Surau.co. Hidup manusia tidak hanya diukur dari panjang usia, tetapi dari seberapa bermakna langkah-langkahnya. Dalam pandangan Tafsir al-Jalalain karya Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, keimanan dan amal saleh menjadi fondasi yang membentuk manusia yang berakal, beretika, dan bertanggung jawab di hadapan Allah.
Dua surah besar, Al-Mu’minun dan An-Nur, menghadirkan peta spiritual yang menuntun manusia agar tidak berhenti pada ucapan iman, tetapi mengubahnya menjadi tindakan nyata. Jalalain menafsirkan ayat-ayat dari kedua surah ini dengan jernih, menunjukkan bahwa iman sejati harus hidup dalam amal saleh, dan amal saleh membuktikan kejujuran iman seseorang.
Keimanan Sejati: Antara Keyakinan dan Gerak
Surah Al-Mu’minun dibuka dengan kabar gembira yang menjadi inti ajaran Islam. Allah berfirman:
« قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ »
Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. (Al-Mu’minun: 1)
Menurut Jalalain, keberuntungan itu berarti keberhasilan dunia dan akhirat — bukan dari harta, melainkan dari ketenangan dan ridha Allah.
Ayat berikut menggambarkan ciri orang beriman:
« الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ »
(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Mu’minun: 2)
Kekhusyukan, menurut Jalalain, lahir dari kesadaran batin yang menuntun akhlak di luar ibadah. Orang yang khusyuk tetap mengingat Allah di pasar, di jalan, dan di tempat kerja.
Kini banyak orang memisahkan antara iman dan perilaku sosial. Padahal, Jalalain menegaskan bahwa iman sejati menuntut keselarasan antara keyakinan dan tindakan. Iman tanpa amal hanya menjadi bayangan kosong yang tak menyentuh kehidupan nyata.
Amal Saleh sebagai Cermin Iman
Setelah menjelaskan makna iman, Surah Al-Mu’minun menegaskan pentingnya amal saleh dalam menjaga keseimbangan hidup. Allah berfirman:
« وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ »
Dan orang-orang yang menunaikan zakat. (Al-Mu’minun: 4)
Kata fa‘ilūn menunjukkan kesungguhan. Amal saleh tidak dilakukan sekadar rutinitas, tetapi sebagai ungkapan syukur dan kesadaran bahwa harta hanyalah titipan Allah.
Jalalain menafsirkan bahwa zakat menumbuhkan empati, menghapus kesenjangan, dan menjaga keseimbangan sosial. Orang beriman tidak akan merasa tenang ketika saudaranya kelaparan sementara dirinya berlimpah.
Di dunia modern yang cenderung individualistik, makna amal sering menyempit menjadi tindakan pribadi. Padahal, hakikat amal saleh bersifat sosial — menumbuhkan kasih, membangun solidaritas, dan memperkuat iman bersama.
Keseimbangan antara Iman dan Etika Sosial
Surah An-Nur menggambarkan bagaimana iman harus tampak dalam perilaku sosial yang bersih dan bermartabat. Salah satu ayat yang sering diulas Jalalain berbunyi:
« اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ »
Allah adalah cahaya langit dan bumi. (An-Nur: 35)
Imam as-Suyuthi menjelaskan bahwa cahaya tersebut adalah petunjuk dan kebenaran. Allah menerangi hati orang beriman dengan ilmu, hikmah, dan akhlak yang lembut. Hati yang diterangi iman menyinari sekitarnya seperti pelita dalam ruang gelap.
Jalalain menegaskan bahwa iman bukan hanya pengakuan, melainkan cahaya yang menuntun tindakan. Orang beriman tidak menebar fitnah atau kedengkian; ia menebar keteduhan lewat tutur dan akhlaknya.
Realitas hari ini memperlihatkan jurang antara pengetahuan dan moral. Banyak orang memahami agama, tetapi belum menjiwai akhlaknya. Jalalain mengingatkan: ilmu tanpa iman hanya menerangi sesaat, sedangkan iman tanpa amal menutup cahaya itu sendiri.
Menjaga Kehormatan dan Kesucian
Salah satu pembahasan panjang dalam Tafsir Jalalain terhadap Surah An-Nur adalah tentang menjaga kehormatan diri dan masyarakat. Allah berfirman:
« قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ »
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman agar mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30)
Imam al-Mahalli menjelaskan bahwa menahan pandangan menjadi langkah pertama dalam menjaga kehormatan. Amal ini melindungi kesucian jiwa dan menegakkan moralitas.
Di era digital yang sarat godaan visual, pesan ini terasa sangat relevan. Jalalain menekankan pentingnya pengendalian diri dan tanggung jawab moral. Keimanan yang kuat melahirkan ketenangan, bukan sekadar menjauhkan dari dosa, tetapi juga memelihara kedamaian batin.
Amal Saleh dan Bangunan Peradaban
Kedua surah ini saling melengkapi. Al-Mu’minun menumbuhkan fondasi spiritual, sementara An-Nur menegakkan etika sosial. Iman tanpa amal melahirkan kesalehan yang kering, sedangkan amal tanpa iman menjadikan tindakan kehilangan makna.
Dalam kehidupan masyarakat, amal saleh harus berorientasi ke dua arah: ke atas sebagai bentuk penghambaan kepada Allah, dan ke samping sebagai kepedulian terhadap sesama. Dari sinilah peradaban tumbuh dengan dasar iman yang hidup.
Jalalain menafsirkan ayat An-Nur 55:
« وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ »
Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal saleh di antara kamu bahwa Dia akan menjadikan mereka berkuasa di bumi.
Imam as-Suyuthi menafsirkan bahwa kekuasaan di sini bukan dominasi, melainkan amanah untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan. Keadilan tumbuh dari iman, dan kesejahteraan lahir dari amal saleh yang ikhlas.
Penutup: Iman yang Menggerakkan Dunia
Melalui Tafsir al-Jalalain, kita belajar bahwa iman dan amal saleh adalah dua sayap kehidupan. Iman memberi arah, amal memberi gerak. Tanpa iman, amal kehilangan ruh; tanpa amal, iman kehilangan bukti.
Di tengah zaman yang serba cepat, pesan ini terasa semakin kuat: iman sejati tidak berhenti di sajadah, tetapi bergerak di pasar, di kantor, dan di rumah. Ia tampak dalam tutur, dalam tindakan, dan dalam cara kita memperlakukan sesama.
Jalalain mengingatkan, “Cahaya Allah tidak akan padam selama manusia menjaga iman dan amalnya dengan ikhlas.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
