SURAU.CO. Hukum mencium tangan santri (guru) adalah sunnah (dianjurkan) jika dilakukan karena penghormatan terhadap ilmu, kesalehan, dan ketakwaan mereka. Para ulama menetapkan hukum makruh bagi perbuatan yang didorong oleh keinginan akan kekuasaan, kedudukan, atau kekayaan duniawi.Umat Islam menjalankan tradisi ini sebagai bentuk ta’zhim dan tawadhu (rasa hormat dan rendah hati) yang memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam, namun pelaksanaannya tidak boleh berlebihan atau bertujuan mengkultuskan.
Syariat Islam menghukumi sunnah
- Ketika mencium tangan seorang santri (guru) karena rasa hormat terhadap ilmu, kesalehan, dan ketakwaannya.
- Ini merupakan bentuk adab dan penghormatan, serta merupakan cara untuk mencari keberkahan (tabarruk).
- Para ulama sepakat bahwa tindakan ini dianjurkan, sebagaimana dicontohkan oleh para sahabat Nabi kepada beliau dan kepada ulama lainnya.
Syariat Islam menghukumi makruh
- Ketika alasan mencium tangan adalah karena kekayaan, kedudukan, atau kekuasaan duniawi orang tersebut.
- Mencium tangan karena tujuan yang tidak baik, seperti mengagungkan secara berlebihan.
- Melakukan hal tersebut secara berlebihan juga tidak direkomendasikan.
Penting untuk diperhatikan
- Kita tidak boleh berlebihan saat mencium tangan, karena tindakan tersebut akan menghilangkan esensi penghormatan yang sesungguhnya.
- Jika mencium tangan lawan jenis yang bukan mahram karena alasan penghormatan, mayoritas ulama tetap menghukuminya haram.
Hukum Mencium Santri Lawan Jenis
Hukum mencium santri lawan jenis dalam Islam adalah haram karena termasuk perbuatan yang menjurus pada zina, terutama jika tidak termasuk mahram. Hal ini berlaku secara umum baik dengan adanya syahwat maupun tidak, dan merupakan larangan untuk mendekati zina.
- Bukan mahram: Mencium lawan jenis yang bukan mahram (misalnya teman, bukan keluarga dekat) adalah haram karena perbuatan tersebut termasuk kategori muqaddimāt az-zinā atau jalan menuju zina.
- Termasuk segala jenis sentuhan: Larangan ini mencakup berbagai bentuk sentuhan seperti berjabat tangan secara langsung tanpa alas, berpelukan, apalagi mencium.
- Perbedaan pandangan (dalam konteks tertentu): Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai bentuk lain, seperti mencium tangan. Namun, ini berbeda dengan mencium secara langsung.
- Mencium tangan: Bisa sunnah jika tujuannya untuk menghormati guru atau orang saleh karena ilmu dan kesalehan mereka, tetapi haram jika karena alasan duniawi seperti kekayaan atau kedudukan.
- Mencium orang tua/anak: Hukumnya boleh karena mereka termasuk mahram, sehingga sentuhan tidak menjadi masalah.
Filosofi
Dalam Islam, tindakan mencium santri merujuk pada beberapa konteks yang berbeda, masing-masing dengan hukum dan filosofi tersendiri. Di pesantren, orang-orang umumnya menjalankan tradisi mencium tangan (atau kening) sebagai tanda penghormatan, dan memperbolehkan ciuman kasih sayang untuk anak-anak.
-
Mencium Tangan/Kening Guru oleh Santri (Adab dan Penghormatan)
Lingkungan pesantren dan tradisi keislaman di berbagai negara, termasuk Indonesia, menjadikan praktik ini yang paling umum dan dikenal luas.
- Filosofi: Tindakan ini adalah wujud dari tawaduk (kerendahan hati) dan penghormatan seorang murid terhadap gurunya atau ulama. Guru dipandang sebagai pewaris para Nabi dan penjaga ilmu, sehingga memuliakan mereka berarti memuliakan ilmu dan ajaran agama. Mencium tangan juga melambangkan pengakuan terhadap jalur sanad keilmuan yang menghubungkan ilmu dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Hukum: Para ulama menyatakan bahwa hukumnya sunnah atau dianjurkan, asalkan niatnya tulus untuk memuliakan ilmu dan kesalehan, bukan karena kekayaan atau jabatan. Para sahabat Nabi Muhammad SAW juga pernah mencium tangan dan kaki beliau sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang.
- Batasan: Penting untuk menjaga batasan interaksi fisik antara guru dan murid yang berlainan jenis (bukan mahram). Mencium tangan guru lawan jenis secara umum dilarang dalam mayoritas pandangan ulama, karena bisa menimbulkan fitnah atau dorongan syahwat, meskipun beberapa pandangan memperbolehkan dalam kondisi tertentu (misalnya, guru sudah sangat sepuh dan tanpa syahwat).
-
Mencium Santri (Anak-anak) oleh Guru (Kasih Sayang)
Kontekstualisasi mencium santri sebagai anak didik, terutama yang masih kecil.
- Filosofi: Mencium anak kecil, baik di kening atau pipi, adalah ekspresi kasih sayang dan rahmat, serta meneladani perbuatan Nabi Muhammad SAW yang sering mencium cucunya, Hasan dan Husein. Ini adalah cara untuk menunjukkan perhatian dan kepedulian yang merupakan bagian dari etika pengasuhan dalam Islam.
- Hukum: Islam memperbolehkan (mubah) hukum tersebut, bahkan bisa berpahala jika didasari kasih sayang dan mencontoh Nabi.
- Batasan: Tindakan ini harus bebas dari dorongan syahwat. Orang-orang harus menghindari interaksi fisik seperti ciuman di bibir atau pelukan erat dengan anak perempuan yang telah mencapai usia tamyiz (sekitar 4-5 tahun, di mana ia sudah bisa membedakan baik dan buruk) dan bukan mahram, untuk mencegah fitnah dan menjaga batasan syariat.
Secara umum, “mencium santri” dalam tradisi Islam berkaitan dengan penghormatan (mencium tangan guru) atau kasih sayang (mencium anak kecil). Kunci utama dalam hukumnya adalah niat (harus tulus karena Allah dan ilmu) dan mematuhi batasan syariat, terutama terkait jenis kelamin, usia santri, dan ketiadaan syahwat. (mengutip dari berbagai sumber).
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
