SURAU.CO – Setiap manusia pasti pernah merasakan sakit. Baik ringan maupun berat, singkat maupun lama. Sakit adalah bagian dari kehidupan yang tidak bisa dihindari. Namun, bagaimana kita menyikapi sakit itulah yang menentukan apakah rasa sakit itu menjadi beban yang memberatkan, atau justru menjadi ladang pahala dan penghapus dosa. Islam memandang sakit bukan sekadar penderitaan fisik, tetapi juga ujian spiritual yang mengandung hikmah mendalam. Rasulullah ﷺ telah memberikan banyak petunjuk agar seorang Muslim mampu menjadikan sakit sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.
Sakit Adalah Ujian dan Kasih Sayang dari Allah
Sakit bukanlah tanda kebencian Allah kepada hamba-Nya. Justru sebaliknya, sakit bisa menjadi tanda kasih sayang dan perhatian Allah kepada seorang mukmin. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa kelelahan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus sebagian dari dosa-dosanya karenanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa setiap rasa sakit, sekecil apa pun, adalah kesempatan bagi seorang Muslim untuk diampuni dosanya. Betapa luas kasih sayang Allah, hingga sesuatu yang tampak menyakitkan pun bisa menjadi sarana penghapus dosa.
Allah ﷻ juga berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 155)
Ayat ini menegaskan bahwa sakit adalah salah satu bentuk ujian. Ujian bukan berarti murka, tetapi sarana untuk menguji kadar keimanan dan kesabaran seorang hamba. Karena itu, orang beriman tidak boleh berburuk sangka kepada Allah saat diuji dengan rasa sakit.
Sabar, Kunci Agar Sakit Menjadi Pahala
Sakit bisa menjadi penghapus dosa, tetapi juga bisa menambah dosa — tergantung bagaimana seseorang menyikapinya. Jika ia bersabar dan ridha, maka sakitnya bernilai pahala. Namun jika ia mengeluh dan berputus asa, maka ia kehilangan nilai spiritual dari ujian tersebut.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung pada besarnya ujian. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha, maka baginya keridhaan Allah, dan barang siapa murka, maka baginya kemurkaan Allah.”
(HR. Tirmidzi)
Sabar bukan berarti menahan diri tanpa perasaan, tetapi menerima dengan ikhlas ketentuan Allah sambil tetap berusaha mencari kesembuhan. Seorang Muslim boleh berobat, mengeluh secara manusiawi, bahkan menangis, asalkan tidak mengandung penolakan terhadap takdir Allah.
Ketika seorang mukmin sabar, ia tidak hanya mendapat penghapusan dosa, tetapi juga pahala besar atas kesabarannya. Setiap detik rasa sakit yang ia rasakan berubah menjadi butiran pahala yang menumpuk di sisi Allah.
Ridha dan Husnuzan kepada Allah
Selain sabar, ridha terhadap takdir sakit juga merupakan tanda keimanan yang tinggi. Ridha berarti menerima dengan lapang dada, tanpa keluh kesah yang menodai iman. Orang yang ridha menyadari bahwa di balik sakit, pasti ada hikmah dan kebaikan yang Allah siapkan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya seluruh urusannya adalah kebaikan. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika dia tertimpa kesusahan, dia bersabar, maka itu juga baik baginya.”
(HR. Muslim)
Husnuzan (berbaik sangka) kepada Allah sangat penting dalam menghadapi sakit. Jangan berpikir bahwa Allah menzalimi kita. Bisa jadi, dengan sakit itu Allah ingin membersihkan hati, menghapus dosa, atau mengangkat derajat kita di sisi-Nya. Betapa banyak orang yang justru menjadi lebih dekat dengan Allah karena sakit yang dialaminya.
Sakit Sebagai Pengingat dan Penebus Dosa
Kadang manusia terlalu sibuk dengan dunia hingga lupa kepada Tuhannya. Sakit menjadi cara lembut Allah untuk memanggil hamba-Nya agar kembali mengingat-Nya. Sakit menundukkan kesombongan, menumbuhkan rasa butuh kepada Allah, dan melembutkan hati yang keras.
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah berkata:
“Andai saja tidak ada penyakit dan musibah, niscaya manusia akan sombong dan melampaui batas. Namun dengan sakit, Allah menjadikan mereka rendah hati dan kembali kepada-Nya.”
Ketika tubuh lemah, barulah kita menyadari betapa besar nikmat sehat. Dengan demikian, sakit menjadi media untuk memperbanyak istighfar, introspeksi diri, dan memperbaiki amal. Setiap sakit yang diterima dengan sabar dan ridha dapat menggugurkan dosa-dosa yang lalu, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
“Musibah akan terus menimpa seorang mukmin, baik pada dirinya, anaknya, maupun hartanya, hingga ia bertemu Allah dalam keadaan tidak memiliki dosa sedikit pun.”
(HR. Tirmidzi)
Memanfaatkan Waktu Sakit untuk Mendekat kepada Allah
Sakit bukan alasan untuk lalai dari ibadah. Justru di saat sakit, ibadah bisa lebih bernilai karena dilakukan dengan penuh perjuangan. Allah melihat bukan hanya hasilnya, tetapi juga usaha dan kesungguhan.
Saat tubuh tak mampu berdiri, kita bisa shalat sambil duduk atau berbaring. Ketika lisan lemah, dzikir bisa dilakukan dalam hati. Ketika tidak bisa bekerja seperti biasa, doa dan istighfar bisa menjadi amalan utama. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila seorang hamba sakit atau bepergian, maka dicatat baginya pahala seperti ketika ia sehat dan tinggal di rumah.”
(HR. Bukhari)
Ini menunjukkan kemurahan Allah. Bahkan ketika tidak bisa beramal sebagaimana biasanya karena sakit, pahala tetap mengalir sebagaimana saat sehat — selama sebelumnya ia terbiasa beramal.
Sakit Sebagai Jalan Menuju Derajat yang Lebih Tinggi
Tidak semua dosa terhapus hanya dengan istighfar atau amal saleh. Ada kalanya Allah ingin mengangkat derajat seorang hamba dengan ujian sakit. Karena pahala kesabaran menghadapi sakit bisa melebihi pahala amal biasa.
Dalam hadis riwayat Ahmad menyebutkan:
“Sesungguhnya seorang hamba memiliki kedudukan di sisi Allah yang tidak dapat dicapai dengan amalnya. Maka Allah terus mengujinya dengan sesuatu yang ia benci hingga ia mencapainya.”
Artinya, bisa jadi Allah memberi sakit agar kita mendapat derajat surga yang tinggi. Maka jangan tergesa-gesa memohon agar sakit segera diangkat tanpa makna. Doakan agar Allah memberi kesembuhan yang membawa pahala dan kebaikan, bukan hanya kesehatan tanpa hikmah.
Agar Sakit Bernilai Ibadah dan Pahala
Agar sakit benar-benar menjadi penghapus dosa dan ladang pahala, seorang Muslim perlu memperhatikan beberapa hal penting:
- Bersabar dan tidak mengeluh berlebihan.
Mengeluh hanya akan mengurangi pahala dan menambah penderitaan hati. - Tetap berbaik sangka kepada Allah.
Yakini bahwa Allah lebih tahu apa yang terbaik. - Perbanyak doa dan dzikir.
Doa orang sakit sangat mustajab. Rasulullah ﷺ menganjurkan membaca:
“Allahumma rabbannas adzhibil ba’sa, isyfi anta asy-syafi, la syifa’a illa syifa’uka, syifa’an la yughadiru saqama.”
(Ya Allah, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah, Engkaulah Yang Maha Menyembuhkan, tiada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.) - Gunakan kesempatan sakit untuk muhasabah.
Tanyakan kepada diri sendiri, apakah kita selama ini terlalu lalai dalam beribadah? - Berobatlah sebagai bentuk tawakal.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Berobatlah kalian, karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya.” (HR. Abu Dawud) - Ridha dengan takdir Allah.
Ini adalah puncak keimanan, menerima keputusan Allah dengan lapang dada.
Jadikan Sakit Sebagai Jalan Menuju Surga
Sakit adalah bagian dari rahmat Allah. Ia bisa menjadi penghapus dosa, penambah pahala, dan pengangkat derajat — asalkan kita menerimanya dengan sabar, ikhlas, dan penuh ridha. Jangan biarkan sakit hanya menjadi penderitaan fisik, tetapi jadikan ia kesempatan emas untuk memperbaiki diri dan mendekat kepada Allah.
Ketika seorang mukmin meninggal dalam keadaan sakit dengan penuh kesabaran dan keimanan, maka ia termasuk orang yang meninggal dalam keadaan mulia. Sebab, Allah mencatat setiap detik rasa sakitnya sebagai pahala tanpa batas.
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar: 10)
Maka, janganlah menganggap sakit sebagai musibah semata. Pandanglah ia sebagai surat cinta dari Allah — yang di balik perihnya tersimpan kebaikan yang tak ternilai. Karena di ujung sabar dan ridha, ada ampunan, rahmat, dan surga yang Allah janjikan bagi hamba-hamba-Nya yang tabah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
