Kitab “Aqidah Wasithiyyah” merupakan salah satu mahakarya Syekhul Islam Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad bin Abdil Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Abil Qasim bin Muhammad Ibnu Taimiyyah Al-Harrani Ad-Dimasyqi (wafat 728 H). Kitab ini bukan sekadar tulisan biasa, melainkan respons atas kebutuhan mendesak umat Islam pada masanya untuk memahami akidah yang benar. Penulisannya memiliki latar belakang historis dan sosiologis yang sangat menarik untuk ditelusuri.
Ibnu Taimiyyah hidup di era yang penuh gejolak pemikiran. Berbagai sekte dan firqah dengan pemahaman akidah yang menyimpang dari jalan Ahlusunnah wal Jamaah tumbuh subur. Filosof, ahli kalam, Syiah, sufi ekstrem, dan kelompok-kelompok lain gencar menyebarkan ajaran mereka. Kondisi ini menciptakan kebingungan di tengah masyarakat awam, bahkan di kalangan cendekiawan Muslim. Mereka membutuhkan panduan yang jelas, lugas, dan bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Latar Belakang dan Pemicu Penulisan
Kisah penulisan “Aqidah Wasithiyyah” bermula sekitar tahun 698 H (1298 M). Kala itu, Ibnu Taimiyyah sedang berada di Damaskus. Beliau menerima permintaan dari seorang qadhi (hakim) terkemuka bernama Ridhiyuddin Al-Wasithi, yang berasal dari Wasith, sebuah kota antara Kufah dan Basra di Irak. Qadhi Al-Wasithi mengeluhkan banyaknya perselisihan dan perdebatan seputar masalah akidah di negerinya.
“Permintaan tersebut datang dari beberapa penduduk Wasith, daerah yang terletak di antara Kufah dan Basra, dari seorang qadhi yang bernama Ridhiyuddin Al-Wasithi,” demikian dicatat oleh para sejarawan. Mereka menginginkan sebuah risalah singkat namun komprehensif mengenai akidah Ahlusunnah wal Jamaah. Risalah ini diharapkan mampu menjelaskan poin-poin penting akidah tanpa kerumitan filsafat atau retorika kalam yang sulit dipahami. Mereka membutuhkan sebuah kitab yang memudahkan mereka membedakan kebenaran dari kebatilan.
Ibnu Taimiyyah, dengan keilmuan dan ketajaman analisisnya, segera merespons permintaan tersebut. Beliau melihat ini sebagai kesempatan emas untuk menjelaskan akidah yang murni kepada umat. Penulisan kitab ini dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, bahkan ada riwayat yang menyebutkan hanya dalam satu majelis setelah shalat Ashar. Ini menunjukkan betapa menguasainya Ibnu Taimiyyah terhadap materi akidah Islam. “Beliau menulisnya dalam waktu yang sangat singkat, bahkan ada yang menyebutkan dalam satu majelis setelah shalat Ashar.”
Isi dan Metodologi Penulisan
Dalam “Aqidah Wasithiyyah,” Ibnu Taimiyyah memaparkan akidah Ahlusunnah wal Jamaah dengan sangat sistematis. Beliau memulai dengan penjelasan tentang tauhid rububiyah, uluhiyah, dan asma wa shifat Allah. Kemudian, beliau membahas keyakinan terhadap malaikat, kitab-kitab Allah, para rasul, hari kiamat, serta qada dan qadar. Kitab ini juga menyentuh masalah iman kepada sahabat Nabi dan kedudukan mereka.
Metodologi yang digunakan Ibnu Taimiyyah sangat khas dan kuat. Beliau sepenuhnya mendasarkan setiap poin akidah pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Penjelasan beliau sangat lugas, jauh dari takwil-takwil rumit atau interpretasi filosofis yang sering digunakan oleh ahli kalam. Beliau juga menghindari pembahasan spekulatif yang tidak memiliki dasar syar’i.
Salah satu fokus utama kitab ini adalah menjelaskan pemahaman yang benar mengenai sifat-sifat Allah (asma wa shifat). Ibnu Taimiyyah secara tegas menolak pemahaman yang menyamakan Allah dengan makhluk (tasybih) maupun yang meniadakan sifat-sifat Allah (ta’thil). Beliau menganut manhaj salaf, yaitu menetapkan sifat-sifat Allah sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa takwil, tanpa tasybih, tanpa ta’thil, dan tanpa takyif (mempertanyakan bagaimana sifat itu).
Tantangan dan Penerimaan
Meskipun “Aqidah Wasithiyyah” dimaksudkan untuk menyatukan umat, bukan tanpa tantangan. Pemikiran Ibnu Taimiyyah, yang sangat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah serta menolak inovasi (bid’ah) dalam akidah, seringkali berbenturan dengan pemikiran kelompok-kelompok lain pada zamannya. Beberapa pihak menuduh beliau menyimpang, bahkan mengkafirkan.
Namun, di sisi lain, kitab ini juga mendapat sambutan hangat dari para ulama dan penuntut ilmu yang haus akan kebenaran. Mereka menemukan dalam “Aqidah Wasithiyyah” kejelasan dan ketegasan yang selama ini mereka cari. Kitab ini segera menjadi rujukan penting dalam studi akidah.
Penerimaan yang luas terhadap “Aqidah Wasithiyyah” tidak terlepas dari reputasi Ibnu Taimiyyah sebagai seorang ulama yang sangat alim, zuhud, dan berani dalam menyatakan kebenaran. Beliau adalah seorang mujtahid mutlak yang tidak gentar menghadapi kritik atau penolakan demi tegaknya akidah Islam yang murni.
Warisan Abadi
Hingga hari ini, “Aqidah Wasithiyyah” tetap menjadi salah satu kitab akidah yang paling banyak dipelajari dan diajarkan di seluruh dunia Islam. Para ulama dari berbagai mazhab dan latar belakang merekomendasikan kitab ini sebagai gerbang utama untuk memahami akidah Ahlusunnah wal Jamaah. Berbagai syarah (penjelasan), terjemahan, dan ringkasan telah ditulis untuk memudahkan umat memahami isinya.
Dampak “Aqidah Wasithiyyah” sangat besar. Kitab ini membantu mengembalikan pemahaman akidah umat kepada kemurniannya, sebagaimana yang dipahami oleh generasi salafus saleh. Melalui karya ini, Ibnu Taimiyyah telah mewariskan sebuah pedoman yang tak lekang oleh waktu, membimbing umat Islam untuk memegang teguh tali agama Allah dan menjauhi segala bentuk penyimpangan.
Karya ini menjadi bukti nyata komitmen Ibnu Taimiyyah dalam menjaga kemurnian ajaran Islam. Ia berdiri kokoh sebagai mercusuar akidah, menerangi jalan bagi mereka yang mencari kebenaran. Warisannya terus hidup, menginspirasi generasi demi generasi Muslim untuk mengkaji dan mengamalkan akidah yang benar.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
