Khazanah
Beranda » Berita » Mengenal Kitab Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail

Mengenal Kitab Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail

Mengenal Kitab Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail
Ilustrasi

SURAU.CO – Syekh Nawawi al-Bantani, Ulama besar asal Tanara, Banten, ini berperan besar dalam menyebarkan ilmu agama, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Tanah Suci Mekkah. Para pemanggil ilmu di berbagai negara menjadikan karya-karyanya sebagai rujukan utama dalam berbagai disiplin ilmu Islam. Salah satu karya terkenalnya adalah Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail .

Syekh Nawawi menulis kitab ini sebagai syarah atau penjelasan atas karya ulama besar Yaman, Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, yang berjudul al-Risalah al-Jami’ah Bayna Ushuluddin wa al-Fiqh wa al-Tashawwuf. Para ulama menulis syarah sebagai bentuk penghormatan sekaligus pengembangan terhadap karya pendahulu. Syekh Nawawi tidak hanya menguraikan isi kitab tersebut, tetapi juga menyempurnakan pembahasannya dengan dalil Al-Qur’an, Hadis, serta pandangan ulama klasik.

Sesuai dengan judulnya, Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail membahas tiga pilar utama dalam ajaran Islam: Ushuluddin (ilmu tentang dasar keimanan dan tauhid), Fiqh (ilmu tentang hukum dan ibadah), dan Tasawuf (ilmu tentang akhlak dan penyucian jiwa). Syekh Nawawi menegaskan bahwa bidang ketiga ini bukan ilmu yang berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dan saling menyempurnakan.

Menyatukan Ilmu Aqidah, Fikih, dan Tasawuf

Pada bagian Ushuluddin, Syekh Nawawi menjelaskan prinsip-prinsip keimanan yang menjadi dasar setiap amal seorang muslim. Ia menekankan bahwa seorang mukmin harus mengimani Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir dengan benar. Dengan iman yang kuat, seorang muslim dapat menegakkan seluruh amalnya di atas pondasi yang kokoh. Tanpa keyakinan yang benar, setiap amal akan kehilangan nilai di sisi Allah.

Dalam pembahasan Fiqh, Syekh Nawawi menguraikan kewajiban syariat seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Ia menjelaskan hukum-hukum ibadah dengan bahasa yang sederhana agar masyarakat awam mudah memahaminya. Ia menekankan bahwa ibadah tidak boleh berhenti pada rutinitas formal. Seorang muslim harus menjadikannya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melatih kedisiplinan spiritual.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Pada bagian Tasawuf, Syekh Nawawi membimbing pembaca untuk menjaga kebersihan hati dan mengikhlaskan niat dalam setiap amal. Ia memperingatkan umat agar tidak membiarkan hati mereka dikuasai oleh riya, sombong, dan dengki. Menurutnya, seseorang bisa rajin shalat dan berpuasa, tetapi jika hatinya kotor, maka amalnya tidak akan diterima. Oleh karena itu, ia mengajarkan tasawuf sebagai jalan untuk menyucikan hati dan memperbaiki akhlak.

Keseimbangan antara Syariat dan Hakikat

Melalui Bahjatul Wasail, Syekh Nawawi menekankan pentingnya keseimbangan antara fikih dan tasawuf. Ia mengutip ungkapan ulama terdahulu, “Siapa yang mengamalkan fikih tanpa tasawuf, maka ia zindiq (menyimpang). Siapa yang bertasawuf tanpa fikih, maka ia sesat. Namun siapa yang mengamalkan keduanya, maka dialah yang benar.”

Ungkapan ini menunjukkan pandangan mendalam tentang integrasi antara hukum dan spiritualitas. Syekh Nawawi menilai bahwa orang yang hanya berpegang pada fikih akan menjadi kaku dan hanya mengakui hukum lahir, tanpa memahami makna spiritual di baliknya. Sebaliknya, orang yang hanya menekuni tasawuf akan mudah terjerumus ke dalam penyimpangan karena meninggalkan aturan syariat.

Dengan memadukan keduanya, Syekh Nawawi mengajarkan bahwa Islam mencakup hukum, etika, dan spiritualitas secara utuh. Ia mengajak setiap muslim untuk menjalankan syariat dengan penuh kesadaran dan keikhlasan agar setiap ucapan, tindakan, dan perilaku benar-benar mencerminkan ruh Islam.

Relevansi bagi Umat Islam Masa Kini

Meskipun Syekh Nawawi menulis kitab ini lebih dari satu abad yang lalu, pesan-pesannya tetap relevan bagi kehidupan umat Islam modern. Di era yang serba cepat dan materialistis, banyak orang menjalankan ibadah secara formal tanpa memahami makna spiritualnya. Sebagian lainnya mengaku jalan tasawuf, tetapi melalaikan kewajiban syariat.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Melalui karya ini, Syekh Nawawi mengingatkan umat Islam untuk menyeimbangkan tiga aspek penting: iman, Islam, dan ihsan. Iman menuntun hati untuk yakin kepada Allah, Islam menggerakkan anggota tubuh untuk beramal, dan ihsan menuntun jiwa untuk merasa selalu dekat dengan Allah dalam setiap perbuatan.

Ketika tiga hal itu berpadu, seorang muslim akan mencapai kesempurnaan iman dan menjadi pribadi yang paripurna — tidak hanya tekun beribadah, tetapi juga menebarkan kebaikan, kejujuran, dan kasih sayang dalam kehidupan sehari-hari.

Syekh Nawawi menghadirkan Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail bukan sekedar sebagai kitab syarah, namun sebagai warisan keilmuan yang mengakar kuat dalam tradisi Islam Nusantara. Ia berhasil menggabungkan kedalaman ilmu Timur Tengah dengan kearifan lokal umat Islam di Indonesia.

Melalui karya ini, Syekh Nawawi menunjukkan bahwa ulama Nusantara memiliki peran besar dalam mengembangkan dan menjaga kesinambungan ilmu-ilmu Islam klasik. Ia menampilkan bahwa Islam yang tumbuh di Indonesia menekankan keseimbangan, kedamaian, dan moderasi.

Hingga kini, para santri di pesantren masih mempelajari Bahjatul Wasail sebagai pedoman dalam membentuk kepribadian muslim yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia. Melalui kitab ini, Syekh Nawawi al-Bantani menegaskan bahwa kesempurnaan Islam hanya dapat tercapai ketika seorang muslim menyatukan aqidah yang benar, ibadah yang sahih, dan akhlak yang luhur. Ketika ketiganya berjalan bersama, umat Islam akan mampu mencapai derajat muttaqin — hamba yang benar-benar bertakwa kepada Allah SWT.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Daftar Referensi:

  1. Al-Bantani, Muhammad Nawawi. Bahjatul Wasail bi Syarh al-Masail . Maktabah Dar al-Fikr, Beirut: tanpa tahun.

  2. Al-Habsyi, Ahmad bin Zain bin ‘Alawi. al-Risalah al-Jami’ah Bayna Ushuluddin wa al-Fiqh wa al-Tashawwuf . Yaman: Dar al-‘Ilm, 1979.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement