Khazanah
Beranda » Berita » Tahun Duka Cita: Ketika Nabi Muhammad Kehilangan Dua Pelindung Terbesar

Tahun Duka Cita: Ketika Nabi Muhammad Kehilangan Dua Pelindung Terbesar

ilustrasi by Meta AI.

SURAU.CO – Dalam sejarah dakwah Rasulullah Muhammad SAW, ada satu periode yang penuh kesedihan dan cobaan berat. Periode ini terjadi sekitar tahun kesepuluh kenabian. Rasulullah dan kaum Muslimin menghadapi pukulan bertubi-tubi. Mereka kehilangan dua sosok penting yang selama ini menjadi pilar utama perlindungan dan dukungan. Tahun ini kemudian dikenal sebagai “Tahun Duka Cita” atau Amul Huzn. Peristiwa ini menandai era baru tantangan bagi dakwah Islam di Makkah.

Berakhirnya Pemboikotan: Secercah Harapan yang Singkat

Sebelum Amul Huzn, kaum Muslimin telah melewati tiga tahun pemboikotan yang sangat berat. Kaum kafir Quraisy memberlakukan sanksi ekonomi dan sosial terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Mereka melakukan ini karena menolak menyerahkan Rasulullah. Pemboikotan ini membuat mereka terkunci di sebuah lembah. Mereka mengalami kelaparan dan penderitaan luar biasa.

Namun, Allah SWT mengakhiri penderitaan ini dengan cara-Nya. Beberapa tokoh Quraisy yang berakal sehat mulai merasa iba. Mereka merasa malu dengan kekejaman pemboikotan tersebut. Tokoh-tokoh seperti Hisyam bin Amr, Zuhair bin Umayyah, Muth’im bin Adi, Abul Bukhturi bin Hisyam, dan Zam’ah bin Al Aswad bersepakat. Mereka ingin membatalkan perjanjian boikot itu. Mereka berhasil merobek piagam perjanjian yang tertulis di dinding Ka’bah.

Menariknya, saat mereka merobek piagam itu, mereka menemukan sebuah mukjizat. Rayap telah memakan seluruh isi piagam, kecuali tulisan “Dengan Nama Allah”. Ini adalah tanda Ilahi yang jelas. Mukjizat ini membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad. Peristiwa ini menjadi secercah harapan. Kaum Muslimin berharap tekanan akan berkurang. Namun, takdir berkata lain.

Kematian Abu Thalib: Kehilangan Perisai Pelindung

Enam bulan setelah pemboikotan berakhir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menghadapi cobaan berat pertama. Pamannya, Abu Thalib, jatuh sakit parah. Abu Thalib adalah pelindung utama Nabi dari kekejaman kaum Quraisy. Beliau meninggal dunia pada usia 80 tahun, di tahun kesepuluh kenabian.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Saat Abu Thalib di ambang kematian, Rasulullah SAW mendatanginya. Beliau berusaha mengajaknya mengucapkan dua kalimat syahadat. Rasulullah sangat berharap pamannya akan memeluk Islam. “Wahai paman, ucapkanlah Laa Ilaaha Illallah,” pinta Nabi. “Kalimat itu dapat aku jadikan pembela bagimu di hadapan Allah.”

Namun, Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah juga hadir. Mereka membisikkan sesuatu kepada Abu Thalib. “Wahai Abu Thalib, apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muthalib (nenek moyangmu)?” bisik mereka. Sayangnya, bisikan itu berhasil. Abu Thalib akhirnya meninggal dunia tanpa sempat mengucapkan syahadat. Ia tetap pada agama nenek moyangnya.

Kematian Abu Thalib sangat melukai hati Nabi. Beliau sangat sedih dan terpukul. Peristiwa ini juga mengingatkan pada firman Allah SWT:

“إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ”

Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash: 56)

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Kematian Khadijah: Kehilangan Pendamping Setia dan Penopang Moral

Tidak lama setelah kematian Abu Thalib, kesedihan kembali menyelimuti Rasulullah. Istri tercintanya, Khadijah binti Khuwailid, wafat. Beliau meninggal sekitar dua atau tiga bulan setelah Abu Thalib, pada usia 65 tahun. Kehilangan Khadijah merupakan pukulan yang tak kalah hebat bagi Nabi.

Khadijah adalah wanita pertama yang memeluk Islam. Beliau adalah pendamping setia Nabi sejak awal kenabian. Ingatlah saat wahyu pertama turun di Gua Hira, Nabi pulang dalam keadaan menggigil. Khadijah adalah orang pertama yang menenangkan dan menguatkan beliau. “Demi Allah, Allah takkan menghinakanmu,” kata Khadijah saat itu. Kata-kata ini memberikan ketenangan bagi Nabi.

Khadijah juga mendukung dakwah Nabi dengan harta dan jiwanya. Beliau menghabiskan seluruh hartanya untuk kepentingan Islam. Beliau menjadi penopang moral yang tak tergantikan bagi Nabi. Kehilangan beliau berarti Nabi kehilangan dukungan emosional dan finansial yang sangat besar. Duka Nabi sangat mendalam atas wafatnya Khadijah. Beliau adalah sumber kekuatan dan kenyamanan di masa-masa sulit.

Amul Huzn: Tahun Kesedihan yang Mendalam

Karena kehilangan dua sosok penting ini dalam waktu yang berdekatan, Rasulullah SAW menamai tahun tersebut sebagai “Tahun Duka Cita” (Amul Huzn). Abu Thalib adalah perisai pelindung beliau dari ancaman fisik Quraisy. Sementara itu, Khadijah adalah penopang moral dan finansial yang memberikan ketenangan di rumah.

Peningkatan Penganiayaan setelah Kehilangan

Setelah kedua pelindung ini tiada, kaum kafir Quraisy semakin berani dan meningkatkan penganiayaan terhadap Nabi. Mereka tidak lagi takut menghadapi balasan dari Abu Thalib. Mereka terang-terangan menyerang dan mengolok-olok Rasulullah. Bahkan, mereka berani melempari beliau dengan kotoran dan pasir. Nabi tidak memiliki lagi perisai fisik yang kuat. Situasi ini menunjukkan betapa besar dampak kehilangan dua orang terkasih ini.

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Hiburan Ilahi dan Perspektif Baru

Di tengah kesedihan yang mendalam, Allah SWT tidak membiarkan Nabi Muhammad sendirian. Allah mengutus Malaikat Jibril untuk menghibur beliau. Jibril menekankan status Nabi yang tinggi di sisi Allah. Jibril juga menjelaskan bahwa penganiayaan itu tidak akan berlangsung lama. Setelah itu, peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi. Peristiwa agung ini menjadi penghiburan luar biasa bagi Nabi. Beliau melakukan perjalanan spiritual ke langit. Beliau bertemu dengan Allah SWT. Isra’ Mi’raj juga menandai perubahan strategi dakwah Nabi. Ini membuka jalan bagi pencarian dukungan di luar Makkah.

Hikmah dari Tahun Duka Cita

Peristiwa Amul Huzn mengandung banyak hikmah berharga bagi umat Muslim. Pertama, ini menunjukkan bahwa setiap pejuang dakwah pasti akan menghadapi cobaan dan kehilangan. Kesedihan adalah bagian dari perjalanan hidup. Kedua, ketabahan Rasulullah SAW menjadi teladan utama. Beliau tetap teguh meskipun kehilangan orang-orang terkasih.

Ketiga, peran penting dukungan keluarga dan sahabat sangat vital. Abu Thalib dan Khadijah membuktikan hal itu. Keempat, hidayah adalah hak prerogatif Allah. Meskipun Nabi sangat mencintai pamannya, hidayah tetap hanya datang dari Allah. Kelima, Allah selalu menghibur hamba-Nya yang berjuang. Setelah masa sulit, pasti ada kemudahan. Keenam, setiap kesulitan pasti membawa hikmah. Amul Huzn mempersiapkan Nabi untuk fase dakwah yang lebih besar.

Dengan memahami Amul Huzn, umat Muslim belajar tentang kesabaran, pengorbanan, dan kepercayaan penuh kepada Allah SWT. Ini adalah fondasi penting dalam membangun semangat juang. 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement