Khazanah
Beranda » Berita » Menjaga Hijab, Menjaga Kemuliaan: Siapa Saja yang Boleh Melihat Seorang Muslimah tanpa Jilbab

Menjaga Hijab, Menjaga Kemuliaan: Siapa Saja yang Boleh Melihat Seorang Muslimah tanpa Jilbab

Menjaga Hijab, Menjaga Kemuliaan: Siapa Saja yang Boleh Melihat Seorang Muslimah tanpa Jilbab
Menjaga Hijab, Menjaga Kemuliaan: Siapa Saja yang Boleh Melihat Seorang Muslimah tanpa Jilbab

 

SURAU.CO – Hijab bukan sekadar kain penutup kepala, tetapi simbol kehormatan dan ketaatan seorang Muslimah kepada Rabb-nya.

Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ berfirman:

> “Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman agar mereka menahan pandangannya, menjaga kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) tampak darinya; dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.”
(QS. An-Nūr: 31)

Ayat ini bukan hanya tentang busana, tapi tentang benteng kehormatan dan penjagaan diri.
Namun sering muncul pertanyaan: Siapa saja yang boleh melihat seorang Muslimah tanpa jilbabnya?
Dan kepada siapa ia wajib berhijab penuh?

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Mari kita pahami dengan ilmu, agar ibadah kita tidak sekadar ikut-ikutan, tapi berlandaskan dalil dan adab yang benar.

Muslimah Boleh Tidak Berjilbab di Hadapan Siapa?

Syariat Islam memberikan kelonggaran kepada seorang wanita untuk tidak menutup aurat secara penuh di hadapan mahramnya, yaitu laki-laki yang haram dinikahi untuk selamanya karena hubungan nasab, pernikahan, atau persusuan.

Mereka adalah:

  1. Ayah kandung
  2. Kakek (dari pihak ayah atau ibu)
  3. Paman (dari pihak ayah maupun ibu)
  4. Saudara se-ayah
  5. Saudara se-ibu
  6. Suami
  7. Mertua
  8. Putra kandung
  9. Keponakan (anak dari saudara kandung)
  10. Ayah tiri
  11. Anak tiri (anak suami dari istri lain, selama sudah ada hubungan pernikahan sah)

Di hadapan mereka, seorang Muslimah boleh menampakkan wajah, rambut, tangan, atau bagian tubuh yang biasa terlihat di rumah — selama tidak berlebihan dan tetap menjaga adab berpakaian sopan.

Muslimah Tidak Boleh Membuka Jilbab di Hadapan Siapa?

Ada pula laki-laki yang bukan mahram, walau punya hubungan dekat secara sosial, keluarga, atau budaya.
Inilah yang sering disalahpahami: karena dekat dalam hubungan keluarga, seolah boleh lebih longgar dalam berpakaian — padahal tetap haram membuka aurat di hadapan mereka.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Mereka adalah:

  1. Saudara ipar (suami dari saudari kandung, atau saudara dari suami)
  2. Sepupu
  3. Suami bibi
  4. Saudara bawaan dari ayah tiri atau ibu tiri
  5. Laki-laki non-mahram lainnya

Rasulullah ﷺ bahkan mengingatkan dengan tegas:

> “Berhati-hatilah kalian dari masuk ke (rumah) wanita.”
Seorang laki-laki dari Anshar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar?”
Beliau bersabda: “Ipar itu adalah kematian.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Maksudnya, kedekatan dengan ipar sering membuat orang lalai dan menyepelekan batasan aurat — padahal bahayanya besar, karena bisa menimbulkan fitnah yang mematikan kehormatan.

Hikmah di Balik Larangan dan Kelonggaran

Islam tidak mengekang, tapi mendidik.
Setiap aturan memiliki hikmah yang mendalam:

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Menjaga pandangan agar terhindar dari fitnah dan zina hati.

Melindungi kehormatan wanita, agar ia dihormati bukan karena rupa, tapi karena takwanya.

Meneguhkan identitas Muslimah, bahwa kehormatannya tidak untuk semua mata.

Menyucikan hubungan keluarga, agar batas-batas interaksi tetap terjaga dengan adab.

Hijab bukan beban, tapi kehormatan. Ia adalah perisai yang menjaga kemuliaan diri dari pandangan yang tidak halal.

Aurat Muslimah di Hadapan Mahram

Ulama menjelaskan bahwa di hadapan mahram, seorang wanita tidak wajib menutup seluruh tubuh seperti di hadapan non-mahram.

Namun tetap disarankan menjaga aurat dari pusar hingga lutut, serta tidak menampakkan perhiasan tubuh yang dapat menimbulkan syahwat.

Imam Ibn Katsir rahimahullah menafsirkan ayat “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka.” (QS. An-Nur: 31)

Beliau menjelaskan bahwa yang dimaksud perhiasan di sini termasuk bagian tubuh yang biasa tampak saat di rumah — seperti wajah, rambut, lengan, dan betis — tanpa niat tabarruj (menampakkan kecantikan).

Hijab adalah Ibadah, Bukan Tren

Banyak yang memakai hijab karena mode, bukan karena iman.
Padahal, nilai hijab tidak terletak pada gaya atau warna, tetapi pada niat dan ketaatan.

> “Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.”
(QS. Al-A‘rāf: 26)

Hijab bukan sekadar simbol kesalehan, tetapi bukti penghambaan.
Karena seorang Muslimah sejati tahu, bahwa perintah berhijab datang langsung dari Rabb semesta alam — bukan dari adat, bukan dari budaya, bukan pula dari manusia.

Penutup: Jagalah Hijab, Maka Allah Akan Menjagamu

Wahai saudariku, hijabmu adalah benteng. Ia mungkin membuatmu berbeda di mata manusia, tapi membuatmu mulia di sisi Allah.

Jika di dunia engkau menahan diri untuk tidak membuka aurat kepada yang bukan mahram, maka di akhirat Allah akan membukakan pintu surga tanpa hisab bagi orang-orang yang taat.

> “Dan barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. An-Nūr: 52)

Hijab bukan beban, tetapi kemuliaan. Teguhkanlah hati dalam ketaatan, karena yang menjaga hijabnya di dunia akan dijaga Allah di akhirat. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement