Khazanah
Beranda » Berita » Dari Qahthan ke Quraisy: Menelusuri Akar Sejarah Arab dan Nasab Rasulullah

Dari Qahthan ke Quraisy: Menelusuri Akar Sejarah Arab dan Nasab Rasulullah

Ilustrasi santri membaca kitab sejarah Arab di pesantren dengan nuansa hangat.
Santri duduk membaca kitab sejarah Arab klasik di serambi pesantren dengan latar rak kitab kuning, pencahayaan hangat, gaya realistik.

Surau.co. Menelusuri sejarah Arab dari Qahthan hingga Quraisy tidak hanya mengajak kita melihat garis keturunan sebuah bangsa, tetapi juga membuka pintu untuk memahami bagaimana Allah menyiapkan panggung sejarah sebelum kehadiran Rasulullah. Sejak masa-masa awal, bangsa Arab tumbuh sebagai masyarakat yang menjaga garis nasab, mencintai bahasa, memuliakan tamu, dan memegang erat tradisi. Karena itu, ketika kita membahas “Dari Qahthan ke Quraisy”, kita sesungguhnya sedang menapak sebuah jejak panjang yang menghubungkan kita dengan akar sejarah Islam dan kemuliaan nasab Nabi Muhammad ﷺ.

Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa Allah memilih manusia tertentu untuk membawa risalah:
﴿اَللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ﴾
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan risalah-Nya.” (QS. Al-An’am: 124)

Ayat ini menegaskan bahwa nasab Rasulullah bukan sekadar rangkaian nama, tetapi jalur pilihan yang telah dipersiapkan.

Qahthan: Akar Sejarah Arab Selatan

Dalam sejarah Arab, para ulama sepakat bahwa terdapat dua kelompok besar: Arab Qahthaniyyah dan Arab Adnaniyyah. Arab Qahthan dianggap sebagai kelompok asli yang berakar dari wilayah Yaman, daerah yang dahulu termasyhur karena kemakmuran dan peradabannya. Keturunan Qahthan melahirkan banyak kabilah besar seperti Himyar dan Kahlan.

Para ahli sejarah, termasuk Ibn Hisyam dalam As-Sīrah an-Nabawiyyah, menyebutkan bahwa Qahthan adalah sosok yang menjadi tonggak awal bangsa Arab selatan. Ibn Hisyam menerangkan:
“وَقَحْطَانُ هُوَ أَصْلُ الْعَرَبِ الْعَارِبَةِ”
“Qahthan adalah asal dari Arab murni (Arab ‘Aribah).”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Pernyataan ini menunjukkan bahwa Qahthan menjadi figur fundamental dalam konstruksi identitas Arab sejati. Dari keturunannya lahir masyarakat yang tidak hanya kuat dalam bahasa, tetapi juga berkembang dalam seni sastra, puisi, dan adat ketimuran yang kaya.

Selain itu, sejarah Arab selatan juga sarat dengan jejak spiritual. Di Yaman, para pelancong dan kafilah kerap menemukan sisa-sisa bangunan kuno yang menunjukkan bahwa negeri itu pernah menjadi tanah yang subur dan berpengaruh. Karena itu, memahami Qahthan berarti memahami akar kebudayaan yang kelak membentuk karakter bangsa Arab seluruhnya.

Perpindahan Besar Keturunan Qahthan dan Lahirnya Kabilah-Kabilah Baru

Sejarah mencatat bahwa banjir besar Sail al-‘Arim yang menghancurkan bendungan Ma’rib membuat banyak kabilah Qahthan bermigrasi ke wilayah utara, tengah, dan barat Jazirah Arab. Perpindahan ini menciptakan pertemuan budaya yang signifikan antara Arab selatan dan masyarakat lokal lainnya.

