Opinion
Beranda » Berita » Khazanah Hukum: “Aturan Internal Terkait Ketenagakerjaan Dan Optimalisasi Peran Pekerja”

Khazanah Hukum: “Aturan Internal Terkait Ketenagakerjaan Dan Optimalisasi Peran Pekerja”

Khazanah Hukum: “Aturan Aturan Internal Terkait Ketenagakerjaan Dan Optimalisasi Peran Pekerja”
Khazanah Hukum: “Aturan Aturan Internal Terkait Ketenagakerjaan Dan Optimalisasi Peran Pekerja”

 

SURAU.CO – Pendahuluan: Mengupas pelaku usaha tentunya tidak bisa lepas dari payung hukum dan optimalisasi peran para pekerja/ buruh sebagai bagian dari unsur vital aset perusahaan.

Tulisan berikut merupakan sesi pertama, di mana penulis sajikan beberapa aturan internal yang menjadi Payung Hukum dalam proses penyelesaian ketika timbul perselisihan antara buruh/pekerja/karyawan dengan pihak pemberi kerja. Perhatikan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM), faktor paling krusial selain pencapaian kinerja manajemen.

Penulis coba paparkan terkait bentuk perekonomian , regulasi terkait perburuhan dan aturan internal penyertanya.

Kegiatan Perekonomian

Pada dasarnya kegiatan perekonomian terbagi menjadi 2 ( dua ) sektor :

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

a. Sektor Informal.
>Sektor Informal merupakan sektor penggerak perekonomian yang tidak bisa dipandang sebelah mata , baik dalam kontribusinya terkait penyerapan pekerja . Sektor informal merupakan bentuk kegiatan ekonomi yang berskala kecil dan tidak memerlukan keabsahan legalitas.

Ciri-ciri sektor informal :

Permodalan minim dan terbilang relatif kecil.
Pencatatan dan sistem administrasinya cenderung manual dan sangat sederhana, bahkan cenderung tidak memiliki catatan dengan model manajemen usaha yang lengkap.
Keuntungan yang tidak menentu dan tidak tetap.
Ragam kegiatan usahanya tidak terkena kewajiban fiskal.
Tidak memiliki izin dalam kegiatannya .
SDM hanya berbekal pengalaman dan tidak memerlukan pendidikan formal .
Unit usahanya dan bentuk usahanya sering berubah dan berganti.

Kesulitan dan rentan saat mencari sumber pendanaan usahanya

Para Pekerja rentan dengan perlindungan hukum terkait jaminan kontrak kerja atas hak dan kewajibannya .
>Contoh sektor informal adalah pekerja bangunan, driver pribadi, pedagang asongan, seniman, asisten rumah tangga, pekerja lepas ( influencer ) , pemilik kos-kosan dan penggarap lahan pertanian.

b. Sektor Formal.
Merupakan sektor yang mendapat ijin dari pejabat berwenang dalam menjalankan usahanya dalam bentuk ijin usaha. Memiliki Akte Pendirian yang telah diakreditasi ke lembaga Hukum dan HAM. Memiliki kekuatan perlindungan hukum dengan payung hukum yang mengikat dan melindungi. Mendapatkan pengabsahan dari otoritas yang berwenang, terdaftar lini usahanya, memiliki pelaporan pajak yang teratur, management yang transparant, memilik AD/ART , terikat pada regulasi , modal cukup optimal , SDM terjamin hak dan kewajiban hukumnya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ciri-ciri sektor Formal :

Mengantongi izin resmi dari pejabat setempat.
>Memiliki Legalitas baik berbadan usaha maupun badan Hukum.
>Memiliki kewajiban pelaporan pajak dalam kegiatannya baik pajak masa maupun pajak tahunan.
>Memiliki sumber awal permodalan yang optimal dan besar sesuai bidang usahanya.
Berdomisili dan berkegiatan di wilayah perkotaan maupun cluster kawasan usaha.
Sistem administrasi dan manajemen yang baik dan transparan .
SDM / para buruh / pekerja terjamin hak dan kewajibannya , memiliki kontrak kerja yang memenuhi asas-asas perburuhan.
Contoh sektor Formal : Dokter, ASN, Pekerja BUMN, Pekerja Perbankan, Pekerja Kantoran, Buruh Pabrik, dll.

Perburuhan dan Aturan Internalnya

Aturan internal adalah kaidah hukum ketenagakerjaan yang merupakan produk kesepakatan yang dibuat oleh para pihak yang saling terikat dalam hubungan kerja atau biasa disebut produk aturan otonom. Jenis produk aturan internal ini , dapat kita lihat pada Bab IX Pasal 50 sd Psl 66 – UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagkerjaan- Terkait Hubungan kerja yang mengatur tentang perjanjian dan hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha.

Produk / aturan internal ini biasanya berupa :

  1. Perjanjian Kerja yang dibuat secara tertulis atau lisan, perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum :

– Pasal 51 ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ). Pasal 52 ayat 1 : Perjanjian kerja dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, memiliki kemampuan dan kecakapan melakukan perbuatan hukum , adanya pekerjaan yang diperjanjikan , dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( vide Pasal 1320 KUH Perdata terkait syarat sahnya suatu perjanjian.).
– Pasal 55 : Perjanjian kerja yang sudah dibuat tidak dapat ditarik kembali dan/atau dirubah, kecuali atas persetujuan para pihak ( vide Pasal 1338 Pacta Sunt Servanda – Perjanjian yang dibuat menjadi hukum bagi para pembuatnya ).

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Perjanjian yang dibuat secara sah

Tidak dapat dibatalkan secara sepihak, kecuali dengan. Kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Jika salah satu pihak melanggar perjanjian (wanprestasi), pihak lain dapat menuntutnya. Hakim atau pihak ketiga tidak boleh mencampuri substansi kontrak yang telah disepakati oleh para pihak.

Perusahaan menjadikan produk internal ini sebagai hukum tertinggi dan prioritas utama untuk penyelesaian perselisihan perburuhan di tingkat awal.

  1. Perusahaan menyusun SOP sebagai dokumen tertulis yang berisi langkah-langkah terperinci untuk menyelesaikan pekerjaan secara konsisten, efisien, dan sesuai tujuan. Dokumen ini berfungsi sebagai panduan atau acuan bagi individu atau tim untuk menjalankan tugas sehari-hari. Berfungsi sebagai pedoman/guidence, menciptakan konsistensi, mencapai efisiensi, mengurangi tingkat kesalahan / error dan mempermudah pelatihan atau regenerasi karyawan baru. Perusahaan membuat SOP sebagai produk internal yang menjadi rujukan teknis dan pedoman kerja bagi pekerja dalam menjalankan tugasnya.

Dampak / implikasi

SOP merupakan standar terinci penyelesaian pengerjaan. Ketidak taatan dalam menjalankan sop bisa berakibat pada kerugian pada sistem maupun jadwal penyelesaian suatu pekerjaan. Ketidak taatan pada SOP merupakan bentuk pelanggaran yang memiliki dampak serius pada efisiensi dan tingkat produksi dan merupakan bentuk pelanggaran berat yang beresiko pemutusan hubungan kerja .

  1. Perusahaan menyusun Job Desk sebagai dokumen yang memuat tugas secara rinci berikut tanggungjawab, pemberian wewenang, serta harapan atas keinginan prestasi yang diharapkan akan dicapai oleh pekerja pada posisi tertentu, sehingga menjadi jembatan antara perusahaan dan karyawan dalam memberi kejelasan dan penilaian kinerja yang obyektif. Perusahaan membuat Job Desk untuk menjadi jembatan antara perusahaan dan karyawan dalam memberi kejelasan, memberikan gambaran kepada perusahaan terhadap apa yang menjadi harapan karyawan, serta menjadi tolok ukur bagi perusahaan untuk memberikan penilaian secara obyektif atas kinerja karyawan.

  2. Surat edaran (SE) / Memo Internal (IOM) adalah bentuk pemberitahuan secara tertulis yang merupakan instruksi terhadap hal-hal yang sifatnya sangat spesifik dan urgent, dan bersifat segera untuk dilaksanakan. Perusahaan wajibkan pekerja melaksanakan SE / IOM, dokumen resmi internal yang punya kekuatan hukum. Ketidaktaatan melaksanakan SE / IOM merupakan bentuk pelanggaran serius yang bisa berdampak pada turunnya penilaian atas kinerja dan bisa berakibat lebih fatal berupa pelanggaran dengan kategori sedang sampai berat bagi karyawan.

  3. Perusahaan membuat kebijakan tertulis untuk mengatur area spesifik terkait kebijakan mutu, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), penggunaan teknologi informasi, etika bisnis dan fungsi berjenjang terkait penanggungjawab tugas dan pelaksanaan lapangan.

Penyelesaian Sengketa Internal Perusahaan

Pada prinsipnya bentuk penyelesaian sengketa internal perusahaan melalui dua opsi yaitu :

  1. Penyelesaian melalui Non Litigasi (Jalur Perdamaian)

berupa :
Para pihak yang berselisih melakukan negosiasi untuk mencapai kesepakatan bersama. Ini merupakan cara efektif untuk menyelesaikan konflik dengan win-win solution.

Mediasi adalah solusi yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat tidak berat sebelah dan netral guna mempertemukan para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan. Peran pihak ketiga ini sejatinya bukan pemilik kewenangan untuk mengambil keputusan, akan tetapi lebih berperan menjadi pihak pemberi titik temu dan pemberi jalan damai bagi para pihak yang bersengketa.

Konsiliasi adalah identik dengan dengan mediasi, dengan menghadirkan pihak ketiga yang yang sifatnya tidak memihak guna mewujudkan perundingan. Dalam hal ini, pihak ketiga memiliki kewajiban untuk memberikan solusi dan pertimbangan hukum serta hak berpendapat.

Arbitrase merupakan bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan melibatkan lembaga arbiter yang bersifat netral dan merupakan pilihan bersama para pihak ytang bersengketa . Arbitrator membuat keputusan yang final dan mengikat.

Konseling

Sesi mendengarkan yang di inisiasi oleh Human Resourche Development ( HRD ) guna membantu mendengarkan masalah karyawan secara individu atau kelompok, dan untuk mengidentifikasi akar masalah, dan mencari solusi yang tepat dan berkeadilan.

  1. Penyelesaian melalui Jalur litigasi (penyelesaian melalui pengadilan)

Pengadilan Negeri : untuk solusi pilihan sengketa internal yang sifatnya sederhana dan tidak terlalu kompleks dan merupakan bentuk gugatan sederhana dengan para pihak yang bersengketa biasanya terkait pokok perkara yang menyimpangi aturan terkait perselisihan hubungan industrial yang rumit.

Pengadilan Hubungan Industrial : Merupakan solusi akhir apabila, pada akhirnya, proses non litigasi tidak mencapai kesepakatan akhir para pihak yang bersengketa. Merupakan bentuk sengketa yang melibatkan pihak perusahaan dan karyawan. Solusi ini harus telah melalui tahap upaya perundingan yang bersifat bipatrit hingga tripatit. Lakukan musyawarah mufakat terlebih dahulu sebagai bentuk penyelesaian yang lebih baik.

Ajukan gugatan ke Pengadilan jika konflik terus berlanjut dan penyelesaian non-litigasi gagal, terutama jika ada pelanggaran AD/ART perusahaan. Dan jenis ketidakpatuhan lain terkait konflik internal antar para pendiri perusahaan, pengurus perusahaan. Atau pendiri dengan pengurus perusahaan terkait ketidaksesuaian pelaksanaan RUPS dan RUPS Luar Biasa.

Penutup

Regulasi dan tata kelola internal dalam perusahaan terhadap issue perburuhan merupakan mitigasi resiko dan upaya untuk mengoptimalisasi peran pekerja . Sinergi antara regulasi internal , pengusaha sebagai pemberi kerja. Dan pekerja sebagai pemberi jasa adalah kunci dalam mendukung eksosistem perekonomian di Indonesia . Semoga bermanfaat.
Sumber Referensi :
– Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 Tentang UMKM
– Undang- Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. (Agung Edy Suyono, S.,H.,M.H. Merupakan Advokat dan Praktisi Hukum serta Pemerhati Kewirausahaan. Pendiri Firma Hukum Setiyanto & Partners dan LBH Nusantara Satu. Aktif dalam organisasi kemasyarakatan dan berpengalaman 35 thn. Di perusahaan rekanan / mitra Pertamina divisi fuel & gas stationt, divisi produk Lpg Pso & Lpg Non Pso).


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement