Khazanah
Beranda » Berita » Ngatur Dunia, Jangan Sampai Dunia yang Mengatur

Ngatur Dunia, Jangan Sampai Dunia yang Mengatur

pemuda muslim memegang jam pasir di tengah kota sebagai simbol mengatur dunia dengan iman
Seorang pemuda muslim berdiri di tengah kota modern dengan tangan memegang jam pasir bercahaya, simbol waktu dan kendali

Surau.co. Setiap manusia memendam impian: ingin sukses, sejahtera, dan bahagia. Namun di tengah perjuangan itu, banyak orang tidak menyadari bahwa mereka justru menjadi budak dari dunia yang seharusnya mereka kendalikan. Dunia yang awalnya ingin mereka atur malah mengambil alih kendali, membuat manusia sibuk mengejar tanpa tahu arah.

Pepatah modern sering menyeru, “Kerja keraslah sampai dunia tunduk kepadamu.” Akan tetapi, Islam mengajarkan sesuatu yang lebih halus: kendalikan dunia dengan iman, bukan dengan ambisi kosong. Dunia hanyalah ladang, bukan tujuan akhir. Rasulullah ﷺ pernah menggambarkan posisi dunia bagi seorang mukmin seperti orang asing yang sekadar singgah. Dalam hadits sahih disebutkan:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang pengembara.
(HR. Bukhari)

Pesan ini menegaskan bahwa manusia boleh mengatur dunia, tetapi jangan sampai dunia yang justru mengatur manusia hingga ia lupa arah pulang.

Dunia: Ciptaan untuk Diatur, Bukan Dituankan

Dalam Al-Qur’an, Allah ﷻ menegaskan bahwa dunia dan segala isinya Allah ciptakan untuk melayani manusia, bukan untuk menguasainya:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
Dialah yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 29)

Ayat ini mengandung makna mendalam. Dunia dan segala isinya hanyalah amanah yang manusia harus kelola dengan bijak. Namun, ironisnya, banyak manusia justru membalik makna ayat ini. Mereka menjadikan dunia sebagai tuan, bukan sebagai tugas.

Selain itu, teknologi, jabatan, dan kekayaan semestinya menjadi alat untuk mendekat kepada Allah, bukan menggantikan-Nya. Ketika seseorang menjadikan alat sebagai tujuan, ia kehilangan kendali dan arah hidup. Ia tampak sibuk, tetapi sesungguhnya hampa; ia banyak bergerak, namun tersesat.

Menjadi “pengatur dunia” berarti menggunakan setiap karunia Allah dengan tanggung jawab dan kesadaran spiritual. Dunia hanyalah ladang amal, bukan istana kesenangan. Karena itu, siapa pun yang mampu menahan diri dari diperbudak oleh dunia, dialah yang benar-benar berhasil menguasainya.

Tanda Dunia Sudah Mengatur Kita

Bagaimana kita bisa tahu bahwa dunia mulai menguasai diri kita? Ada beberapa tanda halus yang sering luput dari kesadaran.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Pertama, ketika nilai duniawi mengalahkan nilai ilahi. Saat seseorang menunda salat karena urusan bisnis, mengorbankan kebenaran demi popularitas, atau menjual kehormatan demi keuntungan, ia telah membiarkan dunia memegang kendali atas hidupnya.

Kedua, ketika kegelisahan tumbuh seiring bertambahnya harta. Semakin banyak yang dimiliki, semakin besar pula ketakutan kehilangan. Dunia menjebak manusia lewat rasa takut itu, membuat hati tak kunjung tenang meski segala tampak sempurna.

Ketiga, ketika niat bergeser dari ibadah menjadi gengsi. Banyak orang bekerja bukan lagi untuk mencari ridha Allah, tetapi demi pengakuan manusia. Inilah jebakan paling halus dari dunia: membuat manusia sibuk dengan topeng prestasi, namun lupa pada substansi makna hidup.

Pandangan Imam Al-Māwardi: Dunia yang Menguji Akal dan Adab

Imam Al-Māwardi dalam Adāb ad-Dunyā wa ad-Dīn menerangkan:

إِنَّ الدُّنْيَا دَارُ امْتِحَانٍ، لَا دَارُ جَزَاءٍ، وَمَنْ غَلَبَتْ عَلَيْهِ شَهْوَتُهُ فَقَدْ غَلَبَتْ عَلَيْهِ دُنْيَاهُ
Sesungguhnya dunia adalah tempat ujian, bukan tempat balasan. Siapa yang dikuasai oleh syahwatnya, maka sesungguhnya dunia telah menguasainya.”

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Pandangan ini sangat relevan dengan zaman modern. Imam Al-Māwardi menegaskan bahwa akal dan adab menjadi dua tameng utama agar manusia tidak dikuasai dunia. Orang yang hanya menuruti hawa nafsu akan kehilangan arah, sedangkan mereka yang menuntun hidup dengan akal dan adab akan mampu menata dunia tanpa kehilangan akhirat.

Lebih jauh lagi, beliau menekankan pentingnya keseimbangan. Dunia tidak boleh dihapus dari kehidupan, tetapi harus diletakkan pada posisi yang benar: sebagai sarana menuju Allah, bukan sebagai pengganti-Nya.

Menata Dunia dengan Nilai-Nilai Iman

Mengatur dunia berarti menata hidup dengan panduan nilai-nilai iman. Islam tidak pernah melarang seseorang mencari kekayaan, meraih jabatan, atau mengejar kemajuan. Namun, Islam melarang ketika semua itu membuat manusia lupa diri.

Allah ﷻ berfirman:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia.
(QS. Al-Qashash [28]: 77)

Ayat ini menegaskan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dunia boleh dikejar, asalkan arah langkahnya menuju ridha Allah. Dalam kehidupan modern, mengatur dunia berarti mengatur waktu, keuangan, prioritas, dan tujuan hidup berdasarkan nilai spiritual. Orang beriman akan menjadikan dunia sebagai sarana untuk mendekat kepada Allah, bukan menjauh dari-Nya.

Ketika Dunia Menjadi Cermin Diri

Sebenarnya, dunia ini netral; ia hanya mencerminkan isi hati manusia. Bagi hati yang kotor, dunia menjadi jebakan. Sebaliknya, bagi hati yang bersih, dunia menjadi ladang amal.

Rasulullah ﷺ bersabda:

الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ، مَلْعُونٌ مَا فِيهَا، إِلَّا ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا
Dunia itu terlaknat, dan terlaknat apa yang ada di dalamnya, kecuali zikir kepada Allah dan hal-hal yang mengikutinya, serta orang alim dan penuntut ilmu.
(HR. Tirmidzi)

Hadis ini bukanlah seruan untuk membenci dunia, tetapi peringatan agar dunia tidak kehilangan makna spiritualnya. Dunia justru menjadi indah ketika diisi dengan ingatan kepada Allah.

Oleh karena itu, orang yang benar-benar “mengatur dunia” adalah mereka yang menjadikan setiap aktivitas duniawi sebagai ibadah: bekerja dengan jujur, belajar dengan niat lillāh, bahkan beristirahat dengan kesadaran menjaga amanah tubuh.

Teknologi, Uang, dan Waktu: Tiga Wajah Dunia Modern

Pada era ini, dunia tampil dalam tiga wajah besar: teknologi, uang, dan waktu. Ketiganya bisa menjadi alat kebaikan, tetapi juga bisa menjadi jebakan jika tidak dikendalikan.

Teknologi seharusnya membantu manusia memperluas ilmu dan amal, bukan menenggelamkannya dalam distraksi. Uang seharusnya menjadi sarana keberkahan, bukan sumber keserakahan. Waktu seharusnya digunakan dengan disiplin, bukan dihabiskan tanpa arah.

Maka, siapa yang mampu menundukkan tiga hal ini dengan iman dan kebijaksanaan, dialah yang benar-benar mengatur dunia. Namun sebaliknya, siapa yang larut tanpa kesadaran, ia justru membiarkan dunia mengatur hidupnya.

Menjaga Hati agar Tak Diperbudak Dunia

Hati menjadi pusat kendali seluruh kehidupan. Seseorang hanya bisa menguasai dunia jika hatinya tidak dikuasai oleh dunia. Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
Sesungguhnya dalam diri manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah, itu adalah hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hati yang bersih akan menuntun akal dan tindakan menuju keseimbangan. Ia tidak silau oleh gemerlap dunia, karena tahu dunia hanyalah bayangan. Sebaliknya, hati yang kotor menjadikan dunia sebagai tuan, membuat seluruh hidup diarahkan untuk memuaskan keinginan sesaat.

Maka, membersihkan hati berarti melatih diri untuk merasa cukup, bersyukur, dan sadar arah hidup. Dengan begitu, manusia bisa menjalani dunia tanpa terjerat olehnya.

Penutup: Dunia Boleh Dipegang, Tapi Jangan Dipegangi

Dunia itu ibarat air. Jika manusia menaruhnya secukupnya di telapak tangan, air itu menyegarkan. Tetapi jika dibiarkan mengalir tanpa kendali, air itu menenggelamkan.

Karena itu, mengatur dunia berarti tahu kapan harus menggenggam dan kapan harus melepaskan. Jangan biarkan dunia mengambil alih hatimu. Jadilah pengendali, bukan yang dikendalikan. Atur hartamu, bukan biarkan hartamu mengaturmu. Kelola waktumu, bukan biarkan waktumu menentukan hidupmu.

Gunakan teknologi, tapi jangan serahkan jiwamu pada layar. Sebab pada akhirnya, dunia akan pergi, dan hanya amal yang akan tinggal. Mengatur dunia adalah sunnah kehidupan, tapi jangan sampai dunia yang menata akhiratmu.

*Gerwin Satria N

Pegiat literasi Iqro’ University blitar


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement