Khazanah
Beranda » Berita » Bab Thaharah dalam Fathul Qorib: Menyucikan Diri Sebelum Menyucikan Dunia

Bab Thaharah dalam Fathul Qorib: Menyucikan Diri Sebelum Menyucikan Dunia

Santri berwudhu di pesantren, menggambarkan makna thaharah dalam Fathul Qorib.
Lukisan realis menggambarkan santri berwudhu di pesantren tradisional, air mengalir bening sebagai simbol kesucian jiwa.

Surau.co. Dalam tradisi Islam, bersuci bukan hanya urusan fisik, tapi juga cerminan spiritual.
Kitab Fathul Qorib karya Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Gharabili menempatkan bab thaharah (bersuci) di bagian awal pembahasan fiqihnya.
Pilihan itu bukan kebetulan — karena bagi Ibnu Qasim, tidak ada ilmu, ibadah, atau amal yang bermakna tanpa kebersihan hati dan tubuh.

Sebagaimana air menjadi sumber kehidupan, thaharah adalah sumber kejernihan jiwa.
Ia menjadi gerbang pertama seorang hamba yang ingin mendekat kepada Allah.
Fathul Qorib bukan hanya menjelaskan hukum bersuci, tapi mengajarkan cara agar manusia hidup dengan kesadaran bahwa kesucian adalah fondasi keimanan.

Air dan Makna Kesucian dalam Kehidupan

Dalam awal pembahasannya, Ibnu Qasim menulis:

“الماء طهور لا ينجسه شيء إلا ما غيّر ريحه أو طعمه أو لونه.”
“Air itu suci mensucikan, tidak ternajisi oleh apa pun kecuali jika berubah bau, rasa, atau warnanya.”

Kutipan ini sederhana, namun di baliknya tersimpan filosofi mendalam. Air, dalam pandangan fiqih, adalah sarana bersuci; tetapi dalam pandangan hati, air adalah lambang jiwa manusia.  Selama jiwanya tidak berubah oleh dosa atau kesombongan, ia tetap suci dan memancarkan kebaikan.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Kitab Fathul Qorib mengajarkan kita untuk menjaga diri agar tetap jernih seperti air — tidak keruh karena amarah, tidak bau karena kebencian, dan tidak berubah karena dunia.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, pesan ini relevan: kebersihan bukan sekadar wudhu, tapi juga disiplin moral dan batin.

Thaharah: Menyucikan yang Tampak dan yang Tersembunyi

Dalam bab selanjutnya, Ibnu Qasim menjelaskan bahwa thaharah mencakup dua dimensi: thaharah lahir dan thaharah batin.
Beliau menulis:

“الطهارة قسمان: طهارة عن الحدث وطهارة عن الخبث.”
“Thaharah terbagi menjadi dua: bersuci dari hadats dan bersuci dari najis.”

Secara hukum, hadats adalah kondisi yang menghalangi ibadah, seperti tidak berwudhu atau junub.
Namun secara spiritual, “hadats” dapat dimaknai sebagai keadaan hati yang ternoda oleh ego dan kelalaian.
Adapun “najis” adalah segala hal yang mengotori moral: dusta, dengki, dan kesombongan.

Pesan Ibnu Qasim jelas — sucikan tubuhmu sebelum berdiri di hadapan Allah, dan sucikan hatimu sebelum menilai dunia.
Karena sebagaimana air menghapus kotoran dari kulit, dzikir dan taubat menghapus dosa dari hati.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Wudhu sebagai Simbol Kesadaran Diri

Ibnu Qasim memberi perhatian besar terhadap wudhu, karena ia adalah ibadah kecil dengan makna besar.
Beliau menulis:

“النية شرط في الوضوء، فلا يصح بدونه.”
“Niat adalah syarat dalam wudhu; tanpa niat, ia tidak sah.”

Niat menjadi inti setiap perbuatan. Dalam wudhu, ia menandai kesadaran seseorang bahwa bersuci bukan sekadar membasuh air ke tubuh, tapi proses spiritual untuk membersihkan diri dari kelalaian.

Wudhu mengajarkan disiplin dan kehadiran batin. Saat membasuh tangan, kita diingatkan agar tidak berbuat zalim.
Saat membasuh wajah, kita memohon agar wajah ini bersinar di hadapan Allah.
Dan ketika membasuh kaki, kita berdoa agar langkah ini selalu menuju kebaikan.

Sebagaimana disebut dalam hadis Rasulullah ﷺ:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

“الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ”
“Kebersihan adalah separuh dari iman.” (HR. Muslim)

Hadis ini bukan hanya ajakan menjaga kebersihan fisik, tapi juga perintah untuk menjaga kebersihan batin dari segala hal yang menghalangi iman.

Menjaga Kesucian di Dunia yang Berdebu

Syekh Ibnu Qasim menulis bab thaharah dengan kejelian luar biasa. Ia menyadari bahwa dunia adalah tempat yang berdebu — baik secara fisik maupun moral.
Maka, manusia harus belajar bagaimana tetap bersih di tengah kotoran zaman.

Dalam bagian akhir bab ini, beliau menulis:

“ومن فقد الماء، تيمم بصعيد طيب.”
“Barang siapa tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan debu yang suci.”

Ayat ini diambil dari firman Allah:

“فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ”
(“Maka bertayamumlah dengan tanah yang baik; usapkanlah pada wajah dan tangan kalian.”) – QS. Al-Ma’idah [5]: 6

Maknanya bukan hanya soal hukum pengganti air, tapi juga tentang kemampuan adaptasi dalam menjaga kesucian.
Bila air melambangkan kelapangan, maka debu adalah simbol keteguhan.
Ketika kondisi tidak ideal, manusia tetap bisa suci — selama niatnya tulus dan usahanya benar.

Thaharah dan Dimensi Sosial Kebersihan

Kitab Fathul Qorib tidak berhenti pada aspek ritual. Ia juga mengandung pesan sosial yang mendalam: kebersihan diri adalah tanggung jawab sosial.

Dalam konteks kehidupan bersama, menjaga kebersihan berarti menghormati orang lain. Lingkungan yang kotor mencerminkan jiwa yang abai. Pesan Ibnu Qasim tentang thaharah menjadi sangat relevan di era urban yang menghadapi krisis sampah, polusi, dan pencemaran moral.

Islam, melalui fiqih bersuci, ingin membentuk masyarakat yang sehat secara fisik dan rohani. Karena hanya hati yang bersih yang mampu menciptakan dunia yang damai.

Thaharah Sebagai Jalan Kembali ke Fitri

Pada akhirnya, bab thaharah dalam Fathul Qorib mengajarkan bahwa kebersihan bukan tujuan, tetapi jalan menuju fitrah. Manusia dilahirkan dalam keadaan suci. Maka, setiap bentuk penyucian — dari mandi wajib hingga tayamum — sejatinya adalah proses kembali kepada keadaan asal yang bersih dan tenang.

Kesucian diri menjadi cermin kesucian hati. Dan hati yang suci akan menumbuhkan tindakan yang baik, tutur kata yang lembut, serta kehidupan yang penuh cahaya.

Dalam pandangan Ibnu Qasim, orang yang bersih bukan hanya yang rajin berwudhu, tapi yang menjaga agar pikirannya tidak kotor dan lisannya tidak menyakiti.

Itulah puncak thaharah: kesucian yang meluas dari tubuh ke jiwa, dari pribadi ke dunia.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement