Khazanah
Beranda » Berita » Substansi Materi Kitab Fathul Qorib: Fiqih yang Hidup, Menyucikan Akal dan Jiwa

Substansi Materi Kitab Fathul Qorib: Fiqih yang Hidup, Menyucikan Akal dan Jiwa

Santri menyalin Kitab Fathul Qorib di pesantren saat pagi hari.
Santri menyalin Kitab Fathul Qorib di pesantren saat pagi hari.

Surau.co. Substansi materi Fathul Qorib – Dalam dunia pesantren, ada satu kitab yang menjadi saksi bisu perjalanan ribuan santri menapaki jalan ilmu. Namanya Fathul Qorib al-Mujib fi Syarhi Alfaz at-Taqrib. Sebuah kitab kecil, berlembar tipis, namun mengandung samudra makna yang tak terhingga.

Karya ulama besar dari Gaza, Syekh Muhammad bin Qasim al-Ghazi, ini bukan sekadar buku hukum fiqih. Ia adalah cermin kehidupan. Melalui hukum-hukum ibadah dan muamalah, Fathul Qorib mengajarkan keseimbangan antara akal, hati, dan amal — antara kesucian dan kemanusiaan.

Maka membicarakan substansi materi Kitab Fathul Qorib sejatinya bukan hanya mengurai struktur babnya, tetapi menyingkap ruh keilmuan yang terkandung di balik tiap kalimat.

Fiqih yang Menyentuh, Bukan Menghakimi

Sebelum masuk ke isinya, penting memahami niat penulisnya. Dalam mukadimah kitab ini, Ibnu Qasim menulis dengan penuh kasih:

“فإني لما رأيتُ كثيرًا من الطلبة قد اشتغلوا بمختصر الشيخ أبي شجاع في الفقه… أحببتُ أن أشرح لهم ألفاظه شرحًا يقرب عليهم معانيه”
“Aku melihat banyak pelajar mempelajari ringkasan fiqih karya Syaikh Abu Syuja‘, maka aku ingin menjelaskan maknanya agar mudah mereka pahami.”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Dari kata “يقرب عليهم معانيه” — mendekatkan makna kepada mereka — terlihat jelas, kitab ini lahir dari empati seorang guru terhadap murid-muridnya.
Ibnu Qasim tidak ingin menakut-nakuti dengan hukum. Ia ingin menghadirkan agama sebagai cahaya, bukan beban.
Itulah sebabnya, di pesantren-pesantren tradisional, Fathul Qorib bukan hanya dibaca, tapi dihayati.

Thaharah: Kesucian sebagai Awal Segalanya

Kitab ini dibuka dengan bab thaharah (bersuci). Namun “bersuci” di sini tidak sekadar soal air dan najis. Ia adalah simbol perjalanan spiritual — dari kotor menuju bersih, dari gelap menuju terang.

Ibnu Qasim menulis dengan jelas:

“الماء طهور لا ينجسه شيء إلا ما غيّر ريحه أو طعمه أو لونه”
“Air itu suci mensucikan, tidak ternajisi oleh apa pun kecuali jika berubah bau, rasa, atau warnanya.”

Air menjadi perumpamaan bagi jiwa manusia. Selama hati tidak berubah karena dosa dan kesombongan, ia tetap suci.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Para kiai sering mengingatkan, bab thaharah bukan sekadar hukum bersuci, melainkan latihan kesadaran. Membersihkan diri bukan hanya fisik, tetapi juga niat, pikiran, dan perasaan.

Shalat: Menegakkan Tiang Kehidupan

Dari bersuci, Fathul Qorib mengajak pembacanya menuju bab shalat — tiang agama. Di sini, Ibnu Qasim memaparkan syarat, rukun, dan tata cara shalat secara sistematis. Tapi di balik teknis itu, ia menyelipkan pesan lembut:

“الصلاة عماد الدين، من أقامها فقد أقام الدين، ومن تركها فقد هدم الدين.”
“Shalat adalah tiang agama. Siapa yang menegakkannya, menegakkan agama; siapa yang meninggalkannya, meruntuhkan agama.”

Kalimat ini bukan hanya peringatan, tapi ajakan. Ia mengingatkan bahwa shalat bukan rutinitas, melainkan nafas kehidupan spiritual.

Dalam tradisi pesantren, pengajian Fathul Qorib pada bab ini sering diwarnai suasana haru. Para santri muda duduk bersila, mendengar dengan khusyuk, seakan setiap kata “shalat” menggetarkan hati mereka untuk kembali memperbaiki diri.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Zakat dan Puasa: Hukum yang Memanusiakan

Bab berikutnya adalah zakat, ibadah yang menautkan manusia dengan sesamanya. Di sini Ibnu Qasim menulis:

“الزكاة طهرة للأموال، وزيادة في البركة.”
“Zakat adalah penyuci harta dan penambah keberkahan.”

Zakat bukan sekadar kewajiban finansial, tapi jalan menuju kemurnian batin. Ia mengajarkan bahwa keberkahan sejati tidak datang dari menimbun, tapi dari berbagi.

Selanjutnya, bab puasa (ṣaum) menjadi latihan spiritual.

“الصوم جنة من النار، ورياضة للنفس.”
“Puasa adalah perisai dari neraka dan latihan bagi jiwa.”

Dua kalimat pendek ini seolah meringkas seluruh filsafat kehidupan Islam: menahan diri, menyucikan jiwa, dan menumbuhkan empati.

Dalam Fathul Qorib, fiqih dan akhlak tidak terpisah. Hukum selalu memiliki jiwa; aturan selalu membawa rahmat.

Haji: Simbol Kepasrahan Total

Bagian haji menjadi bab yang penuh makna. Di sana, Ibnu Qasim menjelaskan manasik secara detail, tapi dengan sentuhan spiritual yang mendalam.

Haji bukan hanya perjalanan fisik, tapi juga perjalanan pulang ke diri sendiri. Saat seseorang mengenakan ihram, ia melepaskan atribut dunia, berdiri di hadapan Tuhan dengan kesederhanaan total.

“الحج المبرور ليس له جزاء إلا الجنة”
“Haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.”

Setiap hukum yang dijelaskan dalam bab ini berakar pada cinta — bukan sekadar perintah, tetapi ajakan menuju keikhlasan.

Muamalah: Fiqih dalam Kehidupan Sosial

Bagian muamalah adalah bukti bahwa Fathul Qorib bukan hanya kitab ibadah, tapi juga panduan sosial. Ia membahas hukum jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, hingga nikah dan waris.

Menariknya, Ibnu Qasim selalu mengawali pembahasan dengan niat dan ridha.

“العقود مبنية على التراضي، والنيات أساس الأعمال.”
“Setiap akad dibangun atas kerelaan, dan niat adalah dasar amal.”

Kalimat ini menegaskan bahwa syariat Islam tidak kaku. Ia memberi ruang bagi keadilan, kejujuran, dan cinta kasih dalam setiap hubungan manusia.
Bagi Ibnu Qasim, hukum tanpa kasih adalah kekeringan. Maka ia menulis dengan hati, bukan sekadar pena.

Jinayah: Keadilan yang Menyembuhkan

Bagian terakhir, jinayah (pidana), menunjukkan sisi lembut dari hukum Islam. Di sini Ibnu Qasim menegaskan bahwa hukuman bukan untuk membalas, tetapi untuk memperbaiki.

“الحدود زواجر وجوابر، فهي تردع وتكفّر.”
“Hukuman hudud adalah pencegah sekaligus penebus dosa.”

Konsep ini memperlihatkan kedalaman pandangan beliau. Bahwa di balik keadilan ada kasih; di balik aturan ada pengampunan.
Fiqih bagi Ibnu Qasim bukan instrumen kekuasaan, melainkan alat penyembuhan bagi jiwa umat.

Kitab yang Menghidupkan Tradisi Pesantren

Di banyak pesantren Jawa dan Madura, Fathul Qorib adalah kitab pertama yang membuat santri merasa “menjadi bagian dari ulama.”
Dengan pena dan makna kecil di pinggir halaman, mereka belajar bukan hanya hukum, tetapi juga kesabaran, ketekunan, dan rasa cinta kepada ilmu.

Di sinilah substansi sejati Fathul Qorib:

  • Ia mendidik hati agar rendah,

  • Akal agar jernih,

  • Lisan agar sopan,

  • Dan tindakan agar bijak.

Kitab ini bukan hanya teks fiqih, tapi cermin kehidupan Islami yang utuh — antara ritual dan moral, antara hukum dan hati.

Penutup: Dari Gaza ke Surau Nusantara

Lima abad telah berlalu sejak Fathul Qorib ditulis di Gaza. Namun hari ini, di Tulungagung, Lirboyo, atau Madura, kitab ini masih dibaca dengan nada yang sama: lembut, penuh hormat, dan berisi doa.

Kitab ini bertahan bukan karena tebalnya halaman, tetapi karena keikhlasan penulisnya.
Ia mengajarkan bahwa ilmu sejati bukan yang rumit, tapi yang menenangkan.
Dan di setiap baris Fathul Qorib, kita menemukan bukan hanya hukum, tapi keindahan iman yang hidup di tengah keseharian.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement