Khazanah
Beranda » Berita » Fathul Qorib: Gerbang Awal Santri Memahami Fiqih dengan Hati yang Tenang

Fathul Qorib: Gerbang Awal Santri Memahami Fiqih dengan Hati yang Tenang

Santri membaca Kitab Fathul Qorib di serambi pesantren Jawa dengan suasana sore yang tenang.
Lukisan suasana santri membaca kitab Fathul Qorib di pesantren tradisional dengan suasana damai.

Surau.co. Dalam tradisi pesantren di Indonesia, nama Fathul Qorib sudah seperti sahabat lama.
Kitab ini menjadi gerbang awal bagi santri yang baru menapaki dunia fiqih — dunia hukum Islam yang tidak hanya berbicara soal halal dan haram, tetapi juga soal niat, akhlak, dan ketenangan jiwa.

Karya monumental Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi al-Gharabili, seorang ulama besar dari Gaza, Palestina, ini ditulis lebih dari lima abad lalu. Namun hingga hari ini, Fathul Qorib al-Mujib fi Syarhi Alfaz at-Taqrib tetap menjadi bahan ajar utama di ribuan pesantren.
Bukan karena bahasanya sederhana semata, melainkan karena jiwa kitab ini hidup — lembut, mendidik, dan menuntun dengan kasih.

Latar Keilmuan dan Tujuan Penulisan Fathul Qorib

Sang penulis, Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi, adalah seorang alim madzhab Syafi‘i yang dikenal rendah hati dan sangat mencintai ilmu. Dalam mukadimah kitabnya, beliau menulis dengan penuh ketulusan:

“فإني لما رأيت كثيرًا من الطلبة قد اشتغلوا بمختصر الشيخ أبي شجاع في الفقه، أحببت أن أشرح لهم ألفاظه شرحًا يقرب عليهم معانيه.”
“Aku melihat banyak pelajar mempelajari ringkasan fiqih karya Syaikh Abu Syuja‘, maka aku ingin menjelaskan maknanya agar mudah mereka pahami.”

Dari kalimat itu, tampak bahwa Fathul Qorib lahir dari empati seorang guru kepada muridnya.
Ia bukan karya yang ditulis untuk menguji kecerdasan, tetapi untuk membimbing dengan kelembutan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Inilah salah satu alasan mengapa kitab ini bertahan ratusan tahun: ia bukan sekadar kumpulan hukum, tapi tanda kasih ilmu.

Struktur Kitab yang Sederhana Tapi Bernilai Dalam

Kitab Fathul Qorib mencakup seluruh pokok pembahasan fiqih madzhab Syafi‘i:
dari ibadah seperti bersuci, shalat, zakat, puasa, dan haji; hingga muamalah seperti jual beli, nikah, waris, dan jinayah (hukum pidana).

Namun yang membuat kitab ini istimewa bukan hanya luasnya cakupan, melainkan cara penyampaian yang halus dan manusiawi.
Ibnu Qasim menulis dengan struktur yang runtut dan kalimat yang ringkas, sehingga pelajar pemula bisa mengikuti logika fiqih tanpa kehilangan makna spiritual di baliknya.

Bab pertama adalah tentang thaharah (bersuci), bukan tanpa alasan.
Dalam pandangan beliau, kesucian adalah pintu bagi seluruh amal ibadah.

“الماء طهور لا ينجسه شيء إلا ما غيّر ريحه أو طعمه أو لونه.”
“Air itu suci mensucikan, tidak ternajisi oleh apa pun kecuali jika berubah bau, rasa, atau warnanya.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Air menjadi simbol manusia: selama hatinya tidak berubah oleh dosa dan kesombongan, ia tetap suci.
Begitulah cara Fathul Qorib mengajarkan fiqih — tidak kaku, tapi penuh renungan.

Shalat dan Makna Ketenangan Jiwa

Shalat menempati posisi utama dalam kitab ini.
Dalam salah satu bagiannya, Ibnu Qasim menulis dengan nada lembut namun tegas:

“الصلاة عماد الدين، من أقامها فقد أقام الدين، ومن تركها فقد هدم الدين.”
“Shalat adalah tiang agama. Siapa yang menegakkannya, menegakkan agama; siapa yang meninggalkannya, meruntuhkan agama.”

Shalat dalam Fathul Qorib tidak hanya dipaparkan secara teknis, tetapi juga sebagai latihan jiwa.
Ia adalah dialog antara manusia dan Allah — pertemuan harian antara hamba yang lemah dengan Tuhan yang Maha Pengasih.

Santri di pesantren sering diajarkan untuk tidak hanya hafal gerakan shalat, tapi juga menangkap ruh ketenangan di dalamnya.
Fiqih dalam kitab ini adalah ilmu yang membimbing, bukan aturan yang mengekang.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Zakat dan Puasa: Ibadah yang Menyucikan Harta dan Jiwa

Dalam bab zakat, Ibnu Qasim menulis:

“الزكاة طهرة للأموال، وزيادة في البركة.”
“Zakat adalah penyuci harta dan penambah keberkahan.”

Zakat dalam Fathul Qorib bukan semata kewajiban sosial, melainkan ibadah hati.
Harta bukan untuk disimpan, tetapi untuk dibagikan agar tumbuh menjadi keberkahan.

Sementara dalam bab puasa, beliau menulis:

“الصوم جنة من النار، ورياضة للنفس.”
“Puasa adalah perisai dari neraka dan latihan bagi jiwa.”

Kalimat ini menggambarkan pandangan spiritual yang mendalam:
bahwa puasa tidak hanya menahan lapar, tetapi juga menyembuhkan hati dari kerakusan.
Di sini, Fathul Qorib mengajarkan hubungan antara hukum dan hikmah — antara perintah dan cinta.

Fiqih Kehidupan: Muamalah dan Akhlak Sosial

Bagian berikutnya dari Fathul Qorib membahas muamalah — hubungan manusia dengan sesama: jual beli, pinjaman, nikah, waris, dan sebagainya.
Menariknya, setiap pembahasan dimulai dari prinsip niat dan kerelaan.

“العقود مبنية على التراضي، والنيات أساس الأعمال.”
“Setiap akad dibangun atas kerelaan, dan niat adalah dasar dari setiap amal.”

Ibnu Qasim ingin menegaskan bahwa syariat Islam tidak kaku.
Ia lahir untuk menegakkan keadilan dan kasih sayang, bukan untuk mengekang kebebasan manusia.
Hukum, dalam pandangan beliau, harus selalu berakar pada kemanusiaan.

Nilai yang Relevan di Zaman Modern

Meski ditulis pada abad ke-15, Fathul Qorib tetap relevan di tengah dunia digital yang serba cepat.
Pesannya sederhana: kebersihan hati, ketenangan ibadah, dan keadilan sosial adalah fondasi kehidupan beragama.

Santri yang membaca kitab ini bukan hanya belajar hukum, tetapi juga belajar merenung.
Mereka memahami bahwa beragama tidak harus tergesa-gesa; justru perlu dilandasi kesabaran, adab, dan ketulusan.

Di era modern ini, Fathul Qorib seakan menjadi oase — mengingatkan kita untuk melambat di tengah kebisingan informasi, dan mendengarkan kembali suara lembut fiqih yang menenangkan.

Penutup: Jalan Ilmu yang Menyentuh Hati

Kitab Fathul Qorib bukan sekadar panduan hukum, tetapi cermin bagi perjalanan spiritual seorang santri.
Ia mengajarkan bahwa ilmu yang benar selalu membawa kedamaian.
Bahwa fiqih tidak hanya tentang benar dan salah, tapi juga tentang bagaimana menjadi manusia yang lebih lembut, lebih tenang, dan lebih beriman.

Dari Gaza ke pesantren-pesantren Nusantara, dari abad ke-15 hingga hari ini, Fathul Qorib terus hidup.
Ia bukan sekadar teks, tapi cahaya — yang menuntun setiap santri untuk memahami agama dengan hati yang tenang.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement