Khazanah
Beranda » Berita » Bab Jinayah dalam Fathul Qorib: Keadilan yang Menyembuhkan, Bukan Menghukum

Bab Jinayah dalam Fathul Qorib: Keadilan yang Menyembuhkan, Bukan Menghukum

Hakim Muslim menimbang keadilan dengan cahaya mushaf sebagai simbol rahmah dalam hukum Islam.
Ilustrasi menggambarkan esensi hukum Islam menurut Fathul Qorib—bahwa keadilan sejati bukan menghukum, tapi menyembuhkan jiwa dan masyarakat.

Surau.co. Bab Jinayah dalam Fathul Qorib menempati posisi penting dalam memahami konsep keadilan Islam. Sejak awal pembahasannya, Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Ghāribī menjelaskan bahwa hukum berfungsi sebagai sarana pemulihan moral dan sosial, bukan alat balas dendam. Karena itu, setiap penjelasan beliau selalu menempatkan hati manusia sebagai pusat perhatian.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang memaknai keadilan secara sempit, seolah-olah keadilan selalu identik dengan “pembalasan setimpal.” Namun, Islam menawarkan sudut pandang yang jauh lebih dalam. Islam mengajak kita melihat keadilan sebagai proses penyembuhan—proses yang memperbaiki hubungan manusia dengan sesama dan sekaligus mendekatkan mereka kepada Allah. Oleh sebab itu, dasar hukum jinayah selalu bergerak menuju pemulihan, bukan penghancuran.

Syekh al-Ghazi menulis:

“العدالةُ في الشريعةِ إصلاحٌ للنفوسِ قبلَ القصاصِ من الجناةِ.”
“Keadilan dalam syariat adalah memperbaiki jiwa sebelum menuntut balas dari pelaku kejahatan.”

Melalui kalimat tersebut, beliau menegaskan bahwa fungsi hukum dalam Islam berfokus pada penyadaran dan pembersihan hati. Hukuman hadir bukan sebagai siksaan, tetapi sebagai jalan kembali.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hukum Jinayah sebagai Pantulan Kasih Sayang Ilahi

Ketika kita menelusuri isi Bab Jinayah, kita langsung melihat cara Syekh al-Ghazi membangun pemahaman hukum dengan pendekatan penuh kelembutan. Selain itu, ia berkali-kali menegaskan bahwa rahmat Allah menjadi inti dari setiap aturan. Dengan demikian, setiap sanksi syariat selalu membawa unsur penyucian.

Beliau menulis:

“من رحمةِ اللهِ أن جعلَ الحدودَ تطهيرًا لا تعذيبًا.”
“Termasuk rahmat Allah, Dia menjadikan hudud sebagai penyucian, bukan penyiksaan.”

Pandangan ini menuntun kita untuk melihat pelaku jinayah sebagai manusia yang membutuhkan pemulihan. Misalnya, seseorang yang mencuri karena tekanan ekonomi membutuhkan bimbingan moral agar jiwanya kembali stabil. Tanpa pendampingan seperti itu, hukuman justru bisa melahirkan kekerasan baru. Islam hadir untuk mencegah kondisi seperti ini, bukan memperparahnya.

Nilai Restoratif dalam Jinayah

Selanjutnya, Syekh al-Ghazi menekankan pentingnya keadilan restoratif. Ia mengajak kita memahami alasan di balik setiap tindakan sebelum menentukan hukuman. Pendekatan ini menyeimbangkan hak korban, hak pelaku, serta hak masyarakat. Selain itu, pendekatan ini mendorong terjadinya penyembuhan menyeluruh.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Beliau menyatakan:

“إذا أُقيمَ الحدُّ بغيرِ فهمٍ لعلّتِه، كانَ ضررُهُ أعظمَ من نفعِه.”
“Jika hukuman ditegakkan tanpa memahami sebabnya, mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya.”

Melalui pernyataan tersebut, Syekh al-Ghazi mengajak para penegak hukum untuk melihat manusia secara utuh. Ia ingin setiap proses hukum melibatkan hati nurani, empati, dan pemahaman psikologis. Dengan begitu, proses penegakan hukum dapat menyembuhkan, bukan melukai.

Masyarakat Modern dan Krisis Ruh Keadilan

Dalam dunia modern, banyak sistem hukum kehilangan ruh kemanusiaannya. Banyak kasus kecil memicu proses hukum yang panjang karena aparat menjalankan undang-undang tanpa empati. Fenomena tersebut memperlihatkan perlunya nilai-nilai Fathul Qorib dalam kehidupan hari ini.

Syekh al-Ghazi berkata:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

“الشرعُ لا يقصدُ إذلالَ العاصي، ولكنْ ردَّهُ إلى طريقِ اللهِ.”
“Syariat tidak bertujuan merendahkan pelaku dosa, tetapi mengembalikannya ke jalan Allah.”

Pernyataan itu memperjelas bahwa setiap hukuman dalam Islam bertujuan membangkitkan kembali kebaikan dalam diri pelaku. Bahkan di dunia kerja, keluarga, maupun media sosial, prinsip ini tetap relevan. Kita sering menghukum orang lain melalui ucapan, komentar, atau prasangka. Namun, jika kita mengikuti ajaran Fathul Qorib, kita akan memilih pendekatan yang memahami sebelum menghakimi.

Jinayah sebagai Jalan Penyembuhan

Bab Jinayah dalam Fathul Qorib mengajarkan bahwa hukum menyembuhkan lebih efektif daripada hukum yang menakutkan. Setiap sanksi harus membawa hikmah. Setiap keputusan harus menuntun manusia menuju kebaikan. Islam menyeimbangkan hak korban dan pelaku tanpa merusak kemanusiaan keduanya.

Beberapa ulama kontemporer bahkan menyebut gagasan Syekh al-Ghazi sebagai “rahmatan dalam hukum,” karena pendekatan beliau memadukan ketegasan aturan dan kelembutan hati. Selain itu, spirit ini dapat menghapus dendam sosial dan membuka ruang bagi pertobatan.

Penutup: Menghidupkan Ruh Keadilan

Ajaran Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Ghāribī dalam Fathul Qorib menunjukkan bahwa Bab Jinayah bukan tentang ketakutan, tetapi tentang kesembuhan. Islam menawarkan ruang luas untuk memperbaiki diri. Tidak ada manusia yang kehilangan kesempatan untuk berubah.

Keadilan dalam Islam tumbuh dari kasih sayang Allah. Ketika hukum berjalan dengan ruh itu, masyarakat tidak hanya tertib dari sisi lahir, tetapi juga damai dari sisi batin.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement