SURAU.CO– Imam Al-Ghazali, dalam kitab monumental beliau, Bidayatul Hidayah, beliau berpesan agar setelah matahari terbit setinggi galah, kita hendaknya melaksanakan salat sunah Isyraq dua rakaat. Kita lakukan hal ini setelah waktu Karahah berlalu, yakni waktu makruh untuk salat.
Kemudian, bila hari mulai agak siang, Imam Al-Ghazali menyarankan hendaknya kita menunaikan salat sunah Duha empat, enam, atau delapan rakaat. Kita laksanakan salat ini dengan mengucapkan salam setiap dua rakaat. Rasulullah SAW telah menuntunkan pelaksanaan salat Duha dengan salam setiap dua rakaat ini. Pada dasarnya, semua bilangan rakaat salat Duha adalah baik. Namun, jika kita menginginkan pahala yang banyak, maka kita perbanyak bilangan rakaatnya. Antara terbitnya matahari sampai masuk waktu salat Zuhur, tidak ada salat sunah lain kecuali salat Duha. Oleh karena itu, salat Duha memiliki pahala yang amat besar.
Aktif Beribadah
Apabila kita dapat melaksanakan amalan-amalan yang tersebut di atas dengan baik. Imam Al-Ghazali meminta kita untuk mengimbanginya dengan beribadah kepada Allah secara aktif. Bentuk ibadah itu bermacam-macam, bisa berupa berzikir, membaca Al-Qur’an, maupun melaksanakan salat sunah. Kita juga perlu melakukan amalan-amalan yang pernah dikerjakan para ulama terdahulu, yang saleh, yang mulia dalam pandangan agama. Semua ini, tidak lain, adalah agar kita dapat mencapai derajat yang tinggi dan luhur.
Melakukan Amal Kebaikan
Imam Al-Ghazali mendorong agar kita berupaya untuk selalu memberikan pertolongan pada sesama. Pertolongan ini hendaknya kita utamakan kepada sesama muslim yang saleh dan para ahli fikih. Marilah kita berhidmat pada para ahli tasawuf dan ulama, serta perbanyaklah sedekah. Kita beri makan dan minum kepada fakir miskin, kita jenguk mereka yang sedang sakit, dan kita antarkan jenazah sampai ke liang lahat.
Itulah amal kebajikan yang diridai Allah SWT. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa amalan-amalan itu lebih utama bila kita bandingkan dengan amalan sunah lainnya, sebab amalan tersebut lebih berarti bagi sesama dan lebih memiliki nilai solidaritas yang tinggi.
Menyibukkan Diri Mencari Nafkah
Bila kita tidak dapat melakukan tiga hal tersebut di atas—atau hanya mampu salah satunya—maka kita dapat memilih yang terakhir ini. Gunakanlah waktu kita untuk mencari kebutuhan hidup. Bekerjalah untuk mendapatkan rezeki yang halal, sebagai sarana ibadah.
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mencari nafkah secara halal. Dengan demikian, kita telah menyelamatkan kaum muslimin dan agama Islam. Apabila kita bekerja dengan dasar ikhlas, maka kita termasuk dalam Ashhabul Yamin, yaitu mereka yang bahagia di sisi Allah.
Tentu saja, bagian keempat ini boleh kita lakukan bila benar-benar tidak bisa melakukan salah satu dari tiga bagian tersebut di atas. Namun, kita harus mengusahakan agar kita dapat melakukan salah satu dari tiga bagian di atas. Hal ini penting sebab mereka yang bisa melakukan amalan pertama, kedua, atau ketiga adalah mereka yang dapat kita golongkan masuk surga yang pertama. Itulah imbalan bagi mereka yang telah menghabiskan waktu mereka untuk beribadah kepada Allah.
Dari kacamata agama, mereka yang menyibukkan diri mencari nafkah secara halal termasuk rendah golongannya. Ini terjadi kalau kita ukur dengan tiga tingkatan terdahulu. Adapun mereka yang terkena bujuk setan, dalam kacamata agama, mereka sama sekali tidak punya keutamaan. Aktivitas yang mencemarkan nama baik agama atau menyakiti sesama adalah sekadar contoh saja. Setiap muslim harus mampu memelihara diri agar jangan sampai terjerumus pada kehancuran.
Klasifikasi Manusia dalam Pandangan Agama
Dalam kacamata agama, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa manusia dapat kita klasifikasikan menjadi tiga golongan: Pertama adalah mereka yang selamat. Yakni adalah mereka yang selalu memenuhi perintah wajib dan menjauhi segala kemaksiatan. Kedua, mereka yang mendapat laba, artinya mereka yang melakukan perintah wajib ditambah sunah. Dengan melakukan yang sunah, mereka selalu dapat mendekatkan diri pada Allah, sekaligus menjauhi segala kemaksiatan. Ketiga, mereka yang merugi, yakni mereka yang meremehkan segala urusan peribadatan kepada Allah, baik yang wajib maupun yang sunah.
Bila kita tidak dapat mencapai tingkat yang kedua (mereka yang mendapat laba), maka berusahalah untuk mendapatkan tingkat pertama (mereka yang selamat). Dan janganlah sampai kita meraih tingkat ketiga (mereka yang merugi), sebab kita dapat mendapatkan kerugian yang besar di akhirat. Kerugian ini merupakan imbalan karena kita meremehkan atau mengabaikan perintah wajib dan sunah.
Klasifikasi Pergaulan Manusia
Dalam pandangan kita, manusia dapat kita klasifikasikan menjadi tiga juga: Pertama, mereka yang bagai malaikat. Yakni dalam segala tindak tanduknya, mereka menyerupai malaikat Kiramil Bararah (malaikat yang mulia dan suci). Mereka suka menolong di saat orang memerlukan bantuannya. Pertolongan yang mereka berikan dilandasi kasih sayang, dan bertujuan meringankan beban orang lain. Mereka mencari keridaan Allah, bukan yang lain. Kedua, yakni mereka yang bagai binatang. Imam Al-Ghazali menjelaskan mereka punya perilaku seperti binatang. Mereka tidak bermanfaat terhadap sesamanya. Bahkan, kejelekan perbuatan merekalah yang justru menimpa orang lain. Tentu saja, mereka itu tidak mungkin bisa bergaul dengan orang tipe pertama. Juga, kebanyakan orang enggan bergaul dengan mereka, sebab itu hanya akan menimbulkan kerugian saja.
Imam Al-Ghazali selanjutnya mengklasifikasi mereka yang bagai binatang buas. Mereka—dalam pergaulan—diibaratkan bagai binatang buas atau beracun, dan kebaikannya tidak dapat kita harapkan. Bahkan, tindak kejahatannya sangat diakui.
Apabila kita tidak dapat mencapai tingkat pertama, maka hendaknya kita jangan sampai masuk pada tingkat kedua. Apalagi masuk pada tingkat ketiga; itu sangatlah berbahaya. Tingkatan ketiga ini hendaknya kita jauhi, sebab ia hanya menimbulkan kemudaratan.
Dan bila kita telah mencapai tingkat pertama, maka janganlah kita rela terjerumus pada jurang kehinaan. Jangan sampai, setelah kita mencapai tingkat A’lal ‘Illiyyin, kita merosot pada tingkat Asfala Sāfīlīn. Kita tentu akan mendapatkan keselamatan yang timbal balik: tidak rugi dan tidak merugikan; tidak untung dan tidak pula memberikan keberuntungan (yakni seimbang). Tidak ada laba ataupun rugi dalam kita bergaul terhadap sesama.
Upaya Mencapai Tingkat Malaikat dan Uzlah
Adapun upaya untuk mencapai tingkat malaikat, sepanjang hari, kita hendaknya mengisi dengan aktivitas yang bermanfaat, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi. Semua itu tidak pernah lepas dari pertolongan orang lain, sebab manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan bantuan.
Ketika kita mencari rezeki, kita seharusnya mendasari niat agar bisa lebih khusyuk melakukan ibadah kepada-Nya. Tentu, ini bertujuan untuk mencapai kebahagiaan ukhrawi. Oleh sebab itu, bila kita berdagang, kita harus melakukannya dengan penuh kejujuran. Demikian pula pekerja-pekerja lainnya.
Apabila kita hidup di tengah-tengah masyarakat dan tidak bisa memelihara ajaran agama, maka uzlah—mengisolir diri—adalah lebih baik. Dengan uzlah, kita akan mencapai kebahagiaan hidup dan akan selamat dari gangguan manusia. Tetapi, bila kita tidak tahan uzlah atau ragu-ragu, sebaiknya kita tinggalkan. Sebab, bila kita paksakan, itu akan mengundang murka Allah. Bila dalam uzlah kita tidak bisa memperbanyak ibadah kepada Allah, lebih baik jangan kita kerjakan. Tidur saja di rumah. Memang, daripada kita bergaul dengan masyarakat yang penuh dengan kemaksiatan, lebih baik tidur di rumah. Bila dalam pergaulan kita tidak mendapatkan manfaat, sebaiknya kita jauhi.
Dalam kacamata agama, bila seseorang bisa menyelamatkan ajaran agama, namun ia tidak memiliki amal kebajikan, maka ia dipandang hina. Oleh sebab itu, bila kita tidur dengan niat untuk menyelamatkan agama dan menjauhi maksiat dalam pergaulan, maka itu termasuk ibadah kepada Allah. Sebaliknya, bila tidur itu disebabkan malas bekerja, maka hal itu sudah termasuk perbuatan maksiat dan menjadi musuh agama.(St.Diyar)
Referensi: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ghazali at-Thusi , Bidayatul Hidayah
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
