SURAU.CO – Setiap insan beriman tentu mendambakan akhir kehidupan yang baik — husnul khotimah, yakni wafat dalam keadaan beriman, diridhai Allah, dan membawa bekal amal yang diterima. Namun tidak semua orang mendapat anugerah itu. Sebab, betapapun banyaknya amal seseorang, jika hatinya keruh, hubungannya dengan manusia rusak, terutama dengan orang tuanya, maka ia berada dalam ancaman berat: mati dalam su’ul khotimah — akhir kehidupan yang buruk.
Sa’id bin Musayyib rahimahullah berkata,
“Seseorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya tidak akan mati dalam keadaan buruk (su’ul khotimah).”
(Tarikh Ibnu Ma’in, 2/255 no. 1203)
Kalimat singkat ini menyimpan hikmah mendalam. Berbakti kepada orang tua (birrul walidain) bukan sekadar kewajiban moral atau budaya ketimuran, tetapi ia adalah perintah langit yang langsung berkaitan dengan nasib akhir manusia di dunia dan di akhirat.
Kunci Surga Ada di Telapak Kaki Ibu
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Surga berada di bawah telapak kaki ibu.”
(HR. An-Nasa’i, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Hadis ini bukan sekadar ungkapan kiasan. Ia adalah penegasan bahwa keridhaan Allah bergantung pada ridha seorang ibu. Maka barangsiapa yang ingin akhir hayatnya mulia, hendaklah ia menjaga hati ibunya agar tidak terluka. Seorang anak yang rela merendahkan dirinya demi ibunya sesungguhnya sedang mengangkat derajatnya di sisi Allah.
Kita hidup karena doa mereka. Kita berhasil karena pengorbanan mereka. Dan sering kali, keberkahan yang kita rasakan hari ini berasal dari doa lirih seorang ibu di sepertiga malam dan kesabaran seorang ayah dalam menahan letih. Maka bagaimana mungkin seseorang mengharap husnul khotimah sementara lisannya pernah meninggikan suara pada orang tuanya, atau hatinya menyimpan kebencian terhadap mereka?
Dosa Durhaka yang Menyulitkan Akhir Hayat
Rasulullah ﷺ memperingatkan,
> “Semua dosa akan ditangguhkan oleh Allah sampai hari kiamat, kecuali durhaka kepada orang tua. Maka Allah akan menyegerakan (azabnya) di dunia sebelum azab di akhirat.”
(HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Betapa mengerikan dosa ini. Seseorang yang menyakiti hati orang tuanya bisa kehilangan keberkahan hidup, kesulitan mencari rezeki, gelisah dalam pekerjaan, bahkan jauh dari ketenangan batin. Dan yang paling menakutkan: dicabut nyawanya dalam keadaan buruk.
Kita mungkin sering melihat orang yang semula rajin ibadah, namun di penghujung hidupnya berpaling dari ketaatan. Ada yang sulit mengucapkan syahadat saat sakaratul maut. Sebagian meninggal dalam lalai, padahal sebelumnya dikenal baik.
Ulama salaf menjelaskan bahwa salah satu sebab su’ul khotimah adalah putusnya hubungan dengan orang tua — terutama ketika anak tidak ridha terhadap mereka atau menolak untuk memohon maaf.
Keajaiban Ridha dan Doa Orang Tua
Doa orang tua adalah pintu langit yang terbuka lebar. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Tiga doa yang mustajab tanpa keraguan: doa orang tua, doa orang yang dizalimi, dan doa musafir.”
(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
Seorang anak yang ingin hidupnya penuh keberkahan hendaknya berusaha menjadi penyebab doa baik dari orang tuanya. Karena doa mereka tidak hanya mengantarkan kesuksesan di dunia, tetapi juga melapangkan jalan menuju husnul khotimah.
Dalam banyak kisah salaf, ada anak yang hampir meninggal dalam kesulitan, tetapi ketika ia meminta ampun kepada ibunya dan ibunya memaafkan, ruhnya keluar dengan tenang, diiringi senyum dan cahaya di wajahnya.
Itulah tanda husnul khotimah yang dijanjikan bagi mereka yang berbakti. Maka jangan tunggu waktu tua untuk memuliakan orang tua. Karena ridha mereka bisa menjadi cahaya yang menuntun ruh kita di ujung kehidupan.
Birrul Walidain: Jalan Menuju Husnul Khotimah
Berbakti kepada orang tua bukan hanya memberi nafkah atau membantu fisik mereka. Ia adalah sikap total dalam penghormatan, kasih sayang, dan ketaatan kepada perintah mereka selama tidak bertentangan dengan syariat.
Berbakti berarti:
- Mendengarkan tanpa memotong ucapan mereka.
Allah berfirman:
> “Janganlah engkau mengatakan ‘ah’ kepada keduanya, dan janganlah engkau membentak mereka, tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
(QS. Al-Isra: 23)
- Menjaga tutur kata dan raut wajah di hadapan mereka.
Wajah masam di hadapan orang tua bisa menjadi sebab hilangnya keberkahan. -
Mendoakan mereka dalam setiap sujud.
Sebagaimana doa yang diajarkan Al-Qur’an:
> “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka sebagaimana mereka telah mendidikku sewaktu kecil.”
(QS. Al-Isra: 24)
- Melanjutkan silaturahim setelah mereka tiada.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Sesungguhnya bentuk bakti yang paling utama adalah seseorang menyambung hubungan baik dengan teman-teman ayahnya setelah sang ayah meninggal.”
(HR. Muslim)
Ketika Berbakti Menjadi Jalan Penghapus Dosa
Tak ada manusia tanpa dosa. Namun Allah membuka banyak pintu ampunan, dan salah satu yang paling luas adalah bakti kepada orang tua. Dalam sebuah riwayat disebutkan, ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang dosa besar yang ia lakukan. Nabi bertanya,
> “Apakah engkau masih memiliki ibu?”
Ia menjawab, “Tidak.”
Nabi bertanya lagi, “Apakah engkau masih memiliki bibi?”
Ia menjawab, “Ya.”
Nabi bersabda, “Berbaktilah kepadanya.”
(HR. At-Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua — bahkan kepada kerabat yang menggantikan peran mereka — dapat menjadi sarana menghapus dosa besar. Maka siapa pun yang merasa jauh dari Allah, hendaknya mendekat melalui pintu bakti ini.
Menjaga Hati Mereka Adalah Ibadah Sepanjang Hayat
Bakti kepada orang tua tidak berhenti saat mereka meninggal. Justru setelah wafat, tanggung jawab itu terus berlanjut dengan cara:
Mendoakan mereka setiap waktu,
Melunasi hutang mereka,
Menyambung silaturahim dengan sahabat-sahabat mereka,
Dan menjaga nama baik mereka di hadapan manusia.
Setiap kali kita mengucap doa untuk mereka, Allah akan mengangkat derajat mereka di surga. Diriwayatkan bahwa seorang anak di surga bertanya kepada Allah mengapa derajatnya meningkat, padahal ia tak lagi beramal. Allah menjawab, “Itu karena doa anakmu untukmu.”
Penutup: Bakti yang Menyelamatkan dari Su’ul Khotimah
Kematian adalah pintu yang pasti. Namun bagaimana kita melewatinya, itu bergantung pada amal dan hubungan kita dengan sesama — terutama dengan orang tua.
Bakti kepada orang tua bukan hanya tanda iman, tetapi juga penghalang su’ul khotimah.
Sungguh rugi orang yang sibuk mengejar dunia, namun mengabaikan ibu dan ayahnya yang menunggu perhatian di rumah. Sungguh celaka orang yang memuliakan manusia di luar, tapi menyinggung hati orang tua di dalam.
Mari kita perbaiki hubungan itu hari ini.
Cium tangan mereka, ucapkan maaf dengan tulus, bahagiakan mereka dengan kesabaran, dan doakan mereka dalam setiap sujud.
Semoga Allah menjadikan kita anak-anak yang berbakti, yang mendapat doa restu kedua orang tua, dan ditutup hidupnya dengan husnul khotimah.
“Seseorang yang berbakti kepada kedua orang tuanya tidak akan mati dalam keadaan buruk.” — Sa’id bin Musayyib rahimahullah
#BirrulWalidain #Dakwah #Sunnah #HusnulKhotimah #TengkuIskandar #SUNTARA #SuluhNusantara. (Tengku Iskandar, M. Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
