Khazanah
Beranda » Berita » Lima Kriteria Sahabat Ideal Menurut Bidayatul Hidayah

Lima Kriteria Sahabat Ideal Menurut Bidayatul Hidayah

Ilustrasi persahabatan.
Ilustrasi persahabatan.

SURAU.CO–  Dalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam Abu Hamid Al-Ghazali menjelaskan sebelum  bergaul dan berteman, perhatikanlah syarat-syarat bersahabat. Tidak semua orang layak kita jadikan teman, oleh karena itu, bersahabatlah hanya dengan orang yang pantas menjadi sahabat. Rasulullah saw. bersabda:

“Seseorang itu mengikut atau menurut agama (cara hidup) temannya, maka dari itu setiap orang di antara kamu harus melihat terlebih dahulu siapa yang sekiranya pantas atau cocok ia jadikan teman.”

Imam Abu Hamid Al-Ghazali  menuliskan jika kita mencari teman belajar, teman dalam urusan agama, atau teman bekerja. Kita harus memilih  orang yang memenuhi beberapa kriteria.

Orang yang Berakal (Cerdas)

Bergaul dengan orang bodoh hanya akan mengakibatkan cekcok dan keretakan, yang pada akhirnya menimbulkan permusuhan. Menurut Imam Abu Hamid Al-Ghazali, orang bodoh justru akan menyulitkan kita. Sebenarnya, musuh yang berakal lebih baik daripada teman yang bodoh. Ali bin Abi Thalib berkata:

“Janganlah engkau bersahabat dengan orang yang bodoh, waspadalah terhadap orang-orang bodoh. Banyak sekali orang alim menjadi hina dan rendah karena bergaul dengan orang bodoh. Seseorang dianggap sama dengan seseorang ketika sedang berjalan bersama-sama, seperti dua pasang sandal yang tentu menyamai satu dengan yang lainnya. Segala sesuatu memiliki kesamaan dan kemiripan dengan sesuatu yang lain. Hati seseorang dianggap sama dengan hati orang lain, ketika keduanya dapat bertemu (bersahabat).”

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Orang yang Baik Akhlaknya

Janganlah Anda bersahabat dengan orang yang akhlaknya buruk, yaitu orang yang tidak dapat mengendalikan dirinya saat marah dan tidak dapat menahan kemauan/syahwatnya. Sehubungan dengan ini, Algomah Al-Tharidy berpesan kepada puteranya menjelang wafatnya:

Wahai anakku! Apabila engkau hendak menjalin persahabatan dengan seseorang, pilihlah orang-orang yang memiliki sifat-sifat mulia. Pastikan ia adalah orang yang dapat menjagamu apabila engkau berkhidmah kepadanya, dan mampu memperbaiki dirimu apabila engkau berteman dengannya. Carilah sahabat yang selalu siap membantu kamu ketika engkau sedang memerlukan bantuan, dan ia pun senantiasa membalas jasa baikmu dengan kebaikan pula. Ia adalah orang yang selalu mengakui kebaikanmu, sekaligus selalu menutupi kejelekanmu. Selain itu, ia dapat menghargai atau mempercayai ucapanmu, selalu memberi bantuan apabila engkau mengerjakan sesuatu, dan bahkan mau mengalah apabila berebut sesuatu denganmu.

Ali bin Abi Thalib berkata:

“Sahabatmu yang sebenarnya adalah orang yang selalu bersamamu (di waktu senang dan susah), dan orang yang sanggup mengorbankan diri demi kebaikanmu. Ia pun sanggup memecahkan segala urusannya untuk menolongmu ketika engkau sedang dilanda bencana.”

Orang yang Saleh

Al-Ghazali menuliskan agar kita jangan berteman dengan orang yang fasiq, yaitu orang yang terus-menerus melakukan dosa-dosa besar.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Sebab, orang yang bertakwa kepada Allah tidak akan melakukan perbuatan maksiat yang berdosa besar secara terus-menerus. Selain itu, orang yang tidak takut kepada Allah tidak dapat dipercaya sepenuhnya, bahkan pendiriannya selalu berubah-ubah sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

“Dan janganlah engkau mengikuti orang yang telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.”

Janganlah Anda bergaul dengan orang fasiq, karena melihat kefasikan secara terus-menerus dapat menghilangkan kebencian Anda terhadap kemaksiatan. Akibatnya, Anda akan menganggap enteng perbuatan maksiat itu, dan akhirnya Anda mudah melakukannya.

Tidak Rakus terhadap Harta

Kemudian Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah  melarang kita bersahabat dengan orang yang rakus (cinta) harta kekayaan, sebab persahabatan dengan pencinta dunia merupakan racun yang ganas. Hal ini terjadi karena tabiat manusia selalu ingin meniru dan mengikuti tabiat orang lain; watak bahkan dapat menular tanpa disadari. Dengan demikian, bergaul dengan orang yang rakus terhadap harta akan menambah kecintaan Anda pada harta, sementara bergaul dengan orang yang tidak cinta harta justru akan mengurangi kecintaan Anda terhadap harta kekayaan.

Orang yang Jujur

Imam Abu Hamid Al-Ghazali mendorong kita untuk tidak bersahabat dengan orang pendusta, sebab Anda kemungkinan akan tertipu oleh kelicinan lidahnya.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Itulah lima syarat yang perlu menurut sang imam harus kitaperhatikan dalam memilih teman. Namun, apabila kita merasa kesulitan menemukan orang yang memiliki semua sifat tersebut di lingkungan pondok pesantren atau masjid, Imam AL-Ghazali menyarankan kita untuk memilih salah satu di antara dua perkara:

Pertama: Uzlah (Mengasingkan Diri). Artinya, Anda mengasingkan diri, tidak bergaul dengan siapa pun, karena dengan uzlah ini Anda pasti selamat.  Kedua: Bergaul sesuai kondisi orang yang bersangkutan. Artinya, jika berteman untuk tujuan supaya bahagia di hari kemudian, maka yang harus kita  pertimbangkan benar adalah masalah agamanya. Jika kita berteman demi kepentingan dunia, maka yang harus Anda perhatikan adalah kebaikan akhlak. Terakhir, jika hendak menjalin persahabatan agar hati merasa  tenteram, maka yang  harus kita perhatikan adalah keselamatan dari kejahatan.(St.Diyar)

Referensi: Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn Ghozali at-Thusi , Bidayatul Hidayah


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement