Khazanah
Beranda » Berita » Ngaji Itu Wajib, Bukan Cuma Pilihan: Pesan Irsyadul Ibad Buat Santri Zaman Now

Ngaji Itu Wajib, Bukan Cuma Pilihan: Pesan Irsyadul Ibad Buat Santri Zaman Now

Ilustrasi realistik santri mengaji dengan kitab kuning di ruang pesantren bercahaya lembut
Ilustrasi realistik santri sedang duduk di ruang pesantren sederhana, kitab kuning terbuka di depannya. Cahaya keemasan masuk dari jendela kayu, menyorot halaman kitab dan wajah santri yang tampak khusyuk (tanpa detail wajah).

Surau.co. Di tengah derasnya arus informasi dan kompetisi zaman, seorang santri sering mengalami kegelisahan: apakah ngaji itu masih relevan? Mengapa harus bertahan bertahun-tahun menghafal matan, membuka kitab kuning, dan belajar kaidah yang tampak “jadul”? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini, tanpa disadari, muncul karena kita mulai melihat ngaji sebagai opsi, bukan sebagai kewajiban ruhani.

Padahal, para ulama sejak dulu menegaskan bahwa menuntut ilmu agama bukan sekadar aktivitas tambahan, tetapi merupakan bagian dari ibadah yang menghidupkan iman. Salah satu karya yang menegaskan hal ini adalah Irsyadul Ibad karya Syekh Zainuddin al-Malibari. Kitab ini, yang sejak lama diajarkan di pesantren, memuat pesan kuat: ngaji itu kewajiban yang melekat pada setiap Muslim, termasuk santri zaman now.

Artikel ini mengajak kita menggali kembali pesan tersebut, dengan gaya santai, ringan, dan tetap ilmiah, agar para santri merasa bangga dan mantap memilih jalan ilmu.

Dalil Kuat: Menuntut Ilmu Itu Perintah Allah

Sebelum masuk pada penjelasan Irsyadul Ibad, kita perlu kembali pada fondasi syariat. Menuntut ilmu bukan sekadar anjuran, tetapi kewajiban yang ditegaskan dalam Al-Qur’an dan hadits. Allah berfirman:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللَّهُ
“Maka ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Menariknya, ayat itu tidak memulai dengan “berimanlah”, tetapi dengan “ketahuilah”. Para ulama menafsirkan bahwa ilmu adalah pintu iman. Tanpa ilmu, iman seseorang menjadi rapuh, mudah goyah oleh perdebatan, dan gampang terpengaruh tren sesaat.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.”
(HR. Ibnu Majah)

Hadis ini tidak membedakan santri lama atau santri baru, generasi lampau atau zaman modern. Artinya, kewajiban itu melekat sepanjang masa.

Pesan Irsyadul Ibad: Ilmu sebagai Jalan Lurus

Dalam Irsyadul Ibad, Syekh Zainuddin al-Malibari mengawali pembahasan tentang ilmu dengan nada tegas namun lembut. Beliau menulis:

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

قال الإمام المليباري: العلمُ نورٌ يهدي إلى الصراط المستقيم، والجهلُ ظلمةٌ تجرُّ إلى الهلاك.

“Ilmu adalah cahaya yang menunjukkan jalan lurus, sedangkan kebodohan adalah kegelapan yang menyeret kepada kebinasaan.”

Siapa pun yang hidup tanpa ilmu agama akan mudah tersesat dalam urusan ibadah, muamalah, bahkan dalam membedakan antara halal dan haram. Karenanya, Syekh Zainuddin melanjutkan:

وَطَلَبُ العِلْمِ فَرْضٌ لِأَنَّهُ لَا يَسْتَقِيمُ الدِّينُ بِدُونِهِ.

“Menuntut ilmu adalah wajib karena agama tidak akan tegak tanpanya.”

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dalam konteks santri zaman now, pesan ini sangat relevan. Teknologi memudahkan akses informasi, tetapi tidak semua informasi benar dan tidak semua guru memiliki sanad ilmu yang jelas. Di sinilah ngaji di pesantren menemukan relevansinya—ia menghadirkan ilmu yang bersih, bersambung kepada ulama, dan memiliki keberkahan.

Ngaji Itu Jalan Membersihkan Hati

Salah satu pesan penting dalam Irsyadul Ibad adalah bahwa ilmu tidak hanya mengisi pikiran, tetapi juga membersihkan hati. Syekh Zainuddin menulis:

العِلْمُ يَغْسِلُ دَنَسَ القَلْبِ كَمَا يَغْسِلُ المَاءُ نَجَاسَةَ الثَّوْبِ.

“Ilmu membersihkan kotoran hati sebagaimana air membersihkan kotoran pada pakaian.”

Santri zaman now menghadapi tantangan besar berupa distraksi digital. Aplikasi, media sosial, dan hiburan membuat hati cepat keruh dan pikiran mudah lelah. Ngaji menjadi sarana untuk menenangkan batin.

Setiap kali seorang santri membuka kitab kuning, ada keberkahan yang turun. Setiap kali menata niat sebelum belajar, ada pahala yang mengalir. Inilah kenapa para kiai sejak dulu mengatakan, “ngaji itu obat hati.” Bahkan Imam al-Ghazali berkata:

العلمُ حياةُ القلوبِ من موتِ الجهل.

“Ilmu adalah kehidupan hati dari kematian kebodohan.”

Belajar di Pesantren: Antara Adab dan Ilmu

Selain mewajibkan ilmu, Irsyadul Ibad juga menekankan pentingnya adab dalam belajar. Syekh Zainuddin menulis:

الأدبُ قبل العِلْمِ، فَبِهِ يَنْتَفِعُ الطَّالِبُ عِلْمَهُ.

“Adab itu sebelum ilmu; dengan adab, seorang pelajar dapat mengambil manfaat dari ilmunya.”

Santri zaman now mungkin sangat pintar mengoperasikan teknologi, tapi adab harus tetap menjadi landasan. Dengan adab, seorang santri lebih mudah memahami pelajaran, lebih menerima nasihat guru, dan lebih kuat menghadapi ujian hidup.

Adab inilah yang membedakan ngaji dengan sekadar “menonton tutorial agama” di internet. Ilmu pesantren mengajarkan ketawadhuan, kedalaman makna, dan penghormatan terhadap tradisi ulama.

Menghadapi Zaman Modern dengan Ilmu yang Kokoh

Tantangan hari ini bukan hanya persoalan ibadah, tetapi menyangkut akhlak, ekonomi, bahkan pergaulan dunia digital. Menurut Syekh Zainuddin, ilmu menjadi benteng yang menjaga diri dari fitnah zaman. Beliau menulis:

بالعِلْمِ يُمَيِّزُ المُؤْمِنُ بَيْنَ الرُّشْدِ وَالغَيّ.

“Dengan ilmu, seorang mukmin dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan.”

Santri yang kuat ilmunya tidak akan mudah terseret paham ekstrem, hoaks keagamaan, atau perdebatan sia-sia. Ia memiliki fondasi yang kokoh karena belajarnya tidak hanya dari internet, tetapi dari kitab dan guru yang terpercaya.

Ngaji Memberi Makna dan Arah Hidup

Ngaji bukan sekadar membaca dan menghafal. Ia adalah proses membentuk karakter. Seseorang yang tekun ngaji akan lebih sabar, rendah hati, dan mudah memahami orang lain. Inilah mengapa Irsyadul Ibad menekankan:

العِلْمُ يَرْفَعُ أَخْلاقَ المُسْلِمِ وَيُهَذِّبُ نَفْسَهُ.

“Ilmu mengangkat akhlak seorang Muslim dan menyucikan jiwanya.”

Santri zaman now sering dibayangi tuntutan untuk cepat sukses. Namun ngaji mengajarkan bahwa kesuksesan yang hakiki adalah kesuksesan yang disertai keberkahan. Ilmu yang berbuah akhlak lebih bernilai daripada ilmu yang hanya menghasilkan status atau jabatan.

Penutup: Ngaji Itu Jalan Hidup

Ngaji bukan sekadar aktivitas harian. Ia adalah jalan panjang yang menghidupkan hati, menguatkan iman, dan membentuk karakter. Pesan Irsyadul Ibad sangat jelas: ngaji adalah kewajiban, bukan pilihan.

Bagi santri zaman now, pesan ini semakin relevan. Dunia berubah cepat, tetapi kebutuhan akan ilmu dan bimbingan ulama tidak pernah berubah. Ngaji membuat langkah lebih terarah, hati lebih teduh, dan hidup lebih berkah.

Semoga Allah memberi kita kekuatan menjadi penuntut ilmu yang konsisten, rendah hati, dan penuh adab.

اللهم انفعنا بما علمتنا وعلمنا ما ينفعنا وزدنا علما نافعا
“Ya Allah, beri kami manfaat dari ilmu yang Engkau ajarkan, ajarkan kami ilmu yang bermanfaat, dan tambahkan kepada kami ilmu yang bermanfaat.”

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement