Khazanah
Beranda » Berita » Adab Imam dan Makmum dalam Shalat: Kaidah Berjamaah Menurut Kitab Bidayatul Hidayah

Adab Imam dan Makmum dalam Shalat: Kaidah Berjamaah Menurut Kitab Bidayatul Hidayah

Ilustrasi suasana salat Jumat.
Ilustrasi suasana salat berjamaah.

SURAU.COImam Al-Ghazali, dalam kitab monumental beliau, Bidayatul Hidayah, menyatakan bahwa terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang imam. Di antaranya mempercepat dan menyempurnakan Shalat

Hendaklah imam memperingan atau mempercepat shalat, selama kekhusyuan dan ketawaduan di dalam melakukan shalat tetap terpelihara dengan baik. Anas bin Malik, seorang pelayan Rasulullah SAW. selama sepuluh tahun, menyatakan:

“Tidaklah aku melakukan shalat di belakang seorang imam lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya daripada Rasulullah SAW.”

Janganlah imam melakukan takbiratul-ihram sebelum muazin selesai mengumandangkan iqamat, dan sebelum barisan rapi dan lurus. Sesungguhnya, meluruskan dan merapatkan shaf (barisan) merupakan penyempurnaan shalat itu sendiri dan  mendapat anjuran dari Rasulullah SAW.

Membaca  Niat dan Penggunaan Suara dalam Takbir

Ketika takbiratul-ihram, hendaknya imam mengeraskan suara. Tetapi, bagi makmum tidak perlu mengeraskannya, kecuali ia bisa mendengarkan sendiri. Alhasil, bagi makmum dalam membaca takbiratul-ihram cukuplah dengan suara pelan. Demikian halnya takbir intiqal, takbir perpindahan dari suatu aktivitas — dalam shalat — ke aktivitas lainnya, seperti dari rukuk ke iktidal dan lainnya. Di samping itu, imam harus berniat sebagai imam di dalam melakukan shalat. Hal yang demikian kita maksudkan agar ia mendapat keutamaan shalat berjamaah. Kalau ia tidak berniat sebagai imam, maka shalat makmum tetap sah, dan mereka mendapat keutamaan jamaah.

Manfaat Memahami Makna Tauhid

Jahar dan Sirr dalam Bacaan Imam

Di dalam membaca doa Iftitah dan Ta’awwudz, hendaklah imam menggunakan suara pelan, sebagaimana seorang yang melakukan shalat seorang diri. Demikian juga bagi makmum. Adapun dalam membaca surat Al-Fatihah dan surat sesudahnya, hendaklah imam menggunakan suara keras, yakni pada rakaat yang pertama dan kedua dalam shalat Subuh, Maghrib, dan Isya. Demikian pula sunnah untuk mengeraskan suara bagi orang yang melakukan shalat sendiri. Disunahkan pula bagi imam dan makmum membaca Amin dengan suara keras ketika mereka melakukan shalat yang jahr, yang bacaan Fatihahnya dikeraskan. Bagi makmum lebih disunahkan ketika mereka membaca Amin bertepatan atau bersama-sama imam, tidak mendahuluinya atau mengakhirinya.

Imam Memberi Kesempatan Makmum Membaca Fatihah

Sesudah membaca Al-Fatihah dan Amin, hendaklah imam berdiam (tenang) sebentar guna mengatur pernapasan, di samping untuk memberi kesempatan kepada makmum untuk membaca Fatihah. Imam melakukan hal yang demikian dalam melakukan shalat yang bacaan surat Fatihahnya disunahkan dengan suara keras, agar makmum dapat mendengarkan bacaan surat (sesudah Fatihah) dari imam. Sedangkan bagi makmum, tidak perlu membaca surat sesudah Fatihah, cukuplah mendengarkan bacaan imam saja. Tetapi, kalau makmum terpaksa tidak mendengar bacaan imam, seperti dalam shalat yang bacaan Fatihahnya sirri (pelan), maka bagi makmum tetap disunahkan membaca surat setelah Fatihah tersebut.

Imam Mengetahui Batasan Bacaan Tasbih, Tasyahud Awal

AL-Ghazali menyatakan janganlah imam membaca tasbih rukuk dan sujud lebih dari tiga kali.

Janganlah imam menambah bacaan tasyahud awal dari yang telah semua ketahui bersama. Maksudnya, setelah shalawat kepada Nabi SAW., yakni membaca: “Allahumma shalli ‘ala Muhammad”, tidak boleh menambah bacaan lagi. Kemudian Bacaan Rakaat Akhir dan Penjagaan Makmum.  Dalam rakaat-rakaat sesudah tasyahud awal, hendaklah imam membaca surat Al-Fatihah saja, tidak perlu membaca surat yang lain. Di samping itu, imam hendaknya menjaga makmum agar tidak merasa gelisah melakukan shalat, yakni dengan cara mempercepat shalat seperti yang telah diterangkan di atas. Janganlah imam menambah-nambah bacaan doa dan shalawat kepada Nabi SAW. dalam tasyahud akhir. Cukuplah ia membaca bacaan tasyahud yang telah dimaklumi bersama.

Adab Salam dan Wirid

Bagi imam, ketika selesai melakukan shalat, ia membaca Salam dan memalingkan muka ke arah kanan, hendaknya ia berniat memberikan salam kepada para makmum, di samping niat keluar dari shalat. Makmum yang berada di belakangnya, hendaknya mereka berniat menjawab salam imam tersebut, di samping juga berniat keluar dari shalat.

Buah dari Kesabaran: Ketika Ujian Menjadi Jalan Menuju Kedewasaan

Setelah melakukan shalat, hendaklah imam duduk sebentar untuk membaca wirid sebagaimana Rasulullah SAW ajarkan. Bagi imam, sunnah untuk membaca wirid bersama-sama makmum, dan menghadap ke arah makmum. Tetapi, bila yang menjadi makmum wanita, maka bukanlah sunnah untuk menghadap ke arah makmum. Imam hendaknya tetap menghadap ke arah kiblat. Hal yang demikian kita maksudkan agar kaum wanita keluar lebih dulu.

Bagi makmum, jangan sekali-kali mereka meninggalkan tempat sebelum imam pergi atau bergeser dari tempat duduknya. Baik ia bergeser ke kanan maupun ke kiri. Hal yang demikian hukumnya adalah makruh. Sedangkan bagi imam, bergeser ke kanan adalah lebih baik, lebih utama, dan lebih Allah cintai.

Adab Qunut dan Shaf

Di dalam membaca doa Qunut pada shalat Subuh, janganlah imam mengkhususkan doa tersebut buat diri sendiri, seperti membaca: “Allaahummahdinaa”. Lafazh Nii yang berarti “aku” hendaknya diganti dengan lafazh Naa yang berarti “kami”. Mengkhususkan doa untuk diri sendiri tersebut hukumnya makruh.

Dalam membaca doa Qunut, hendaknya imam menggunakan suara yang keras. Sedangkan para makmum, hendaklah mereka mengamini (membaca “Amin”) doa imam. Dalam Qunut ini, tidak perlu mengangkat tangan, sebab hal ini tidak ada ajaran dari sunnah Rasul.

Makmum hendaknya juga membaca doa Qunut, yakni mulai lafazh: “Innaka taqdlii walaa yuqdlaa ‘alaik”, dan seterusnya sampai selesai bacaan doa Qunut tersebut. Alhasil, imam di dalam qunut hanya sampai pada bacaan sebelum lafazh: “Innaka taqdlii walaa yuqdlaa ‘alaik.”

Sabar Menanti Pertolongan Allah

Bagi seorang makmum,  ia dilarang berdiri menyendiri dari imam ketika melakukan shalat. Tetapi, hendaklah ia masuk ke dalam shaf atau menarik seorang makmum yang berada di depan agar ke belakang menemaninya, membuat shaf baru.

Mengikuti Gerakan Imam

Sebagai makmum, kita tidak boleh mendahului imam, atau tepat bersamaan dengannya. Hendaklah makmum — dalam segala gerak — lebih akhir dari imam, mengikutinya. Janganlah makmum melakukan rukuk sebelum imam telah sempurna rukuknya. Juga jangan terburu melakukan sujud, sebelum imam meletakkan dahi (keningnya) ke hamparan tempat sujud.(St.Diyar)

Referensi: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ghazali at-Thusi , Bidayatul Hidayah


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.