Khazanah
Beranda » Berita » Rukun Wajib Shalat Menurut Kitab Irsyadul ‘Ibad

Rukun Wajib Shalat Menurut Kitab Irsyadul ‘Ibad

Ilustrasi santri sedang shalat dengan kitab Irsyadul Ibad di sampingnya.
Ilustrasi realistik santri shalat di ruang pesantren dengan kitab kuning terbuka di atas meja di sampingnya, cahaya keemasan hangat masuk dari jendela kayu

Surau.co. Shalat menjadi ibadah pertama yang Allah hisab pada hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda:

أَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ، فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ.
“Amalan pertama yang akan dihisab pada hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik, maka ia beruntung dan selamat. Jika shalatnya rusak, maka ia celaka dan rugi.” (HR. Tirmidzi)

Bagi santri, kalimat ini tidak hanya menjadi hafalan, tetapi juga membangkitkan kesadaran. Mereka memandang shalat bukan sekadar kewajiban, melainkan mi‘raj spiritual harian—tempat seorang hamba menemui Tuhannya.

Karena itu, kita perlu memahami dan menjaga setiap rukunnya agar ibadah ini sah. Tanpa rukun, seseorang hanya melakukan gerakan tanpa ruh. Di sinilah, panduan klasik seperti Irsyadul ‘Ibad ila Sabilir-Rasyad karya Syaikh Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al-Malibari menjadi penting. Kitab ini sudah lama mengisi rak-rak ilmu di pesantren Nusantara.

Rukun Shalat Menurut Kitab Irsyadul ‘Ibad

Dalam Irsyadul ‘Ibad, Syaikh Zainuddin menjelaskan rukun-rukun shalat dengan bahasa yang padat dan jelas. Beliau merangkum kaidah fiqih mazhab Syafi‘i agar mudah dipahami.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Syaikh Zainuddin al-Malibari menerangkan:

أركانُ الصلاةِ أربعةَ عشرَ: النيّةُ، والقيامُ، وتكبيرةُ الإحرام، وقراءةُ الفاتحة، والركوعُ، والاعتدالُ منهُ، والسجودُ، والجلوسُ بينَ السجدتين، والطمأنينةُ، والترتيبُ، والتشهّدُ الأخيرُ، والجلوسُ لهُ، والصلاةُ على النبيِّ صلى الله عليه وسلم، والتسليمُ.

“Rukun shalat ada empat belas: niat, berdiri, takbiratul ihram, membaca Al-Fatihah, rukuk, i‘tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, thuma’ninah, tertib, tasyahhud akhir, duduk untuk tasyahhud akhir, shalawat kepada Nabi ﷺ, dan salam.”

Keempat belas rukun ini tidak hanya membentuk rangkaian gerakan, tetapi juga menopang kesempurnaan ibadah. Jika kita meninggalkan salah satunya, kita bisa membatalkan shalat. Karena itu, mari menelaahnya satu per satu.

Niat: Awal dari Kesungguhan

Setiap ibadah selalu berangkat dari niat. Rasulullah ﷺ bersabda:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى.
“Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai yang diniatkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam shalat, seseorang melaksanakan niat bersamaan dengan takbiratul ihram di dalam hati. Para santri terus belajar menata niat, bukan sebagai ucapan formal, tetapi sebagai kesadaran penuh: “Aku shalat fardhu karena Allah Ta‘ala.”

Niat menuntun arah ibadah. Karena itu, tanpa niat yang benar, shalat hanya menjadi gerak kosong tanpa makna.

Berdiri Bagi yang Mampu

Berdiri mencerminkan keteguhan seorang hamba. Dalam shalat wajib, seseorang harus berdiri jika mampu. Syaikh Zainuddin menegaskan bahwa orang yang shalat fardhu sambil duduk tanpa uzur, berarti membuat shalatnya tidak sah.

Namun, Islam tetap memberikan keringanan. Jika seseorang sakit atau lemah, ia boleh shalat sambil duduk, berbaring, atau berisyarat—selama hatinya tetap khusyuk. Allah ﷻ berfirman dalam QS. Al-Baqarah [2]:286:

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Takbiratul Ihram: Gerbang Suci Menuju Kehadiran

Seseorang mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat tangan ketika memulai shalat. Takbir ini menjadi gerbang suci yang memisahkan urusan dunia dan ibadah.

Irsyadul ‘Ibad menjelaskan bahwa seseorang wajib melafazkan takbiratul ihram dalam bahasa Arab dengan benar. Kesalahan satu huruf saja bisa mengubah makna. Karena itu, para santri belajar dengan teliti agar ibadah mereka terjaga.

Membaca Al-Fatihah: Inti Shalat

Setiap rakaat, seorang hamba wajib membaca surat Al-Fatihah. Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca Al-Fatihah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Surat ini dinamakan Ummul Kitab karena memuat inti ajaran iman, ibadah, dan doa. Saat membaca “يَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ “, seseorang menegaskan bahwa ia hanya bergantung kepada Allah.

