Surau.co. Jual beli dalam Fathul Qorib karya Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Gharabili tidak hanya dijelaskan sebagai transaksi pertukaran barang dan harga, tetapi juga sebagai bentuk ibadah sosial yang berakar pada kejujuran dan kerelaan. Dalam pandangan beliau, aktivitas ekonomi bukanlah ruang bebas dari nilai moral, melainkan bagian dari ketaatan kepada Allah.
Syekh al-Ghazi menulis dalam pembuka bab al-Buyu‘:
الْبَيْعُ هُوَ مُبَادَلَةُ مَالٍ بِمَالٍ لِلتَّمْلِيكِ عَنْ تَرَاضٍ
“Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan kepemilikan dengan dasar kerelaan.”
Kutipan ini menegaskan bahwa inti dari jual beli menurut Fathul Qorib bukan sekadar akad, tetapi adanya unsur taradhi — kerelaan antara kedua belah pihak. Kejujuran menjadi fondasi agar kerelaan itu benar-benar lahir dari hati, bukan dari paksaan atau penipuan terselubung.
Prinsip ini sangat relevan dalam konteks ekonomi modern. Saat banyak transaksi digerakkan oleh ambisi dan manipulasi, ajaran Fathul Qorib menjadi pengingat bahwa keberkahan harta hanya tumbuh dari kejujuran dan kerelaan yang tulus.
Fenomena Sehari-hari: Ketika Etika Menghilang dari Transaksi
Di era digital, transaksi jual beli semakin mudah dan cepat. Namun, kemudahan ini sering dibayar dengan hilangnya nilai moral. Penjual kerap melebih-lebihkan kualitas barang, sementara pembeli tidak jujur dalam pembayaran. Fenomena ini menunjukkan bahwa teknologi dapat mempercepat transaksi, tapi tidak selalu meningkatkan integritas.
Syekh al-Ghazi melalui Fathul Qorib menegaskan bahwa setiap transaksi harus berdiri di atas asas keadilan. Ia menulis:
وَيَجِبُ أَنْ يَكُونَ الْبَيْعُ خَالِيًا مِنَ الْغَرَرِ وَالْغِشِّ
“Wajib bagi jual beli untuk bebas dari unsur penipuan dan ketidakjelasan.”
Pesan ini bukan sekadar nasihat hukum, melainkan pedoman etika ekonomi. Dalam Islam, kejujuran bukan pilihan, tetapi keharusan yang menentukan sah atau tidaknya suatu akad. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa menipu, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)
Kutipan ini menggambarkan betapa seriusnya Islam memandang praktik penipuan dalam bisnis. Bagi Syekh al-Ghazi, perdagangan yang jujur bukan hanya membawa keuntungan finansial, tetapi juga ketenangan hati karena dilakukan dengan ridha Allah.
Kerelaan dan Keadilan: Fondasi Ekonomi Islami
Konsep taradhi (kerelaan) dalam jual beli menjadi inti dari pembahasan Fathul Qorib. Transaksi yang dilakukan tanpa kerelaan atau dengan tekanan dianggap cacat secara syar’i.
Syekh al-Ghazi menulis:
لَا يَصِحُّ الْبَيْعُ إِلَّا بِرِضَا الطَّرَفَيْنِ، فَإِذَا وُجِدَ الإِكْرَاهُ بَطَلَ الْعَقْدُ
“Jual beli tidak sah kecuali dengan kerelaan kedua belah pihak. Jika terjadi paksaan, maka akad menjadi batal.”
Pernyataan ini bukan hanya panduan hukum, tapi juga etika relasi ekonomi. Islam menempatkan martabat manusia di atas nilai komersial. Setiap pihak harus bebas dari tekanan dan memiliki hak untuk berkata “tidak” jika tidak ridha.
Dalam kehidupan modern, prinsip ini mengingatkan kita untuk menolak segala bentuk eksploitasi ekonomi. Misalnya, praktik memaksa buruh dengan upah tak layak atau memonopoli pasar demi keuntungan sepihak. Semua bentuk ketidakadilan ekonomi bertentangan dengan semangat Fathul Qorib, karena merusak nilai keadilan sosial yang menjadi jiwa ajaran Islam.
Jujur dalam Berdagang, Berkah dalam Kehidupan
Kejujuran bukan hanya urusan pribadi, melainkan pilar keberkahan ekonomi. Dalam Fathul Qorib, Syekh al-Ghazi menegaskan hubungan antara kejujuran dan keberkahan rezeki.
الصِّدْقُ فِي الْبَيْعِ يُؤَدِّي إِلَى الْبَرَكَةِ، وَالْكَذِبُ فِيهِ يُؤَدِّي إِلَى الْمَحْقِ
“Kejujuran dalam jual beli membawa keberkahan, sementara kebohongan menghapus keberkahan.”
Ajaran ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini memperlihatkan bahwa kejujuran dalam ekonomi tidak hanya bernilai duniawi, tetapi juga bernilai ukhrawi. Seorang pedagang yang menolak menipu, meski kehilangan peluang keuntungan besar, sebenarnya sedang menanam investasi abadi di sisi Allah.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, sikap jujur dalam bisnis menciptakan rasa percaya. Kepercayaan adalah modal sosial yang tak ternilai, karena dari sanalah lahir loyalitas pelanggan, reputasi baik, dan keberkahan hidup.
Etika Bisnis: Menyucikan Harta dari Unsur Haram
Islam menempatkan harta sebagai amanah, bukan tujuan utama hidup. Oleh karena itu, dalam Fathul Qorib, Syekh al-Ghazi memberikan peringatan keras agar umat berhati-hati terhadap sumber rezeki yang tidak halal.
لَا يَحِلُّ الْمَالُ إِلَّا بِطَرِيقٍ شَرْعِيٍّ، وَمَنْ أَخَذَ بِغَيْرِ حَقٍّ فَهُوَ غَاصِبٌ
“Harta tidak halal kecuali melalui cara yang sesuai syariat, dan siapa mengambil tanpa hak, maka ia tergolong perampas.”
Ajaran ini menegaskan bahwa keberkahan tidak akan pernah menyertai harta yang diperoleh dengan cara batil. Karena itu, seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk kaya, tetapi juga halal dan berkah dalam mencari rezeki.
Kesadaran ini sangat penting di tengah fenomena “kejar cuan” yang sering mengabaikan nilai halal-haram. Bagi Syekh al-Ghazi, rezeki yang sedikit namun halal lebih menenangkan daripada harta melimpah yang diperoleh dengan cara curang.
Kesimpulan: Ekonomi yang Menghidupkan Nurani
Fathul Qorib memberi pandangan yang utuh tentang jual beli: ia bukan sekadar urusan untung dan rugi, tapi juga jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Melalui prinsip kejujuran, kerelaan, dan keadilan, Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi mengingatkan bahwa ekonomi Islam sejati berakar pada nilai-nilai moral, bukan sekadar angka dan laba.
Dalam dunia yang serba cepat dan kompetitif, ajaran ini mengajak kita untuk kembali ke nilai dasar: berdagang dengan hati yang bersih, mencari rezeki dengan cara yang halal, dan menumbuhkan keberkahan dalam setiap rupiah yang kita hasilkan.
Karena pada akhirnya, keberhasilan sejati bukan tentang berapa banyak yang dimiliki, tetapi seberapa jujur cara kita mendapatkannya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
