Surau.co. Dalam setiap langkah kehidupan seorang Muslim, niat dan kesucian selalu menjadi fondasi spiritual yang tidak dapat dipisahkan. Kedua hal ini tidak hanya menjadi ajaran formal dalam ibadah, tetapi juga berfungsi sebagai napas yang menghidupkan seluruh amal. Karena itu, Fathul Qorib — karya monumental Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Gharabili — menempatkan pembahasan niat dan kesucian di bagian awal. Penempatan ini sekaligus menegaskan bahwa tanpa niat yang benar dan kesucian yang terjaga, ibadah kehilangan ruh dan maknanya.
Kitab Fathul Qorib, yang merupakan syarah atas Matn Abi Syuja’, membuka pintu fikih dengan ketenangan dan kedalaman. Gaya penyajiannya sederhana namun sarat makna spiritual. Ketika menjelaskan niat dan taharah, Syekh al-Ghazi tidak hanya memaparkan hukum-hukum lahiriah. Sebaliknya, beliau menuntun pembacanya memasuki kesadaran batin yang lebih halus dan reflektif.
Makna Niat dalam Perspektif Fathul Qorib
Syekh al-Ghazi menulis:
«النِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ، وَالتَّلَفُّظُ بِهَا سُنَّةٌ»
“Tempat niat adalah di hati, dan melafalkannya merupakan sunnah.”
(Fathul Qorib, Bab Thaharah)
Sekilas, kalimat ini tampak sederhana. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, ia menyimpan kedalaman spiritual yang luar biasa. Syekh al-Ghazi menegaskan bahwa niat bukan sekadar ucapan, melainkan keputusan batin yang sadar dan tulus. Pelafalan hanyalah alat bantu untuk memusatkan hati, bukan inti utama.
Dalam kehidupan sehari-hari, niat justru menjadi penentu arah amal. Misalnya, seorang ibu yang memasak untuk keluarganya dapat memperoleh pahala ibadah ketika meniatkan pekerjaannya sebagai bentuk pengabdian. Demikian pula seorang pelajar yang menuntut ilmu demi menguatkan agama akan mendapatkan nilai lebih tinggi dibandingkan mereka yang sekadar mengejar ijazah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini kemudian menjadi fondasi penting yang kembali ditegaskan oleh Syekh al-Ghazi. Dengan kata lain, niat tidak hanya membedakan ibadah dari kebiasaan, tetapi juga menentukan nilai sekaligus makna sebuah amal.
Kesucian sebagai Cerminan Kebersihan Hati
Setelah membahas niat, Fathul Qorib beralih pada pembahasan thaharah (kesucian). Tentu saja ini bukan urutan yang kebetulan, tetapi pilihan yang sangat filosofis. Niat melahirkan keikhlasan, sedangkan kesucian menjaga keikhlasan itu agar tetap bersih.
Syekh al-Ghazi menjelaskan:
«الطَّهَارَةُ تُسْتَعْمَلُ فِي مَعْنَيَيْنِ: حَقِيقِيٍّ وَشَرْعِيٍّ، فَالْحَقِيقِيُّ النَّظَافَةُ، وَالشَّرْعِيُّ رَفْعُ الْحَدَثِ وَإِزَالَةُ النَّجَسِ»
“Kesucian digunakan dalam dua makna: secara hakiki dan syar’i. Secara hakiki berarti kebersihan, dan secara syar’i berarti menghilangkan hadats dan najis.”
(Fathul Qorib, Bab Thaharah)
Dari sini terlihat bahwa pembahasan thaharah tidak hanya berkaitan dengan air wudhu atau mandi wajib. Lebih jauh, ia menghubungkan kebersihan lahiriah dengan kebersihan batin. Karena itu, kesucian fisik menjadi pintu menuju kesucian spiritual.
Di era modern, kita sering terjebak pada simbol kesalehan tetapi melupakan maknanya. Kita berwudhu setiap hari, tetapi hati tetap dipenuhi prasangka. Padahal, wudhu sejatinya merupakan ritual penyucian jiwa. Ketika air mengalir di wajah, ia juga membawa pergi dosa-dosa kecil, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
«إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ، خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مَعَ الْمَاءِ»
“Ketika seorang Muslim berwudhu, dosa-dosanya keluar bersama tetesan air.”
(HR. Muslim)
Harmonisasi antara Amal dan Spiritualitas
Struktur Fathul Qorib menunjukkan bahwa hampir setiap bab fikih berporos pada niat dan kesucian. Artinya, semua amal syar’i selalu kembali kepada dua hal ini. Syekh al-Ghazi menegaskan:
«وَكُلُّ عِبَادَةٍ لَا تَصِحُّ إِلَّا بِالنِّيَّةِ»
“Setiap ibadah tidak sah kecuali dengan niat.”
(Fathul Qorib, Bab Shalat)
Kemudian beliau menyambung dengan prinsip kesucian:
«لَا يَصِحُّ الصَّلَاةُ بِغَيْرِ طَهُورٍ»
“Shalat tidak sah tanpa bersuci.”
(Fathul Qorib, Bab Thaharah)
Kedua prinsip ini memperlihatkan bahwa ibadah bukan hanya ritual formal. Sebaliknya, ia merupakan harmoni antara niat (batin) dan kesucian (lahir). Bila salah satu hilang, ibadah kehilangan keseimbangannya.
Menemukan Kedamaian dari Niat dan Kesucian
Di tengah ritme dunia yang cepat, kita sering kehilangan makna dari hal-hal sederhana. Karena itu, niat yang lurus dan kesucian yang terjaga dapat menjadi sumber ketenangan. Saat seseorang berwudhu dengan penuh kesadaran, bukan sekadar mengguyur air, ia sedang merapikan jiwanya. Saat seseorang memperbarui niatnya sebelum beraktivitas, ia sedang memaknai hidupnya ulang.
Allah ﷻ berfirman:
﴿إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ﴾
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri.”
(QS. Al-Baqarah: 222)
Ayat ini menjadi penegasan bahwa kesucian tidak hanya menyangkut air. Sebaliknya, ia mencakup proses spiritual yang terus memperbarui hati. Fathul Qorib mengarahkan setiap Muslim untuk mencapai titik itu: kebersihan hati dan kesempurnaan niat.
Refleksi Kehidupan Sehari-hari
Di dunia yang serba cepat ini, niat dan kesucian dapat menjadi penuntun agar seseorang tetap jernih. Ketika bekerja, belajar, atau menggunakan media sosial — niat yang benar akan membawa keberkahan. Sementara itu, kesucian menjaga hati agar tidak mudah terisi iri, amarah, atau riya.
Dengan menghidupkan dua nilai ini, setiap aktivitas berubah menjadi ibadah. Seorang pedagang yang jujur karena Allah, seorang ibu yang sabar mendidik anaknya, atau seorang guru yang mengajar tanpa pamrih — semuanya lahir dari niat yang benar dan hati yang bersih.
Penutup
Fathul Qorib bukan sekadar kitab hukum, tetapi juga peta jalan spiritual. Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi menanamkan pemahaman bahwa setiap ibadah dimulai dengan niat dan disempurnakan dengan thaharah. Keduanya menjadi fondasi yang menuntun setiap Muslim menuju hidup yang penuh makna, kebersihan, dan ketenangan.
Di saat dunia sering melupakan hakikat ibadah, pesan Fathul Qorib kembali mengingatkan: luruskan niatmu, jagalah kesucianmu, dan semua amal akan memancarkan cahaya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
