SURAU.CO – Dalam kehidupan bermasyarakat, kita sering menjumpai sikap sebagian orang yang gemar mencari-cari kesalahan orang lain. Mereka seakan merasa puas jika menemukan aib saudaranya, seolah hal itu menjadi hiburan atau pembenaran bagi mereka. Padahal, Islam dengan tegas melarang perbuatan semacam ini. Dalam istilah syariat, perilaku tersebut adalah tajassus (تَجَسُّس), yaitu mencari-cari rahasia, aib, atau kesalahan orang lain tanpa alasan yang benar. Tajassus bukan hanya perbuatan buruk bagi manusia, tetapi juga dosa besar terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena merusak kehormatan sesama Muslim dan menghancurkan persaudaraan.
Makna dan Hakikat Tajassus
Secara bahasa, kata tajassus berasal dari akar kata جَسَّ – يَجُسُّ, yang berarti mencari tahu sesuatu secara diam-diam. Dalam konteks akhlak Islam, tajassus berarti mencari tahu sesuatu yang seseorang sembunyikan dengan tujuan untuk membuka rahasianya atau mengungkap aibnya. Perbuatan ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan agar kita menjaga kehormatan, menutup aib, dan berbaik sangka terhadap sesama.
Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin menjelaskan bahwa tajassus termasuk penyakit hati yang muncul dari rasa iri, dengki, dan kebencian. Orang yang suka melakukan tajassus biasanya tidak senang melihat saudaranya bahagia, lalu mencari-cari celah untuk menjatuhkannya di hadapan orang lain. Padahal, Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, dan tidak boleh menzaliminya, merendahkannya, atau menyingkap aibnya.
Larangan Tajassus dalam Al-Qur’an
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menegaskan larangan tajassus secara jelas dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain…”
— (QS. Al-Hujurat [49]: 12)
Ayat ini mengandung tiga larangan besar sekaligus: berprasangka buruk (su’uzan), tajassus (memata-matai), dan ghibah (menggunjing). Ketiganya saling berkaitan, karena biasanya prasangka buruk melahirkan keinginan untuk mencari bukti (tajassus), dan akhirnya berujung pada menggunjing atau menyebarkan aib (ghibah). Maka, tajassus adalah langkah pertama menuju kerusakan besar dalam hubungan sosial dan keimanan.
Para ulama menafsirkan ayat ini dengan makna yang sangat dalam. Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan bahwa larangan tajassus berarti tidak boleh seseorang mencari-cari aib orang lain yang Allah tutupi. Bila Allah sudah menutupinya, maka tidak pantas seorang hamba membuka apa yang Allah sembunyikan.
Hadis-Hadis Tentang Larangan Tajassus
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah kalian saling mendengki, jangan saling membenci, jangan saling memutuskan hubungan, dan janganlah sebagian kalian mencari-cari kesalahan orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
— (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa tajassus bertentangan dengan semangat ukhuwah Islamiyah. Orang yang suka mencari-cari kesalahan saudaranya berarti tidak ridha dengan ketentuan Allah, dan ingin melihat saudaranya terjatuh. Padahal, seharusnya seorang Muslim mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
“Barang siapa mencari-cari aib saudaranya, maka Allah akan membuka aibnya, walaupun ia berada di dalam rumahnya sendiri.”
— (HR. Tirmidzi, Ahmad)
Hadis ini mengandung ancaman yang sangat keras. Allah tidak akan membiarkan orang yang suka membuka aib orang lain hidup tenang. Balasannya, Allah akan membuka rahasianya sendiri, sehingga ia akan dipermalukan di dunia maupun di akhirat. Karena itu, barang siapa ingin aibnya ditutup oleh Allah, hendaklah ia menutup aib orang lain.
Akibat Buruk Tajassus
- Merusak ukhuwah Islamiyah
Tajassus menimbulkan rasa tidak percaya, curiga, dan permusuhan di antara sesama Muslim. Persaudaraan menjadi rapuh karena orang merasa tidak aman dari mata-mata dan telinga saudaranya sendiri. - Mengundang murka Allah
Orang yang senang mencari aib orang lain berarti menentang perintah Allah yang menyuruh menutup aib. Akibatnya, Allah akan membuka aibnya sendiri. - Menumbuhkan fitnah dan perpecahan
Memperoleh Informasi dari hasil tajassus sering kali disalahgunakan untuk menyebarkan fitnah dan merusak nama baik orang lain. - Menghilangkan keberkahan dan ketenangan hidup
Hati yang sibuk mencari keburukan orang lain tidak akan pernah merasa tenang, karena selalu terselimuti rasa iri, dengki, dan benci.
Tajassus Pada Era Digital
Di zaman modern ini, tajassus tidak hanya dilakukan secara langsung, tetapi juga melalui dunia digital. Banyak orang tanpa sadar melakukan tajassus melalui:
- Membuka ponsel atau pesan pribadi seseorang tanpa izin.
- Mengintip akun media sosial orang lain untuk mencari kesalahan atau bahan gosip.
- Menyebarkan tangkapan layar (screenshot) percakapan pribadi.
- Menguntit aktivitas orang lain secara daring hanya untuk menjelekkan.
Semua itu termasuk tajassus digital yang hukumnya haram. Teknologi seharusnya untuk kebaikan, bukan untuk melanggar privasi dan merusak kehormatan manusia.
Cara Menghindari Tajassus
- Latih hati untuk berhusnuzan (berbaik sangka)
Jangan terburu-buru menilai orang dari apa yang terlihat. Bisa jadi, di balik sesuatu yang kita anggap salah, ada alasan yang hanya Allah yang tahu. - Perbaiki diri sendiri sebelum menilai orang lain
Fokuslah pada kekurangan diri. Orang yang sibuk memperbaiki dirinya tidak akan sempat mencari kesalahan orang lain. - Jaga pandangan dan telinga dari hal yang tidak bermanfaat
Jangan mengintip, menguping, atau membaca hal yang bukan urusan kita. - Tutup aib saudaramu
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Muslim) - Gunakan media sosial dengan bijak
Jangan mudah membagikan informasi pribadi orang lain tanpa izin. Hargai privasi orang sebagaimana kita ingin orang menghargai privasi kita.
Penutup
Tajassus adalah perbuatan tercela yang merusak tatanan sosial dan menodai kehormatan manusia. Islam menuntun umatnya untuk menjadi pribadi yang menjaga lisan, hati, dan pandangan dari hal-hal yang tidak bermanfaat. Allah menutup aib hamba-Nya bukan untuk dibuka oleh manusia, tetapi agar mereka saling menutupi dan saling mendoakan.
“Cukuplah seseorang disebut buruk jika ia selalu mencari-cari kesalahan saudaranya.”
— (HR. Muslim)
Mari kita hentikan kebiasaan mencari kesalahan orang lain. Sebab, belum tentu kita lebih baik darinya. Jika Allah masih menutupi aib kita hingga hari ini, itu bukan karena kita suci, tetapi karena rahmat dan kasih sayang-Nya yang luar biasa. Jaga kehormatan saudaramu, niscaya Allah akan menjaga kehormatanmu.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