Rukuk dan I‘tidal: Merunduk dan Bangkit dengan Sadar

Rukuk melatih kerendahan hati. Seorang hamba menundukkan punggung sejajar dengan kepala sambil membaca “Subhana rabbiyal ‘azhim”.

Setelah itu, ia berdiri kembali untuk melakukan i‘tidal. Rasulullah ﷺ bersabda:

ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا
“Kemudian bangkitlah hingga engkau berdiri tegak.” (HR. Bukhari)

Dua gerakan ini mengajarkan keseimbangan: tunduk di hadapan Allah, lalu bangkit dengan keyakinan untuk menegakkan kebenaran.

Sujud dan Duduk di Antara Dua Sujud: Puncak Penghambaan

Sujud menghadirkan puncak kedekatan seorang hamba kepada Allah. Dengan  membaca:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

“Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian untuk-Nya”.  (HR. Abu Daud)

Dalam sholat, bacaan ini di baca tiga kali dalam sujud. waktu sujud merupakan waktu yang intim seorang hamba kepada Tuhan-nya

Nabi ﷺ bersabda:

أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ
Posisi paling dekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika ia sujud.” (HR. Muslim)

Setelah sujud, seorang hamba duduk sejenak untuk memohon ampun. Dengan membaca:

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِنِي وَعَافِنِي وَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berikan aku petunjuk, berikan aku kesehatan, dan maafkan aku.”

Kalimat-kalimat dalam doa ini merupakan rangkaian permintaan yang sangat luas cakupannya, semacam peta kebutuhan manusia dari pagi sampai malam, dari dunia hingga akhirat.

Thuma’ninah: Diam Sejenak dengan Makna Mendalam

Banyak orang melakukan shalat dengan tergesa-gesa. Namun, thuma’ninah mengharuskan kita berhenti sejenak di setiap gerakan. Syaikh Zainuddin menjelaskan bahwa tanpa thuma’ninah, seseorang bisa membuat shalatnya tidak sah.

Ketenangan ini tidak hanya berfungsi dalam shalat, tetapi juga dalam hidup. Kita membutuhkan jeda agar bisa merenung, mengatur langkah, dan mengambil keputusan dengan jernih.

Tertib: Menjaga Urutan Agar Tidak Tersesat

Seorang hamba harus melaksanakan rukun shalat secara berurutan. Ia tidak boleh mendahulukan sujud sebelum rukuk. Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ
(Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka bangunan yang kokoh.) (QS. Ash-Shaff [61]: 4)

Tertib dalam shalat menumbuhkan tertib dalam hidup.

Tasyahhud Akhir dan Duduknya: Syahadat yang Diperbarui

Dalam tasyahhud akhir, seorang hamba memperbarui syahadatnya sambil duduk:

لتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَىٰ عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ.

“Segala penghormatan yang penuh berkah, segala doa, dan segala kebaikan adalah milik Allah. Semoga keselamatan, rahmat Allah, dan keberkahan-Nya tercurah kepadamu, wahai Nabi. Semoga keselamatan dilimpahkan kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. Imam al-Baihaqi)

Kitab Irsyadul ‘Ibad menegaskan bahwa seseorang harus duduk hingga tuntas membaca shalawat kepada Nabi ﷺ. Duduk ini melambangkan penyerahan diri total.

Shalawat kepada Nabi ﷺ

Shalawat menjadi penutup yang membawa kedamaian. Allah ﷻ berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
(Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah untuknya dan ucapkanlah salam dengan penghormatan yang sempurna.) (QS. Al-Ahzab [33]:56)

Salam: Kembali ke Dunia dengan Damai

Ketika seseorang mengucapkan salam, ia kembali ke dunia. Ucapan itu tidak hanya menutup ibadah, tetapi juga menyebarkan doa bagi seluruh makhluk.

Para santri mempelajari bahwa setelah salam, tugas ibadah justru dimulai: menyebarkan salam dan kebaikan di kehidupan sehari-hari.

Penutup: Shalat yang Menyatu antara Gerak dan Hati

Rukun shalat tidak hanya berfungsi sebagai aturan teknis, tetapi juga mengakarkan kehadiran batin. Seorang santri yang memahami rukun akan mengerti alasan setiap gerakan dan bacaan. Shalat pun menjadi ibadah yang hidup.

Syaikh Zainuddin al-Malibari mengingatkan dalam Irsyadul ‘Ibad:

الصلاةُ معراجُ المؤمنِ، فمَن لم يعرجْ بها فقد صلّى صورةً لا حقيقةً.
Shalat adalah mi‘raj orang beriman. Barang siapa tidak naik dengannya (tidak menghadirkan hati), maka ia hanya melakukan bentuk tanpa hakikat.

Semoga setiap kali kita berdiri di atas sajadah, kita tidak hanya melaksanakan kewajiban, tetapi juga benar-benar berjumpa dengan Allah dalam kekhusyukan.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University Blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement