Surau.co. Setiap manusia menapaki jalan hidup yang tidak selalu datar. Ada rintangan, kelelahan, dan penyesalan yang mewarnai langkah. Namun di balik setiap perjuangan, selalu ada ruang bagi pengampunan. Dua surah dalam Al-Qur’an — Al-Isra’ dan Al-Kahfi — menghadirkan refleksi mendalam tentang dua hal mendasar itu. Dalam Tafsir al-Jalalain karya Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, kedua surah ini diuraikan dengan ketelitian yang memadukan kedalaman tafsir dan kehangatan spiritual. Melalui tafsir mereka, kita belajar bahwa perjuangan dan pengampunan bukan dua hal yang terpisah, melainkan dua sisi dari satu perjalanan menuju Allah.
Perjalanan yang Menempa Jiwa
Surah Al-Isra’ dibuka dengan ayat yang monumental, yang diulas panjang oleh Imam al-Mahalli dalam Tafsir al-Jalalain:
« سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى »
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.” (Al-Isra’: 1)
Menurut Jalalain, penggunaan kata bi ‘abdihi (hamba-Nya) menegaskan kemuliaan Nabi ﷺ yang diperjalankan secara ruh dan jasad sekaligus, bukan sekadar dalam mimpi. Perjalanan ini bukan hanya mukjizat fisik, tetapi juga simbol perjalanan spiritual manusia dari gelap menuju terang, dari kebingungan menuju pemahaman.
Dalam kehidupan modern, setiap manusia mengalami “Isra’”-nya sendiri — saat harus meninggalkan zona nyaman, menempuh kesulitan, atau menghadapi ketidakpastian. Perjuangan itu, seperti perjalanan Nabi ﷺ, adalah bagian dari pendidikan spiritual. Jalalain menafsirkan, bahwa “perjalanan malam” melambangkan ujian yang sunyi — momen ketika manusia hanya bisa bersandar pada Allah karena dunia tampak gelap.
Perjuangan yang Tidak Selalu Tampak Hebat
Menariknya, dalam tafsir Al-Isra’ ayat 7, Imam as-Suyuthi menyoroti pesan moral yang kuat:
« إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا »
“Jika kamu berbuat baik, maka (kebaikan) itu untuk dirimu sendiri; dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu pun untuk dirimu sendiri.”
Ayat ini menunjukkan konsep tanggung jawab moral yang sangat dalam. Jalalain menjelaskan bahwa Allah menegaskan: setiap amal adalah cerminan diri, bukan untuk Tuhan. Allah tidak butuh ketaatan manusia; manusialah yang butuh kebaikan amalnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang mengukur perjuangan dengan keberhasilan material. Namun tafsir ini mengingatkan bahwa perjuangan sejati adalah tentang memperbaiki diri, bukan sekadar menaklukkan dunia. Bekerja keras, berbuat baik pada sesama, atau menahan diri dari amarah — semua itu adalah bentuk jihad kecil yang menumbuhkan ketenangan batin.
Ketika Perjuangan Bertemu Pengampunan
Dalam ayat 7 Surah Al-Kahfi, Allah berfirman:
« إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا »
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang paling baik amalnya.”
Imam al-Mahalli menjelaskan, kata linabluwahum (untuk menguji mereka) menunjukkan bahwa keindahan dunia bukan untuk ditolak, tetapi untuk diuji: apakah manusia mampu menikmati dunia tanpa terperangkap oleh hawa nafsunya. Jalalain menafsirkan “ahsan ‘amala” bukan yang paling banyak amalnya, melainkan yang paling ikhlas dan paling benar caranya.
Perjuangan dalam ayat ini bukan dalam bentuk pertempuran fisik, melainkan perjuangan batin: melawan ego, keserakahan, dan kebiasaan buruk. Dan di tengah perjalanan itu, manusia tak akan lepas dari kesalahan. Maka di sinilah pengampunan mengambil peran penting.
Rasulullah ﷺ bersabda:
« كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ »
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Imam as-Suyuthi menulis dalam penafsirannya bahwa taubat adalah jalan cinta Allah kepada hamba-Nya. Allah tidak sekadar menerima taubat, tetapi mencintai mereka yang bersungguh-sungguh memperbaiki diri.
Keteguhan Hati Para Pejuang Iman
Surah Al-Kahfi juga menampilkan sosok-sosok pemuda Ashabul Kahfi sebagai teladan keteguhan hati dalam perjuangan iman. Dalam ayat 13 disebutkan:
« إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى »
“Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, lalu Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.”
Dalam Tafsir Jalalain, para mufasir menjelaskan bahwa keteguhan iman para pemuda ini membuat mereka layak mendapat tambahan hidayah. Keberanian mereka untuk melawan arus bukan karena mereka tidak takut, melainkan karena mereka memilih kebenaran daripada kenyamanan.
Kisah ini sangat relevan di masa kini. Dalam dunia yang kian terobsesi dengan popularitas, kejujuran dan kesederhanaan sering dianggap lemah. Padahal, justru di situlah makna perjuangan iman: berani berbeda demi kebenaran, bukan demi gengsi.
Pengampunan Sebagai Akhir dari Segala Perjuangan
Dalam Surah Al-Isra’ ayat 54, Allah menegaskan:
« رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِكُمْ إِنْ يَشَأْ يَرْحَمْكُمْ أَوْ إِنْ يَشَأْ يُعَذِّبْكُمْ »
“Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu; jika Dia menghendaki, Dia memberi rahmat kepadamu, dan jika Dia menghendaki, Dia mengazabmu.”
Menurut Jalalain, ayat ini menggambarkan keseimbangan antara keadilan dan rahmat Allah. Allah mengetahui setiap perjuangan, sekecil apa pun. Tidak ada usaha yang sia-sia di sisi-Nya. Bahkan, ketika seseorang tersandung dalam perjalanan, ampunan Allah tetap terbuka luas.
Makna ini menegaskan bahwa dalam Islam, pengampunan bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan tertinggi. Manusia yang mau mengampuni sesama sejatinya sedang meneladani sifat Allah Yang Maha Pengampun. Jalalain menulis, “Barang siapa mengenal kasih Allah, maka ia pun akan menjadi kasih bagi manusia.”
Pelajaran Moral dari Tafsir Jalalain
Dari penjelasan mendalam dua surah ini, ada tiga nilai utama yang bisa kita renungkan:
- Perjuangan sejati adalah melawan diri sendiri.
Ujian terbesar bukan datang dari luar, tetapi dari dalam hati yang lemah dan nafsu yang liar. - Pengampunan adalah bukti kemuliaan hati.
Siapa yang mampu memaafkan, dialah yang paling kuat, sebab ia menundukkan egonya demi kedamaian. - Iman yang hidup adalah iman yang berproses.
Setiap perjuangan dan taubat adalah langkah menuju kedewasaan spiritual. Allah tidak meminta kesempurnaan, tetapi kesungguhan.
Penutup
Melalui Tafsir al-Jalalain, Surah Al-Isra’ dan Al-Kahfi mengajarkan bahwa perjuangan dan pengampunan adalah dua jalan menuju kedekatan dengan Allah. Perjuangan menumbuhkan keteguhan, pengampunan menumbuhkan kelembutan. Keduanya membentuk manusia seutuhnya — tegas dalam prinsip, lembut dalam hati.
Ketika manusia memahami bahwa setiap perjuangan diiringi peluang untuk dimaafkan, hidup tak lagi terasa sebagai beban, melainkan kesempatan untuk terus tumbuh. Seperti malam Isra’ yang membawa cahaya di ujungnya, setiap perjalanan yang tulus akan selalu berakhir dengan kasih dan ampunan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
