SURAU.CO. Menurut Islam, “kafir” berarti orang yang menolak atau mengingkari kebenaran Islam, Allah, dan ajaran-Nya. Secara harfiah, kata “kafir” berasal dari kata kafara yang artinya menutupi. Karakteristik orang kafir mereka tidak mengakui bahwa segala yang mereka miliki adalah pemberian dari Allah. Mereka tidak beriman kepada Allah dan utusan-Nya. Mempersekutukan Allah dengan yang lain, atau menyekutukan-Nya. Meskipun peringatan telah diberikan, mereka tetap tidak mau mengikuti petunjuk Allah. Mereka menghalangi orang lain dari jalan Allah dan ingin membelokkannya.
Jenis-jenis kafir (berdasarkan status dan hubungan dengan umat Islam), Kafir Dzimmi yakni orang kafir non-Muslim yang hidup di bawah perlindungan dan pemerintahan Islam. Serta wajib membayar pajak (jizyah) jika mampu. Kafir Harbi yakni orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang umat Islam, sehingga boleh diperangi. Kafir Mu’ahid (atau Ahlul ‘ahd) yakni orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan umat Islam dan tidak boleh diperangi selama perjanjian berlaku.
Menurut pandangan Islam, kafir adalah sebutan untuk orang yang tidak beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW. Atau orang yang mengingkari ajaran dasar Islam setelah mengetahuinya. Kata “kafir” secara harfiah berarti “menutupi” atau “menyembunyikan”. Dalam Al-Qur’an, makna ini meluas menjadi tindakan menutupi atau menolak kebenaran dan nikmat Allah. Secara harfiah berasal dari kata “kafara” yang berarti menutupi atau menyembunyikan. Contohnya, petani yang menutup benih dengan tanah bisa disebut “kafir” dalam makna ini.
Secara syar’i (terminologi agama):
- Mengingkari Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW: Ini adalah inti dari makna kafir. Seseorang yang tidak mengimani keberadaan Allah atau menolak kenabian Muhammad dianggap kafir.
- Mengingkari ajaran Islam yang pasti: Menolak ajaran Islam yang sudah jelas dan pasti, seperti rukun iman atau rukun Islam, merupakan bentuk kekufuran.
- Menolak dan tidak bersyukur atas nikmat Allah: Orang yang tidak beriman kepada Al-Qur’an juga disebut kafir, dan ada pula makna “mengufuri nikmat” Allah.
Jenis-jenis kafir (berdasarkan perlakuan dalam negara Islam):
- Kafir Harbi: Orang kafir yang memusuhi dan memerangi umat Islam.
- Kafir Dzimmi: Warga non-Muslim di negara Islam yang membayar jizyah (pajak khusus) sebagai jaminan perlindungan dan memiliki hak-kewajiban sebagai warga negara.
- Kafir Mu’ahad: Orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan negara Islam.
- Kafir Musta’man: Orang kafir yang mendapat jaminan keamanan sementara di wilayah Islam, seperti diplomat atau turis.
Filosofi
Filosofi “kafir” menurut pandangan Islam memiliki makna luas yang berasal dari kata kufr yang berarti menutupi atau menyembunyikan. Secara umum, kafir adalah orang yang menolak atau tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Namun secara lebih rinci, istilah ini juga dapat merujuk pada tindakan mengingkari nikmat Allah (tidak bersyukur). Menolak kebenaran ajaran Islam, menutupi kebenaran, atau bahkan orang Islam yang secara sengaja meninggalkan shalat.
Secara syariat, kafir adalah mereka yang tidak mengimani Allah dan Nabi Muhammad SAW atau mengingkari ajaran Islam yang pasti berasal dari-Nya. Asal kata kufr adalah “menutupi,”. Sehingga kafir adalah orang yang menutupi petunjuk Allah atau menyembunyikan kebenaran. Kafir juga berarti mengingkari nikmat Allah atau tidak mau berterima kasih kepada-Nya. Orang-orang mengalamatkan kata ini kepada orang yang tidak mau bersyukur. Kita sering menggunakan makna ini untuk merujuk pada orang yang tidak bersyukur atas nikmat Tuhan. Kafir juga bisa berarti menolak kebenaran, kebaikan, dan keadilan secara umum, bukan hanya terbatas pada keyakinan agama. Ini merujuk pada orang yang menghalangi orang lain untuk memeluk atau menjalankan agama Islam dan menghalangi jalan Allah secara umum. Dalam beberapa kondisi, seseorang bisa menganggap seorang Muslim “kafir” (dalam arti tidak taat) jika ia meninggalkan rukun Islam yang paling mendasar, yaitu shalat.
Kesimpulan kafir menurut pandangan Islam adalah orang yang menutup atau menolak kebenaran mengenai Allah dan risalah-Nya, baik melalui keyakinan, perkataan, maupun perbuatan. Secara umum, ini adalah orang yang tidak beriman kepada Allah sebagai Tuhan dan Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya. Namun, maknanya bisa lebih luas, mencakup penolakan terhadap ajaran Islam yang pasti, ingkar nikmat, atau bahkan meninggalkan kewajiban agama seperti salat. (mengutip dari berbagai sumber)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
