Khazanah
Beranda » Berita » Islam Tidak Mengenal Rasisme

Islam Tidak Mengenal Rasisme

Islam Tidak Mengenal Rasisme
Islam Tidak Mengenal Rasisme.Islam adalah agama rahmat dan keadilan. Ia datang untuk menghapuskan kezaliman, termasuk kezaliman dalam bentuk rasisme. Ilustrasi Gambar : SURAU.CO

SURAU.CO – Salah satu nilai agung yang dibawa oleh Islam adalah persaudaraan universal. Islam datang bukan hanya untuk satu bangsa, satu suku, atau satu warna kulit. Islam adalah agama yang diturunkan untuk seluruh umat manusia tanpa memandang ras, warna kulit, bahasa, atau status sosial. Dalam Islam, kemuliaan seseorang tidak diukur dari keturunan atau kekayaan, tetapi dari ketakwaannya kepada Allah. Karena itu, Islam sama sekali tidak mengenal rasisme, bahkan memeranginya dengan tegas.

Ajaran Islam yang Universal

Ketika Allah mengutus Nabi Muhammad , beliau tidak hanya diutus untuk bangsa Arab, melainkan untuk seluruh manusia. Allah berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. Saba’ [34]: 28)

Ayat ini menegaskan bahwa risalah Islam bersifat universal. Islam bukan milik bangsa tertentu, dan tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan ras. Semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah, dan yang membedakan hanyalah ketakwaan.

Semua Manusia Berasal dari Satu Asal

Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia berasal dari satu asal yang sama, yaitu Nabi Adam dan Hawa. Dalam Al-Qur’an Allah menegaskan:

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

“Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.”
(QS. Al-Hujurat [49]: 13)

Ayat ini adalah deklarasi anti-rasisme paling kuat yang pernah ada. Allah menjelaskan bahwa keberagaman bangsa dan suku bukan untuk saling membanggakan atau merendahkan, tetapi untuk saling mengenal dan menghargai. Perbedaan warna kulit, bahasa, dan budaya hanyalah tanda-tanda kebesaran Allah, bukan alasan untuk sombong atau menindas.

Rasulullah ﷺ dan Teladan Anti-Rasisme

Rasulullah adalah contoh paling sempurna dalam menegakkan prinsip kesetaraan. Beliau tidak pernah memandang seseorang dari warna kulitnya, sukunya, atau status sosialnya. Salah satu peristiwa yang terkenal adalah ketika beliau bersabda dalam Khutbah Wada’ (khutbah perpisahan):

“Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhanmu adalah satu dan bapakmu pun satu. Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas orang non-Arab, dan tidak pula bagi orang non-Arab atas orang Arab; tidak ada keutamaan bagi yang berkulit putih atas yang berkulit hitam, dan tidak pula bagi yang berkulit hitam atas yang berkulit putih, kecuali dengan ketakwaan.”
(HR. Ahmad)

Ucapan ini menunjukkan bagaimana Rasulullah menegaskan prinsip kesetaraan dan menolak segala bentuk diskriminasi rasial. Dalam pandangan Islam, tidak ada tempat bagi rasisme, karena semua manusia setara sebagai makhluk ciptaan Allah.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

Bilal bin Rabah: Simbol Kesetaraan dalam Islam

Salah satu contoh nyata bagaimana Islam menolak rasisme dapat dilihat dalam kisah Bilal bin Rabah, seorang budak berkulit hitam dari Habasyah (Ethiopia). Sebelum masuk Islam, Bilal disiksa dengan kejam oleh tuannya karena ia memeluk agama tauhid. Namun, Rasulullah dan para sahabat membebaskannya, dan Bilal kemudian menjadi salah satu sahabat mulia yang sangat dekat dengan Nabi.

Rasulullah bahkan memberikan kehormatan besar kepada Bilal dengan menjadikannya muazin pertama dalam Islam, orang yang memanggil umat untuk shalat. Padahal, pada masa itu masyarakat Arab sangat memandang rendah budak dan orang berkulit hitam. Namun, Rasulullah justru mengangkatnya ke posisi yang sangat mulia.

Dalam sebuah riwayat, Nabi pernah berkata kepada Bilal:

“Wahai Bilal, aku mendengar suara terompahmu di surga.”
(HR. Muslim)

Kisah Bilal menjadi bukti kuat bahwa Islam menghancurkan tembok rasisme dan memberikan kemuliaan berdasarkan iman dan amal, bukan warna kulit atau keturunan.

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Sahabat Salman al-Farisi dan Suhaib ar-Rumi

Selain Bilal, ada juga Salman al-Farisi (asal Persia) dan Suhaib ar-Rumi (asal Romawi). Keduanya berasal dari bangsa non-Arab, namun mereka mendapat posisi yang tinggi di sisi Rasulullah . Nabi bahkan pernah bersabda tentang Salman:

“Salman adalah bagian dari keluargaku (Ahlul Bait).”
(HR. Thabrani)

Ungkapan ini menunjukkan bahwa dalam Islam, persaudaraan tidak ditentukan oleh darah atau ras, melainkan oleh iman dan ketakwaan. Rasulullah menghapuskan batas-batas etnis, suku, dan bangsa dalam ikatan keislaman yang sejati.

Islam Menghapus Kasta dan Kelas Sosial

Sebelum Islam datang, masyarakat dunia dikuasai oleh sistem kasta dan stratifikasi sosial. Orang kaya memandang rendah orang miskin, bangsawan merendahkan rakyat jelata, dan ras tertentu merasa lebih superior dibanding ras lainnya.

Namun Islam datang menghancurkan semua itu. Dalam pandangan Islam, semua manusia sama dalam hak dan kewajiban. Dalam shalat, misalnya, tidak ada perbedaan tempat antara orang kaya dan miskin, pejabat atau rakyat. Semuanya berdiri sejajar di hadapan Allah.

Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian.”
(HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa nilai seseorang di mata Allah tidak ditentukan oleh status duniawi, tetapi oleh kualitas batin dan amal perbuatannya.

Bahaya Rasisme dalam Pandangan Islam

Rasisme dalam bentuk apa pun merupakan bentuk kesombongan (takabbur) yang sangat dibenci Allah. Kesombongan inilah yang menyebabkan Iblis diusir dari surga. Ketika Allah memerintahkan untuk sujud kepada Adam, Iblis menolak karena merasa dirinya lebih mulia.

“Aku lebih baik daripadanya (Adam). Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”
(QS. Al-A’raf [7]: 12)

Iblis adalah makhluk pertama yang bersikap rasis. Ia menilai dirinya lebih tinggi karena asal penciptaannya berbeda. Maka, siapa pun yang merasa lebih mulia karena ras atau keturunan sejatinya mengikuti sifat Iblis, bukan sifat orang beriman. Rasisme menimbulkan kebencian, perpecahan, dan permusuhan di antara manusia—sesuatu yang bertentangan dengan tujuan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam.

Kesetaraan Dalam Ibadah

Ibadah-ibadah dalam Islam juga mengajarkan nilai kesetaraan dan menolak rasisme. Shalat berjamaah, misalnya, membuat semua orang berdiri sejajar tanpa membedakan pangkat. Puasa mengajarkan solidaritas antara si kaya dan si miskin. Dan ibadah haji adalah simbol paling nyata dari persaudaraan universal.

Ketika berjuta-juta umat Islam dari berbagai bangsa dan warna kulit berkumpul di Tanah Suci dengan pakaian ihram yang sama, semua perbedaan sosial dan rasial hilang. Yang tersisa hanyalah hamba-hamba Allah yang tunduk dan taat kepada-Nya. Pemandangan ini menjadi simbol bahwa di hadapan Allah, manusia adalah sama.

Tantangan Umat Islam Masa Kini

Meskipun Islam secara tegas menolak rasisme, kenyataannya sebagian umat Islam masih terpengaruh oleh pandangan sempit dan budaya diskriminatif. Ada yang memandang rendah suku lain, atau merasa lebih mulia karena keturunan. Padahal, semua itu tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam.

Umat Islam masa kini perlu menghidupkan kembali semangat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim) dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama manusia). Kita harus saling menghormati, saling membantu, dan menegakkan keadilan bagi siapa pun tanpa melihat asal-usulnya.

Rasisme tidak hanya bertentangan dengan Islam, tetapi juga menghalangi kemajuan umat. Persatuan akan terwujud bila kita menghormati keberagaman dan menjadikannya kekuatan, bukan sumber perpecahan.

Islam Mengajarkan Persaudaraan dan Keadilan

Islam adalah agama rahmat dan keadilan. Ia datang untuk menghapuskan kezaliman, termasuk kezaliman dalam bentuk rasisme. Setiap Muslim hendaknya meneladani Rasulullah yang memperlakukan semua manusia dengan adil dan penuh kasih sayang.

Mari kita tanamkan dalam hati bahwa warna kulit, bangsa, dan bahasa bukan ukuran kemuliaan, melainkan bukti kebesaran Allah yang menciptakan keberagaman. Islam mengajarkan kita untuk melihat manusia dengan mata hati, bukan dengan mata kulit.

Jika umat Islam benar-benar mengamalkan ajaran ini, niscaya dunia akan menyaksikan keindahan sejati dari Islam: agama yang menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan persaudaraan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement