Surau.co. Keteladanan Nabi-Nabi dalam Surah Al-A’raf – Setiap zaman menghadapi krisis teladan. Dunia modern memang penuh dengan tokoh terkenal, tetapi tidak semuanya pantas ditiru. Di tengah kekosongan moral ini, keteladanan para nabi tetap bersinar sebagai cahaya abadi bagi manusia. Melalui Surah Al-A’raf, kisah dari Nabi Nuh hingga Nabi Musa menghadirkan pelajaran mendalam tentang kesetiaan kepada Allah dalam setiap keadaan. Tafsir al-Jalalain karya dua ulama besar, Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi, membantu kita memahami pesan universal tersebut: bahwa teladan sejati lahir dari keimanan dan ketaatan.
Kisah Para Nabi Sebagai Cermin Kehidupan
Surah Al-A’raf termasuk surah Makkiyyah yang turun untuk menguatkan hati Nabi Muhammad ﷺ di tengah tekanan dakwah. Dalam Tafsir al-Jalalain, para mufassir menegaskan bahwa kisah para nabi tidak sekadar catatan sejarah, tetapi cermin moral yang hidup dan relevan di setiap masa.
Imam al-Mahalli membuka tafsirnya dengan ayat pembuka:
«كِتَابٌ أُنزِلَ إِلَيْكَ فَلَا يَكُن فِي صَدْرِكَ حَرَجٌ مِّنْهُ»
“Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu, maka janganlah engkau merasa sempit dada karenanya.” (QS. Al-A’raf: 2)
Menurutnya, Allah menenangkan hati Nabi Muhammad ﷺ agar tetap tabah menghadapi penolakan. Di sinilah muncul keteladanan pertama: keteguhan hati di tengah ujian. Seperti para nabi sebelumnya, Rasulullah ﷺ menunjukkan kesabaran dan keyakinan bahwa kebenaran selalu menemukan jalannya.
Dalam kehidupan modern, teladan ini mengajarkan bahwa kesuksesan sejati tidak selalu bebas tantangan. Seorang guru yang tetap mendidik dengan tulus meski dicaci, atau seorang pekerja yang menjaga kejujuran di tengah godaan korupsi — keduanya meneladani semangat para nabi.
Nabi Nuh: Konsistensi dalam Dakwah
Imam as-Suyuthi menafsirkan firman Allah tentang seruan Nabi Nuh:
«قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَـٰهٍ غَيْرُهُ»
“Wahai kaumku, sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS. Al-A’raf: 59)
Tafsir al-Jalalain menjelaskan bahwa Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, namun hanya sedikit yang beriman. Pelajarannya sangat jelas: sabar dan tulus lebih penting daripada hasil. Imam al-Mahalli menegaskan bahwa ukuran keberhasilan dakwah bukan jumlah pengikut, tetapi ketulusan dalam menyampaikan risalah.
Pesan ini terasa relevan bagi kita. Banyak orang berhenti berbuat baik hanya karena tak mendapat pujian. Padahal, dalam logika kenabian, yang utama bukan hasil, melainkan keistiqamahan.
Nabi Hud dan Shalih: Keberanian Melawan Sistem Zalim
Kisah Nabi Hud dan Nabi Shalih juga mendapat perhatian besar dalam Tafsir al-Jalalain.
«قَالَ يَا قَوْمِ لَا يَجْرِمَنَّكُمْ شِقَاقِى أَن يُصِيبَكُم مِّثْلُ مَا أَصَابَ قَوْمَ نُوحٍ»
“Wahai kaumku, janganlah pertentangan antara aku dan kamu menyebabkan kamu tertimpa azab seperti kaum Nuh.” (QS. Al-A’raf: 89)
Imam as-Suyuthi menafsirkan bahwa kedua nabi ini menentang kekuasaan yang korup dan masyarakat yang mabuk kemewahan. Dari sini kita belajar keberanian moral: tetap berkata benar meski berhadapan dengan kekuasaan yang zalim.
Di masa kini, keteladanan itu dapat kita wujudkan dalam bentuk sederhana: menolak praktik curang di kantor, menegur teman yang berbuat salah, atau membela keadilan meski sendirian. Semua tindakan itu mencerminkan jihad moral sebagaimana dicontohkan para nabi.
Nabi Musa: Kepemimpinan yang Tegas dan Penuh Kasih
Bagian kisah Nabi Musa dalam Surah Al-A’raf menjadi yang paling panjang. Tafsir al-Jalalain memaknai perjumpaan Musa dengan Fir’aun sebagai simbol pertarungan antara iman dan kesombongan.
«فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الْأَعْلَى»
“Maka (Fir’aun) berkata: Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” (QS. An-Nazi’at: 24)
Imam al-Mahalli menulis bahwa ketegasan Musa muncul dari ketaatan, bukan ambisi pribadi. Walau berhadapan dengan tirani, Musa tetap sabar dan tidak meninggalkan kaumnya yang sering membangkang. Dari sikap itu, kita menemukan model kepemimpinan sejati — tegas dalam prinsip, lembut dalam kasih.
Pemimpin seperti Musa dibutuhkan di dunia kerja dan masyarakat: tidak mudah tergoda kekuasaan, tetapi tetap peduli pada sesama.
Kisah Para Nabi: Cermin untuk Setiap Generasi
Allah menegaskan dalam ayat penutup kisah para nabi:
«فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ»
“Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir.” (QS. Al-A’raf: 176)
Keteladanan Nabi-Nabi dalam Surah Al-A’raf menjelaskan bahwa kisah para nabi berfungsi sebagai pendidikan spiritual agar manusia merenung dan meneladani, bukan sekadar hiburan. Saat seseorang membaca kisah Nabi Yusuf dan merasa terharu, manfaatnya baru lengkap jika ia berubah menjadi lebih sabar, tawakal, dan jujur.
Relevansi Keteladanan Nabi dalam Kehidupan Modern
Nilai-nilai kenabian tetap hidup hingga kini.
-
Dari Nabi Nuh, kita belajar bahwa kerja keras selalu bermakna meski belum berbuah.
-
Dari Hud dan Shalih, kita belajar mempertahankan integritas di tengah tekanan.
-
Dari Musa, kita belajar memimpin dengan hati dan ketegasan.
-
Dari Muhammad ﷺ, kita belajar bahwa cinta kasih adalah puncak dakwah.
Keteladanan mereka membantu kita menyeimbangkan antara iman dan amal, antara spiritualitas dan realitas sosial.
Sebagaimana firman Allah:
«لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِى الْأَلْبَـٰبِ»
“Sungguh, dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang yang berakal.” (QS. Yusuf: 111)
Penutup: Menghidupkan Jiwa Keteladanan
Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam Jalaluddin as-Suyuthi menegaskan bahwa kisah para nabi bukan sekadar kenangan, melainkan kompas moral bagi manusia modern. Dunia mungkin melimpah ilmu, tetapi tetap kekurangan teladan.
Maka, menghidupkan nilai kenabian berarti menanamkan kejujuran di tengah kepalsuan, kesabaran di tengah keputusasaan, dan kasih di tengah egoisme. Keteladanan para nabi memanggil kita untuk menata hati dan tindakan agar lebih berorientasi pada Allah, bukan dunia semata.
Pada akhirnya, sebagaimana disebut dalam tafsir ayat terakhir Surah Al-A’raf, keberuntungan hanya dimiliki oleh mereka yang meneladani para nabi dalam iman dan amal.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
