَ رَسُولُ اللّٰهِ ﷺ يَدْعُو أَهْلَهُ وَخَاصَّتَهُ سِرًّا قَبْلَ أَنْ يُؤْمَرَ بِإِظْهَارِ الدَّعْوَةِ.”
Rasulullah ﷺ menyeru keluarga dan sahabat dekatnya secara sembunyi-sembunyi sebelum diperintahkan menyampaikan dakwah secara terbuka.”

Pada masa ini, rumah Arqam bin Abi Arqam menjadi pusat dakwah rahasia. Di sana, para sahabat belajar Al-Qur’an, memperkuat iman, dan membangun mental sebagai generasi pertama Islam yang akan memikul amanah besar.

Menghadapi Tekanan Sosial Mekah

Mekah adalah pusat perdagangan dan spiritualitas Arab, tetapi juga pusat fanatisme suku. Mengubah kepercayaan berarti mengguncang stabilitas sosial. Karena itulah dakwah sunyi menjadi pilihan. Para sahabat awal seperti Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, dan Zaid bin Haritsah menunjukkan komitmen luar biasa. Dalam kesunyian itulah kekuatan iman ditempa.

Sikap yang Benar Terhadap Musibah

Dakwah sunyi membentuk karakter sabar, tangguh, dan berprinsip. Ini menjadi fondasi penting yang kelak menjadi modal besar dalam menghadapi penolakan terbuka di kemudian hari.

Dakwah Terbuka: Keteguhan di Tengah Penindasan

Setelah tiga tahun berdakwah secara sunyi, turunlah perintah untuk menyampaikan dakwah secara terbuka. Momen ini menjadi titik krusial dalam perjuangan beliau. Begitu dakwah dilakukan secara terang-terangan, berbagai bentuk kekerasan fisik dan psikologis mulai terjadi.

Quraisy bukan hanya menolak, tetapi juga menyerang ajaran baru ini karena dianggap merusak persatuan suku dan mengancam kepentingan ekonomi mereka. Patung-patung yang berdiri di sekitar Ka’bah adalah sumber pemasukan besar bagi mereka.

Ibnu Hisyam menggambarkan kerasnya penolakan itu:

“وَقَامَتْ قُرَيْشٌ لِرَسُولِ اللّٰهِ ﷺ كُلَّهَا، لَمْ يَتْرُكْ بَعْضُهَا لِبَعْضٍ.”
Seluruh Quraisy bangkit memusuhi Rasulullah ﷺ, tanpa terkecuali satu pun dari mereka.

Filosofi Bathok Bolu Isi Madu: Kemuliaan Hati di Balik Kesederhanaan

Sabar sebagai Senjata Terkuat

Pada masa ini Nabi ﷺ mengajarkan kesabaran sebagai kekuatan utama. Beliau tidak membalas kekerasan dengan kekerasan. Prinsip ini sesuai dengan perintah Al-Qur’an:

﴿ فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ ﴾
Maka bersabarlah terhadap ketetapan Tuhanmu.” (QS. Al-Insan: 24)

Para sahabat yang lemah mendapatkan siksaan, seperti Bilal bin Rabah, Khabab bin Al-Arats, dan keluarga Yasir. Meski begitu, mereka tetap bertahan.

Sabar menjadi akhlak yang bukan hanya berdimensi spiritual, tetapi juga strategi dakwah. Kekerasan Quraisy justru membuat Islam semakin diperhatikan oleh mereka yang mencari kebenaran sejati.

Hijrah ke Habasyah: Langkah Strategis yang Mendalam

Ketika kekerasan semakin memburuk Nabi ﷺ mengarahkan sebagian sahabat untuk hijrah ke Habasyah. Ini adalah langkah strategis untuk melindungi kaum beriman dan menghindarkan mereka dari penindasan Quraisy.

Raja Najasyi yang adil menjadi harapan. Nabi ﷺ bersabda tentang beliau:

إِنَّ بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ مَلِكًا لَا يُظْلَمُ عِنْدَهُ أَحَدٌ، فَالْحَقُوا بِبِلَادِهِ حَتَّى يَجْعَلَ اللَّهُ لَكُمْ فَرَجًا وَمَخْرَجًا
“Sesungguhnya di bumi Habasyah ada seorang raja yang tidak seorang pun dizalimi di sisinya. Maka pergilah ke negerinya, sampai Allah memberi bagi kalian jalan keluar dan kelapangan.” (HR. Imam Ahmad & An- Nasai)

Langkah ini menunjukkan bahwa dakwah bukan hanya tentang menyampaikan ajaran, tetapi juga menjaga keberlanjutan umat.

Mekah Mulai Bergerak Lebih Ekstrem

Keberhasilan hijrah ke Habasyah membuat Quraisy semakin geram. Mereka mengirim utusan dan mencoba mempengaruhi raja agar mengusir kaum Muslimin. Namun justru keadilan Najasyi menguatkan posisi Islam.

Hijrah pertama ini menjadi bukti bahwa perjuangan dakwah telah memasuki babak baru: babak global, tidak hanya terbatas pada Mekah.

Hijrah Besar ke Madinah: Babak Baru Peradaban

Perjumpaan Nabi ﷺ dengan rombongan Yatsrib (Madinah) pada musim haji menjadi angin segar bagi perjalanan dakwah. Mereka mengakui ajaran tauhid dan meminta Nabi ﷺ menjadi penengah bagi suku-suku yang terus berselisih.

Baiat Aqabah pertama dan kedua menjadi tonggak penting lahirnya masyarakat baru yang menerima Islam dengan lapang hati.

Ibnu Hisyam menerangkan:

“وَبَايَعُوهُ عَلَى نُصْرَتِهِ وَحِمَايَتِهِ مِمَّا يَمْنَعُونَ مِنْهُ أَنْفُسَهُمْ وَأَهْلِيهِمْ.”
Mereka berbaiat untuk menolong dan melindungi Nabi ﷺ sebagaimana mereka melindungi diri dan keluarga mereka.

Hijrah: Puncak Kesabaran dan Ketegasan

Ketika Quraisy mengetahui perkembangan di Madinah, mereka merencanakan pembunuhan Nabi ﷺ. Namun Allah melindungi beliau dengan perintah hijrah. Perjalanan suci ini bukan sekadar perpindahan tempat, tetapi perpindahan era.

Ayat hijrah menegaskan:

﴿ وَقُل رَّبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ ﴾
Ya Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah aku secara keluar yang benar.” (QS. Al-Isra’: 80)

Hijrah membuka jalan bagi terbentuknya masyarakat Madinah: masyarakat yang berlandaskan akhlak, keadilan, dan kesetaraan.

Pelajaran Dakwah untuk Generasi Masa Kini

Generasi sekarang sering menilai bahwa perubahan harus dilakukan dengan suara keras. Namun dakwah sunyi Nabi ﷺ mengajarkan bahwa perubahan kadang dimulai dari ruang kecil, dari hati ke hati, dari ketulusan dan keteguhan.

Hijrah bukan pelarian. Hijrah adalah strategi kemanusiaan dan perlindungan. Dari sini kita belajar bahwa perjuangan harus dilakukan dengan meminimalkan risiko dan memaksimalkan manfaat untuk umat.

Penutup: Jejak Langkah yang Tak Pernah Padam

Dakwah Nabi ﷺ di Mekah dan hijrah ke Madinah adalah perjalanan panjang yang penuh kesabaran, strategi, dan keteguhan hati. Jejak itu tidak padam, justru semakin menyala dalam hati umat Islam hingga hari ini. Melalui perjalanan sunyi, derita, dan langkah hijrah, beliau mengajarkan bahwa perubahan besar tidak lahir dari kemarahan, tetapi dari cinta, kesabaran, dan keberanian moral.

Semoga kita dapat meneladani perjuangan itu — menjalani dakwah dalam bentuk terbaik yang bisa kita lakukan, sekecil apa pun langkah kita.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ Universiy Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement