SURAU.CO–Imam Al-Ghazali, dalam kitab monumental beliau, Bidayatul Hidayah, menyatakan bahwa tidaklah pantas bila Anda hanya melaksanakan puasa Ramadan saja, tanpa melaksanakan puasa sunnah. Puasa sunnah akan mengantar kita ke suatu derajat yang tinggi, yakni surga yang paling tinggi: Firdaus. Mereka yang tidak melaksanakan puasa sunnah, kelak akan merasa susah. Sebab, mereka kelak akan melihat kemewahan dan tingginya kedudukan mereka yang memperbanyak puasa sunnah di dunia.
Mereka berada di tingkatan yang tinggi, yang dapat terlihat oleh orang lain sebagaimana mereka melihat bintang “Durriyah”, bintang yang cemerlang di langit. Dalam kenyataan memang demikian. Mereka mendapat kedudukan yang serba mewah dan tinggi, karena amal kebajikan yang telah mereka perbuat sewaktu di dunia. Mereka memang pantas menempati surga dalam keridhaan Allah.
Hari-Hari yang Rasulullah Anjurkan Berpuasa Sunnah
Adapun hari-hari besar yang disunahkan berpuasa, sesuai dengan apa yang Rasulullah SAW ajarkan selaku pembawa syariat Islam, adalah: hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) bagi orang yang tidak melakukan ibadah haji, hari Asyura (tanggal 10 Muharram). Kemudian mulai tanggal satu bulan Dzulhijjah dan tanggal satu bulan Muharram dan mulai tanggal satu bulan Rajab dan Syakban sampai dengan tanggal sepuluh.
Adapun memperbanyak amaliah puasa sunnah pada bulan-bulan yang mulia, yakni: Bulan Dzulhijjah, Dzulqa’dah, Muharram, dan Rajab, adalah sangat utama.
Sedangkan kesunahan puasa di setiap bulannya adalah pada permulaan bulan, yakni tanggal satu di setiap bulan (qamariyah). Di tengah bulan, yakni tanggal tiga belas, empat belas, lima belas setiap bulan. Tanggal ini biasa disebut dengan “Ayyamul Bidh”. Dan di akhir setiap bulan.
Adapun kesunahan puasa di setiap minggunya adalah pada hari Senin, Kamis, dan Jumat. Dosa-dosa yang kita perbuat selama seminggu dapat Allah ampuni karena kita melakukan puasa di hari Senin, Kamis, dan Jumat (yang disambung dengan Kamis atau Sabtu, tidak hanya hari Jumat saja). Sedangkan dosa (kecil) yang kita perbuat selama sebulan dapat Allah ampuni karena kita melakukan puasa sunnah di permulaan bulan, tengah-tengah bulan, dan akhir bulan. Sementara itu, dosa yang kita perbuat selama satu tahun dihapus lantaran kita melakukan puasa di bulan-bulan mulia seperti yang telah disebutkan di atas, demikian pula lantaran hari-hari mulia yang juga telah dijelaskan di muka.
Menyempurnakan Puasa: Bukan Hanya Menahan Lapar
Janganlah kita mempunyai anggapan bahwa yang disebut dengan ibadah puasa hanyalah meninggalkan makan dan minum, dan tidak menggauli istri sepanjang siang. Tetapi, kita juga harus meninggalkan perbuatan dosa atau yang tidak pantas dalam pandangan agama. Dalam masalah ini, Rasulullah SAW. telah bersabda:
“Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapat pahalanya, kecuali lapar dan dahaga.”
Untuk menyempurnakan ibadah puasa, jauhkanlah diri dari segala yang tidak Allah sukai (cintai). Bagi yang melakukan puasa, ia harus menjauhi lima perkara yang dapat merusak (keutamaan dan pahala) puasa. Lima perkara itu ialah: Memelihara mata dari melihat sesuatu yang tidak Allah sukai, atau melihat barang maksiat, menjaga lisan dari berbicara yang tiada maknanya. Kemudian memelihara telinga dari suara yang Allah haramkan. Sebab, orang yang mendengarkan barang haram itu hukumnya maksiat, sebagaimana orang yang mengucapkannya.
Orang yang berpuasa hendaklah menjaga anggota badan dari segala perbuatan yang agama larang, seperti mencegah makanan dan minuman yang masuk ke perut. Di samping itu, ia harus memelihara farji (kemaluan). Rasulullah SAW. telah bersabda:
“Ada lima perkara yang membatalkan (pahala) puasa, yakni bohong, mengumpat, mengadu domba, bersumpah palsu dan melihat sesuatu disertai syahwatnya.”
Di samping itu, Rasulullah SAW. mempertegas dengan sabdanya:
“Sesungguhnya puasa adalah penangkal api neraka. Maka apabila seseorang di antara kamu sedang melakukan puasa, hendaklah menjauhi diri dari percakapan dan perbuatan yang kotor (tidak senonoh) yang tidak disertai ilmu. Apabila ada seseorang yang menyerang untuk mengajak bertengkar, maka katakanlah kepadanya: ‘Aku sedang berpuasa.’ “
d. Berhati-hati di dalam berbuka. Hendaklah ia mencari makanan dan minuman yang halal, jangan sampai kemasukan yang haram.
e. Jangan memperbanyak makan dan minum ketika berbuka, sekalipun dengan barang yang halal. Apalagi berlebihan melebihi kebiasaan makan dan minum ketika tidak berpuasa. Kalau yang demikian dilakukan, maka tidak ada bedanya antara puasa atau tidak. Apalagi kebiasaan makan di setiap harinya dua kali, maka ketika berpuasa hendaklah satu kali. Demikian seterusnya.
Hikmah Sejati Puasa dan Ganjaran Tak Terhingga
Tujuan puasa adalah mengurangi syahwat, memperkuat takwa, serta mengurangi kekuatan. Kalau seseorang di malam hari makan dua kali lipat, sebagai pengganti makan siang, lalu apa artinya dia berpuasa? Puasanya tidak akan mendatangkan faedah, dan pahalanya tidak akan sempurna. Tindakan seperti ini menyebabkan seseorang malas beribadah. Padahal, perut yang dipenuhi dengan barang-barang halal dapat Allah murkai, apalagi yang haram. Makan terlalu kenyang mendatangkan kemurkaan Allah SWT.
Setelah Anda mengetahui maksud dan tujuan puasa, hendaklah Anda memperbanyak untuk melakukannya. Tentu saja, sesuai dengan kemampuan yang ada. Sebab, puasa merupakan fundamen dari segala amal ibadah dan merupakan kunci untuk mendekatkan diri kepada keridhaan Allah.
Rasulullah SAW. telah memberikan sabda yang menerangkan firman Allah dalam Hadits Qudsi:
“Setiap amal kebajikan pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali, bahkan sampai tujuh ratus kali, kecuali pahala puasa. Sesungguhnya puasa itu adalah buat-Ku dan hanya Akulah yang memberikan pahalanya.”
Di samping Hadits Qudsi di atas, Rasulullah SAW. juga bersabda:
“Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaan-Nya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih semerbak daripada minyak Kasturi.”
Didalam riwayat yang lain diterangkan pula, bahwa Allah SWT. telah berfirman dalam sebuah Hadits Qudsi:
“Sesungguhnya orang yang berpuasa meninggalkan syahwat (kesenangan), makanan dan minuman hanya karena mencari keridhaan-Ku. Karenanya, ibadah puasa adalah milik-Ku dan Akulah yang memberi pahalanya.”
Di samping itu, Rasulullah SAW. bersabda:
“Di surga nanti ada sebuah pintu yang disebut dengan pintu ‘Rayyan’. Tidak boleh seorang pun ke surga lewat pintu itu, kecuali orang yang melakukan ibadah puasa.”
(St.Diyar)
Referensi: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ghazali at-Thusi , Bidayatul Hidayah
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
