Surau.co. Nikah dalam Fathul Qorib karya Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Gharabili tampil sebagai ibadah yang menyatukan dimensi spiritual, sosial, dan moral. Syekh al-Ghazi mengarahkan pembaca untuk memahami bahwa pernikahan bukan hanya urusan lahiriah, tetapi juga jalan menuju ketenangan jiwa dan kesempurnaan iman.
Beliau menegaskan:
النِّكَاحُ سُنَّةٌ لِمَنِ احْتَاجَ إِلَيْهِ وَقَدَرَ عَلَيْهِ، وَهُوَ مَطْلُوبٌ لِمَنْ يُرِيدُ التَّعَفُّفَ وَحِفْظَ الدِّينِ
“Nikah adalah sunnah bagi yang membutuhkan dan mampu melakukannya. Ia dianjurkan bagi siapa yang ingin menjaga kehormatan dan agamanya.”
Pernyataan ini menunjukkan arah yang jelas: seseorang yang menikah sedang menegakkan fitrah, menjaga diri dari dosa, serta memperkuat stabilitas sosial. Oleh karena itu, pernikahan menghadirkan perjalanan ibadah yang berlangsung di dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya di ruang ritual.
Fenomena Sehari-Hari: Antara Cinta dan Tanggung Jawab
Dalam kehidupan modern, banyak orang menempatkan pernikahan hanya pada wilayah romantisme. Namun, Fathul Qorib mengajak manusia melihat sisi yang lebih dalam. Selain cinta, pernikahan menuntut tanggung jawab moral dan spiritual yang menyempurnakan hubungan suami istri.
Syekh al-Ghazi menulis:
وَفِي النِّكَاحِ مَصَالِحُ كَثِيرَةٌ مِنْ تَكْثِيرِ الْأُمَّةِ، وَحِفْظِ النَّسْلِ، وَتَهْذِيبِ النَّفْسِ
“Dalam pernikahan terdapat banyak kemaslahatan: memperbanyak umat, menjaga keturunan, dan mendidik jiwa.”
Melalui penjelasan ini, beliau menyadarkan bahwa keluarga bukan sekadar rumah tinggal, tetapi pondasi peradaban. Karena itu, pasangan yang saling menolong dalam kebaikan sedang membuka pintu berkah. Suami yang mencari nafkah dengan niat ibadah dan istri yang menjaga rumah dengan sabar sama-sama menghidupkan nilai agama. Selanjutnya, cinta mereka tumbuh sebagai kekuatan yang menuntun menuju ridha Allah.
Akhlak dalam Pernikahan: Cermin Ketulusan dan Kelembutan
Pernikahan yang kuat berdiri di atas akhlak. Syekh al-Ghazi menekankan pentingnya penghormatan, kelembutan, dan perhatian dalam interaksi pasangan. Beliau menuliskan:
وَيَنْبَغِي لِلزَّوْجِ أَنْ يُحْسِنَ مُعَاشَرَةَ زَوْجَتِهِ وَيَكُونَ لَطِيفًا بِهَا
“Seorang suami sebaiknya memperlakukan istrinya dengan baik dan bersikap lembut kepadanya.”
Rasulullah ﷺ juga memberikan teladan:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang terbaik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Dalam praktik sehari-hari, akhlak sering menyelamatkan rumah tangga dari perselisihan. Selain itu, kesediaan untuk memaafkan dan mengalah membuka ruang kedamaian. Oleh karena itu, pasangan yang menjaga akhlak menciptakan suasana yang menguatkan hubungan mereka.
Tanggung Jawab Suami Istri: Amanah yang Menghidupkan Cinta
Pernikahan membawa amanah bagi suami maupun istri. Syekh al-Ghazi menjelaskan peran keduanya secara seimbang dan jelas. Beliau menulis:
وَعَلَى الزَّوْجِ النَّفَقَةُ وَالْكِسْوَةُ بِالْمَعْرُوفِ، وَعَلَى الزَّوْجَةِ الطَّاعَةُ فِيمَا يُبَاحُ
“Suami wajib memberi nafkah dan pakaian dengan cara yang baik, dan istri wajib taat dalam perkara yang dibolehkan.”
Al-Qur’an juga menegaskan:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bagi para wanita ada hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang patut.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Pada kenyataannya, keluarga berjalan ketika kedua pihak menjalankan perannya dengan ikhlas. Suami bekerja dengan jujur, istri mengelola rumah dengan kasih, dan keduanya saling menjaga kehormatan. Kemudian, ketika semua dilakukan dengan niat ibadah, keluarga tumbuh sebagai tempat menenangkan jiwa.
Keluarga sebagai Sekolah Kehidupan
Fathul Qorib memandang keluarga sebagai madrasah pertama bagi pembentukan karakter. Karena itu, suasana rumah yang damai akan menuntun anak-anak untuk belajar nilai agama sejak dini.
Syekh al-Ghazi menulis:
الْبَيْتُ الصَّالِحُ نِعْمَةٌ، فِيهِ تَسْكُنُ النُّفُوسُ وَتَهْدَأُ الْقُلُوبُ
“Rumah yang saleh adalah nikmat; di dalamnya jiwa menjadi tenang dan hati menemukan kedamaian.”
Al-Qur’an menambahkan:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Dia menciptakan pasangan agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21)
Keluarga yang memadukan kasih, tanggung jawab, dan iman akan melahirkan generasi yang kuat dan berakhlak. Selain itu, keluarga seperti itulah yang membangun peradaban yang kokoh.
Kesimpulan: Menyatukan Ibadah dan Kehidupan
Fathul Qorib menegaskan bahwa ibadah hidup di dalam rumah, bukan hanya di tempat ritual. Menikah berarti menerima amanah, mendidik diri agar sabar, dan mencintai dengan ketulusan. Pada akhirnya, keluarga yang berdiri di atas iman dan akhlak menjadi benteng bagi jiwa dan pondasi bagi masyarakat.
Dalam pandangan Syekh al-Ghazi, cinta tidak berhenti pada rasa. Ia tumbuh sebagai amanah, ibadah, dan jalan menuju Allah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
