Khazanah
Beranda » Berita » Sejarah Kitab Bahjatul Wasail dan Warisan Ilmu Syaikh Nawawi al-Bantani

Sejarah Kitab Bahjatul Wasail dan Warisan Ilmu Syaikh Nawawi al-Bantani

Syaikh Nawawi al-Bantani menulis kitab Bahjatul Wasail di Mekkah
Ilustrasi menggambarkan Syaikh Nawawi al-Bantani menulis kitab Bahjatul Wasail sebagai simbol perjalanan ilmu dari Nusantara menuju Tanah Suci.

Surau.co. Bahjatul Wasail bukan sekadar kitab kuning yang dibaca di pesantren. Ia berdiri sebagai jendela yang memperlihatkan kejernihan ilmu, adab, dan spiritualitas Islam. Cahaya itu mengalir dari sosok ulama besar Nusantara, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani. Dalam sejarah keilmuan Islam Indonesia, nama beliau tidak hanya harum di tanah kelahirannya, tetapi juga di Tanah Suci, tempat beliau menimba sekaligus menyebarkan ilmu selama bertahun-tahun.

Sejak awal, Bahjatul Wasail menunjukkan kedalaman pandangan Syaikh Nawawi terhadap praktik keberagamaan. Walaupun kitab ini merupakan syarah atas karya ulama Yaman, Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, sentuhan khas Nusantara membuatnya berbeda—bahasanya sederhana, namun maknanya sangat dalam.

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwanya.” (QS. Asy-Syams: 9)

Ayat ini menjadi ruh dan arah dari seluruh pembahasan: ilmu dan ibadah bertujuan untuk menyucikan hati.

Latar Belakang Penulisan Bahjatul Wasail

Untuk memahami kedalaman kitab ini, kita perlu menengok sosok penulisnya. Syaikh Nawawi al-Bantani (1813–1897 M) hidup di masa transisi antara dunia Islam klasik dan modern. Beliau lahir di Tanara, Banten, kemudian menimba ilmu di Mekkah hingga akhir hayatnya. Puluhan karya lahir dari tangan beliau—mulai dari tafsir, fikih, hingga tasawuf.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Di antara karya itu, Bahjatul Wasail ila Ma’rifatil ‘Aqaid wal Faraidh wal Fadha’il hadir sebagai panduan ringkas namun menyeluruh tentang tiga pilar dasar Islam: akidah, ibadah, dan akhlak. Karena itulah, beliau menulis dengan gaya yang mudah dipahami, tetapi tetap sarat dengan dalil dan penjelasan yang jernih.

Isi dan Struktur Bahjatul Wasail

Secara umum, kitab ini memuat sekitar dua puluh satu bab yang merangkum perjalanan spiritual seorang muslim. Untuk memudahkan pembaca, isinya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian besar:

1. Bab Akidah

Di bagian ini, Syaikh Nawawi menjelaskan rukun iman secara runtut. Selain itu, beliau menekankan bahwa mengenal Allah tidak dapat berhenti pada teori; seorang hamba harus merasakan kehadiran-Nya dalam batin.

2. Bab Fikih

Bab fikih membahas wudhu, shalat, puasa, zakat, dan haji. Meskipun ringkas, penjelasannya tetap praktis dan menyentuh aspek moral. Dengan demikian, ibadah tidak dipahami sekadar sebagai ritual, melainkan juga latihan untuk merapikan hati.

3. Bab Akhlak dan Tasawuf

Bagian ini menjadi inti kitab. Syaikh Nawawi menguraikan keikhlasan, kesabaran, serta bahaya riya dan kesombongan. Menariknya, setiap pembahasan selalu disertai nasihat yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Hikmah Bahjatul Wasail dalam Kehidupan Modern

Apabila diperhatikan, ajaran dalam Bahjatul Wasail tetap hidup dan relevan hingga sekarang. Dalam dunia yang semakin sibuk dan materialistik, kitab ini menawarkan jalan untuk menemukan kembali ketenangan batin. Syaikh Nawawi mengingatkan bahwa kesempurnaan hidup bukan berasal dari kepemilikan, tetapi dari niat yang tulus.

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menjadi fondasi inti kitab: setiap amal harus disertai tujuan yang jernih.

Contohnya dapat terlihat dalam aktivitas sehari-hari. Ketika seseorang bekerja untuk menafkahi keluarga dengan niat yang baik, pekerjaannya berubah menjadi ibadah. Dengan demikian, dunia tidak menjadi lawan spiritualitas, tetapi bagian dari perjalanan menuju Tuhan.

Relevansi Bahjatul Wasail di Zaman Kini

Kini, ketika banyak orang mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat, Bahjatul Wasail hadir sebagai panduan yang sangat bernilai. Syaikh Nawawi mengingatkan bahwa:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

  • Ilmu tanpa akhlak akan menumbuhkan kesombongan.

  • Ibadah tanpa ilmu berpotensi menyesatkan.

  • Kesalehan sejati lahir dari perpaduan keduanya.

Karena itu, kitab ini terus mengingatkan pembacanya untuk membersihkan diri dari keserakahan, kebodohan, dan sifat buruk lainnya.

Warisan Ilmu yang Terus Menyala

Hingga hari ini, Bahjatul Wasail diajarkan di berbagai pesantren di Indonesia, Malaysia, dan Timur Tengah. Para santri mempelajarinya bukan hanya untuk memahami teks, tetapi juga untuk meresapi nilai-nilai kehidupan yang dikandungnya.

Syaikh Nawawi menulis dengan hati yang penuh kasih. Beliau memahami bahwa ilmu tanpa cinta hanyalah deretan huruf. Oleh sebab itu, setiap halaman kitab ini memancarkan kehangatan seorang guru yang ingin menuntun muridnya menuju cahaya.

Penutup: Menjaga Cahaya Pesantren untuk Dunia

Membaca Bahjatul Wasail berarti mengikuti jejak para santri yang telah meneguk hikmahnya selama generasi demi generasi. Kitab ini mengajarkan bahwa memahami agama bukan hanya soal hafalan, tetapi perjalanan rasa dan penyucian diri.

Syaikh Nawawi al-Bantani menulis untuk zamannya sekaligus untuk masa depan. Melalui karyanya, beliau mengajak setiap muslim kembali kepada fitrah: mencintai Tuhan dengan akal, hati, dan amal.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement