Surau.co. Dalam setiap perjalanan hidup, manusia berjalan di antara dua arah batin: rasa takut dan harapan. Ia takut akan murka Tuhan, namun juga berharap pada rahmat-Nya. Ketegangan spiritual ini tergambar indah dalam Surah Yasin hingga Az-Zumar, dua surah yang menggambarkan hubungan mendalam antara peringatan dan harapan dalam kehidupan manusia.
Melalui karya monumental Tafsir al-Jalalain, dua ulama besar, Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, menguraikan makna ayat-ayat tersebut dengan keseimbangan antara ketegasan dan kelembutan. Tafsir mereka mengajak manusia untuk tidak hanya membaca ayat-ayat ini sebagai teks, tetapi sebagai cermin kehidupan: penuh ujian, kesadaran, dan rahmat yang tiada batas.
Peringatan yang Menghidupkan Kesadaran
Surah Yasin dimulai dengan peringatan lembut yang mengandung hikmah besar. Allah berfirman:
« إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ »
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) hanya memberi peringatan kepada orang yang mau mengikuti peringatan dan takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih walau tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (Yasin: 11)
Dalam Tafsir Jalalain, Imam al-Mahalli menafsirkan bahwa ayat ini menggambarkan dua tipe hati manusia: hati yang hidup dan hati yang mati. Hati yang hidup akan tersentuh oleh peringatan, sementara hati yang mati tidak akan merasakan apa-apa meski ayat dibacakan kepadanya.
Namun menariknya, Jalalain juga menegaskan bahwa peringatan bukan untuk menakut-nakuti semata. Ia adalah bentuk kasih sayang Allah, sebagaimana dokter memperingatkan pasien agar menjauhi penyakit. Maka, setiap ancaman dalam Al-Qur’an selalu diiringi peluang untuk berubah, untuk kembali kepada kebaikan.
Dalam konteks kehidupan modern, peringatan sering disalahpahami sebagai bentuk tekanan moral. Padahal, dalam tafsir Jalalain, peringatan adalah cahaya kesadaran yang menyelamatkan manusia dari kehancuran spiritual. Sebab, tak ada yang lebih menakutkan dari hati yang tak lagi mampu merasakan panggilan kebenaran.
Harapan yang Tidak Pernah Padam
Dalam Surah Yasin ayat 82, Allah berfirman:
« إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَن يَقُولَ لَهُ كُن فَيَكُونُ »
“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah!’ maka terjadilah.”
Imam as-Suyuthi dalam Tafsir Jalalain menjelaskan bahwa ayat ini bukan hanya tentang kekuasaan Allah menciptakan, tetapi juga tentang harapan bagi manusia yang terpuruk. Sebab, dalam satu kehendak Allah, sesuatu yang mustahil bisa menjadi mungkin.
Ayat ini menjadi sumber optimisme spiritual: tidak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, tidak ada kesalahan yang terlalu dalam untuk diperbaiki. Dalam kehidupan sehari-hari, ketika seseorang merasa gagal, kehilangan arah, atau terjebak dalam kesalahan masa lalu, ayat ini datang sebagai pelukan kasih yang lembut: Allah tidak memerlukan waktu lama untuk mengubah keadaanmu.
Bagi Jalalain, harapan dalam ayat ini bukanlah janji kosong. Ia adalah panggilan untuk bertindak, berusaha, dan memperbaiki diri. Karena dalam setiap “Kun fayakūn”, ada kerja hati yang harus dimulai oleh manusia.
Peringatan sebagai Cermin Diri
Beranjak ke Surah Az-Zumar, peringatan Allah semakin kuat, namun tetap penuh kasih. Dalam ayat 53, Allah berfirman:
« قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا »
“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.”
Dalam Tafsir Jalalain, Imam al-Mahalli menulis bahwa ayat ini adalah ayat paling penuh harapan dalam Al-Qur’an. Ia diturunkan untuk menegaskan bahwa dosa sebesar apa pun tidak akan menutup jalan bagi taubat. Bahkan, bagi orang yang merasa dirinya terlalu kotor untuk berdoa, Allah justru memanggil dengan penuh kasih: “Wahai hamba-Ku…”
Fenomena ini sering terlihat dalam kehidupan: banyak orang berhenti berdoa karena merasa tak pantas. Mereka berpikir dosa mereka terlalu berat. Jalalain menolak pandangan itu. Ia menulis bahwa rahmat Allah selalu lebih luas daripada murka-Nya. Peringatan bukan untuk menghukum, melainkan untuk menghidupkan kembali harapan yang padam.
Harapan dan Peringatan: Dua Sayap Jiwa
Dalam Surah Az-Zumar ayat 9, Allah bertanya dengan nada lembut:
« أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ »
“Apakah orang yang beribadah di waktu malam, sujud dan berdiri, karena takut akan (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya (sama dengan orang yang tidak demikian)?”
Imam as-Suyuthi menafsirkan bahwa ayat ini menampilkan keseimbangan spiritual: seorang mukmin sejati adalah yang “takut” sekaligus “berharap”. Takut menjaganya dari kelalaian, sementara harapan membawanya kepada cinta dan keteguhan.
Tafsir Jalalain menambahkan bahwa keseimbangan ini adalah rahasia ketenangan jiwa. Orang yang hanya takut akan mudah putus asa, dan orang yang hanya berharap akan mudah lalai. Tapi mereka yang menggabungkan keduanya hidup dengan bijak: penuh kesadaran dan penuh harapan.
Dalam fenomena sehari-hari, keseimbangan ini sering terabaikan. Manusia terlalu sibuk dengan dunia hingga melupakan akhirat, atau sebaliknya, terlalu takut pada neraka hingga kehilangan rasa syukur. Jalalain mengajarkan bahwa hidup beriman adalah tentang berjalan di antara dua kutub — takut dan cinta — dengan hati yang tenang.
Pelajaran Spiritualitas dari Tafsir Jalalain
Dari tafsir dua surah ini, kita dapat menarik empat pelajaran mendalam:
- Peringatan adalah bentuk cinta, bukan ancaman. Ia menuntun manusia agar tidak terjatuh lebih jauh.
- Harapan adalah kekuatan iman. Ia menghidupkan semangat untuk terus memperbaiki diri.
- Taubat selalu terbuka. Tak ada pintu yang tertutup selama hati masih mau kembali.
- Keseimbangan adalah kunci. Takut dan harapan harus berjalan beriringan agar iman tetap stabil.
Dalam pandangan Jalalain, Al-Qur’an adalah kitab keseimbangan. Ia menegur agar manusia sadar, dan menghibur agar manusia tidak tenggelam dalam kesedihan. Itulah sebabnya, membaca Tafsir Jalalain atas Surah Yasin dan Az-Zumar seperti membaca surat cinta dari Tuhan — keras dalam teguran, lembut dalam kasih sayang.
Penutup: Menghidupkan Jiwa di Antara Takut dan Cinta
Tafsir al-Jalalain atas Surah Yasin hingga Az-Zumar mengajarkan bahwa iman adalah perjalanan jiwa antara peringatan dan harapan. Allah tidak ingin menakuti, tetapi menyadarkan. Ia tidak hanya menguji, tetapi juga menguatkan.
Setiap manusia pasti jatuh dalam dosa, namun selalu ada ruang untuk bangkit. Karena sebagaimana Jalalain tulis dalam tafsirnya, “Allah tidak menolak orang yang datang, bahkan ketika ia datang dengan hati yang hancur.”
Hidup bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang terus kembali. Karena pada akhirnya, peringatan dan harapan adalah dua tangan kasih Tuhan yang menuntun manusia pulang kepada-Nya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