Kabilah-kabilah besar seperti Aus dan Khazraj di Madinah berasal dari Qahthan. Kehadiran mereka kelak menjadi penting bagi sejarah Islam, terutama setelah mereka menyambut Rasulullah ﷺ dalam peristiwa hijrah. Bahkan, budaya kesantunan, jiwa penolong (al-nushrah), dan solidaritas yang dimiliki Anshar menunjukkan bagaimana nilai-nilai Arab Qahthan berperan dalam membangun komunitas Islam awal.

Ibn Katsir mencatat dalam Al-Bidāyah wa an-Nihāyah:
“كَانَ لِقَحْطَانَ أَبْنَاءٌ تَفَرَّقُوا فِي الْبِلَادِ فَسَادُوا الْعَرَبَ وَصَارَتْ لَهُمُ الْمَمَالِكُ”
“Qahthan memiliki keturunan yang menyebar ke berbagai negeri, kemudian mereka memimpin bangsa Arab dan memiliki kerajaan.”

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Selain sebagai catatan historis, keterangan ini memperlihatkan bagaimana Arab Qahthan menjadi penggerak dinamika sosial dan politik di Jazirah Arab sebelum Islam datang.

Adnan dan Kelanjutan Garis Nasab ke Nabi Ibrahim

Sementara Qahthan dikenal sebagai asal Arab murni, Adnan menjadi figur utama bagi Arab utara. Nasab Adnan terhubung hingga Nabi Ibrahim melalui Nabi Ismail. Di sinilah garis sejarah Arab bertemu dengan sejarah kenabian.

Para ulama sepakat bahwa garis nasab Rasulullah berada pada kelompok Arab Adnaniyyah. Ibn Hisyam menyebutkan:
“وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ”
“Muhammad ﷺ berasal dari keturunan Ismail bin Ibrahim.”

Keterangan ini bukan sekadar garis keturunan biologis, tetapi juga menunjukkan sambungan spiritual antara wahyu-wahyu besar yang turun kepada Nabi Ibrahim hingga kepada Nabi Muhammad ﷺ. Tradisi tauhid, adab, dan penyembahan kepada Allah tumbuh dari keluarga yang dipilih dan terjaga.

Mudar, Nizar, dan Jejak Leluhur Quraisy

Setelah Adnan, garis keturunan yang mengarah kepada Rasulullah berlanjut melalui tokoh-tokoh seperti Ma‘ad, Nizar, dan Mudar. Di antara mereka, Mudar dikenal sebagai figur yang menonjol dalam budaya sastra dan bahasa Arab. Banyak ahli bahasa mengaitkan kefasihan bangsa Arab dengan keturunan Mudar.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Dari Mudar lahir kabilah-kabilah besar yang menjadi tokoh penting dalam sejarah Mekah dan Jazirah Arab. Salah satunya adalah Fihr ibn Malik, sosok yang disebut sebagai nenek moyang Quraisy. Sebagian besar ulama sepakat bahwa Fihr adalah orang pertama yang disebut sebagai Quraisy.

Imam Nawawi dalam Tahdzīb al-Asmā’ wa al-Lughāt menerangkan:
“وَقُرَيْشٌ هُمْ وَلَدُ فِهْرٍ بْنِ مَالِكٍ”
“Quraisy adalah keturunan Fihr bin Malik.”

Kabilah Quraisy kemudian menjadi pemegang kehormatan di Mekah, penjaga Ka’bah, dan kelompok yang menguasai jalur perdagangan utama. Semua kehormatan itu kelak mempersiapkan panggung bagi kelahiran seorang Nabi yang membawa rahmat bagi alam semesta.

Kisah ‘Abd Manaf hingga Hasyim: Cikal Bakal Kemuliaan Quraisy

Dari Fihr turun generasi demi generasi hingga lahir tokoh-tokoh seperti Kilab, Qushay, dan ‘Abd Manaf. Di antara mereka, Qushay memiliki peran besar karena berhasil menyatukan orang-orang Quraisy dan mengatur kehidupan sosial Mekah. Dia menjadi pemimpin yang dihormati dan penjaga Ka’bah.

Namun tokoh yang paling menonjol menjelang kelahiran Rasulullah adalah Hasyim, kakek buyut Nabi. Hasyim terkenal karena memprakarsai perjalanan dagang musim panas dan musim dingin yang disebut dalam Al-Qur’an:

﴿إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ﴾
“(Yaitu) kebiasaan mereka melakukan perjalanan musim dingin dan musim panas.” (QS. Quraisy: 2)

Hasyim tidak hanya dikenal sebagai pedagang, tetapi juga dermawan. Dia disebut sebagai orang pertama yang memberi makanan kepada para jamaah haji secara teratur. Tradisi pelayanan ini menjadi ciri penting dari keluarga Nabi.

Dalam riwayat disebutkan:
“كَانَ هَاشِمٌ يُطْعِمُ الْحَاجَّ وَيَسْقِيهِمْ”
“Hasyim memberi makan dan minum kepada para jamaah haji.”

Sifat dermawan, rendah hati, dan kepemimpinan Hasyim itulah yang turun kepada Abdul Muthalib, lalu kepada Abdullah, hingga kemudian lahir manusia paling mulia: Rasulullah Muhammad ﷺ.

Dari Quraisy ke Rasulullah: Puncak Kemuliaan Nasab

Kelahiran Rasulullah dari keluarga Quraisy bukan kebetulan. Quraisy dikenal sebagai kabilah yang menjaga kehormatan, memegang amanah, dan menjadi pusat perhatian bangsa Arab. Oleh sebab itu, ketika Nabi Muhammad menerima wahyu, beliau lahir dari keluarga yang kredibel di mata masyarakat.

Ibn Katsir mengutip dalam As-Sīrah:
“وَكَانَ قُرَيْشٌ خِيَارَ الْعَرَبِ نَسَبًا وَمَنْصِبًا”
“Quraisy adalah kelompok terbaik di antara bangsa Arab dalam nasab dan kedudukan.”

Dari sisi spiritual, Rasulullah adalah puncak kemuliaan nasab dan sekaligus pemimpin umat. Karena itu, memahami sejarah Quraisy berarti memahami bagaimana Allah menyiapkan umat manusia untuk menerima risalah terakhir.

Mengapa Menelusuri Nasab Rasulullah Itu Penting?

Bagi umat Islam, mempelajari nasab Rasulullah bukan sekadar pengetahuan sejarah, tetapi cara untuk memperkuat kecintaan kepada Nabi. Dengan memahami garis keturunan beliau, kita belajar tentang bagaimana Allah menjaga keluarga Nabi sejak generasi-generasi sebelumnya.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“إِنَّ اللهَ اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ، وَاصْطَفَى بَنِي هَاشِمٍ مِنْ قُرَيْشٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ”
“Sesungguhnya Allah memilih Kinanah dari keturunan Ismail, memilih Quraisy dari Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy, dan memilih aku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa Rasulullah adalah pilihan dari pilihan; kemuliaan yang berlapis-lapis.

Penutup: Menapak Jejak yang Mengantar Cahaya

Saat kita membaca jejak sejarah dari Qahthan ke Quraisy, kita tidak hanya bergerak dalam ruang sejarah, tetapi juga memasuki ruang spiritual. Kita melihat bagaimana Allah menata jalur keluarga, menanam nilai-nilai luhur, mempersiapkan masyarakat, hingga akhirnya muncul cahaya risalah.

Nasab Rasulullah bukan sekadar pohon keluarga, tetapi jalan panjang yang mengantar cahaya hidayah ke seluruh dunia. Semoga kita selalu diberi kemampuan untuk mencintai beliau, meneladani perjuangannya, dan menjaga ajaran-ajarannya dalam setiap langkah kehidupan.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ Universitty Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement