SURAU.CO– Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in mendasarkan Iyyaka na’budu pada empat kaidah, yaitu mewujudkan apa yang Allah dan Rasul-Nya cintai, berupa perkataan hati dan lisan, serta amal hati dan anggota badan. Ubudiyah (peribadahan) merupakan nama yang meliputi keempat tingkatan. Pertama perkataan hati: Merupakan keyakinan terhadap apa yang Allah kabarkan, tentang Diri-Nya, sifat, asma’, perbuatan-Nya, para malaikat, perjumpaan dengan-Nya, dan apa yang para rasul-Nya sampaikan. Kedua perkataan lisan: Adalah pengabaran tentang keyakinan ini. Kemudian amal hati: Ialah seperti cinta kepada Allah, tawakal, tunduk, takut, dan berharap kepada-Nya, serta hal-hal lain yang merupakan gerak hati. Dan terakhir amal anggota tubuh: Seperti shalat, jihad, melangkah ke masjid untuk shalat Jum’at dan jama’ah, membantu orang miskin, berbuat baik kepada sesama manusia, dan lain sebagainya.
Ibadah Berlangsung Hingga Ajal Tiba
Keharusan melaksanakan iyyaka na’budu berlaku hingga akhir hayat. Allah befirman,
“Dan, sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al-Hijr: 99).
Di dalam Ash-Shahih, terdapat pula riwayat tentang kisah kematian Utsman bin Mazh’un, Nabi Saw. bersabda, “Ajal dari Rabb-nya telah datang kepada Utsman.”
Seorang hamba tidak akan terbebas dari ibadah selama dia berada di dunia. Bahkan di alam Barzakh pun ia tetap memiliki bentuk ibadah tersendiri, yaitu ketika dua malaikat bertanya kepadanya, “Siapakah yang ia sembah dan apakah yang ia katakan tentang Rasulullah?” Maka, kedua malaikat menunggu jawaban yang akan keluar dari hamba itu. Bahkan pada hari kiamat pun masih ada ibadah yang harus kita lakukan, yaitu saat Allah menyeru semua makhluk untuk sujud. Pada saat itu, orang-orang Mukmin sujud, sedangkan orang-orang kafir dan munafik tidak bisa sujud. Setelah makhluk masuk surga atau neraka, maka tidak ada lagi kewajiban, selain dari tasbih yang para penghuni surga lakukan.
Siapa pun yang berpendapat bahwa dia sudah mencapai suatu tingkatan yang membuatnya terbebas dari ibadah adalah orang zindiq yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Padahal, orang yang telah mencapai sekian banyak tingkatan ibadah, justru ibadahnya semakin besar dan kewajibannya lebih banyak daripada yang lain, seperti kewajiban para rasul yang lebih banyak dan lebih berat.
Tingkatan dan Penopang Ubudiyah
Jika menilik dari ilmu dan amal, ubudiyah itu mempunyai beberapa tingkatan. Pertama ubudiyah dari sisi ilmu ada dua tingkatan yaitu ilmu tentang Allah: Meliputi ilmu tentang Dzat, sifat, perbuatan, asma’ Allah, dan membebaskan-Nya dari hal-hal yang tidak sesuai dengan-Nya. (Ada lima macam). Dan ilmu tentang agama-Nya: Meliputi ilmu yang berkaitan dengan perintah dan syariat (jalan lurus yang menghantarkan kepada Allah), dan ilmu yang berkaitan dengan pahala serta siksa. (Ada dua macam).
Ubudiyah berkisar pada beberapa penopang. Siapa pun yang dapat menyempurnakan penopang-penopang ini, maka ia dapat menyempurnakan tingkatan-tingkatan ubudiyah di atas.
Jelasnya, kita membagi ubudiyah atas hati, lisan, dan anggota tubuh. Masing-masing dari tiga bagian ini mempunyai ubudiyah yang bersifat khusus. Sementara itu, hukum-hukum ubudiyah ada lima macam: wajib, sunat, haram, makruh, dan mubah. Kelima hukum ini berlaku untuk hati, lisan, dan anggota tubuh.
Ubudiyah Hati
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan yang wajib bagi hati: Ada yang sudah disepakati kewajibannya (ikhlas, tawakal, cinta, sabar, pasrah, takut, berharap, pembenaran, niat dalam ibadah) dan ada yang diperselisihkan. Yang diharamkan bagi hati: Takabur, riya’, ujub, dengki, lalai, dan kemunafikan. Kita dapat menghimpun semua ini dalam dua perkara: Kufur dan kedurhakaan. Kufur: Seperti keragu-raguan, kemunafikan, syirik, dan segala cabangnya.
Kedurhakaan menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah: Ada dua macam, besar dan kecil. Kedurhakaan yang besar: Seperti riya’, takabur, ujub, membanggakan diri, putus asa dari rahmat Allah, merasa aman dari tipu daya Allah, merasa senang melihat penderitaan orang Muslim, suka jika ada kekejian yang menyebar di tengah orang-orang Muslim, iri terhadap karunia yang mereka terima, berharap agar karunia itu sirna dari mereka, dan hal-hal lain yang sejenis. Ibnu Qayyim menyatakan semua ini jauh lebih haram daripada pengharaman zina, minum khamr, serta dosa-dosa besar yang zahir. Semua keburukan ini muncul karena ketidaktahuan tentang ubudiyah hati dan tidak memperhatikannya. Allah membebankan tugas iyyaka na’budu kepada hati terlebih dahulu sebelum ia dibebankan kepada anggota tubuh. Jika tugas ini kita abaikan, maka yang muncul adalah kebalikannya.
Dosa-dosa kecil dalam hati: Seperti menginginkan hal yang haram dan membayangkannya. Perbedaan tingkat keinginan, tergantung pada perbedaan tingkat sesuatu yang manusia inginkan. Keinginan terhadap kufur dan syirik adalah kufur. Kemudian keinginan terhadap bid’ah adalah kefasikan.Dan hasrat terhadap dosa besar adalah kedurhakaan. Jika seseorang meninggalkan keinginan ini karena Allah sesuai kesanggupannya, maka ia mendapat pahala.
Ubudiyah Lisan
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan Ubudiyah lisan ada lima macam: Yang wajib: Meliputi mengucapkan syahadatain, membaca apa yang harus dibaca dari isi Al-Qur’an (seperti yang menjaga keabsahan shalat), mengucapkan zikir-zikir yang wajib dalam shalat (seperti yang Allah dan Rasul-Nya perintahkan), membalas ucapan salam, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajari orang yang bodoh, menunjuki orang yang sesat, memberikan kesaksian yang dibutuhkan, berkata jujur, dan lain-lainnya. Yang sunat: Meliputi membaca Al-Qur’an, terus-menerus menyebut asma Allah, menggali ilmu yang bermanfaat, dan lain-lainnya. Kemudian yang haram: Ialah mengucapkan perkataan apa pun yang Allah dan Rasul-Nya benci, menyampaikan bid’ah yang bertentangan dengan ketetapan Allah dan Rasul-Nya, menyeru kepada bid’ah, menuduh, dan mencaci orang Muslim, dusta, memberikan kesaksian palsu, dan mengatakan tentang Allah tanpa berdasar pengetahuan. Yang makruh: Ialah mengatakan sesuatu, padahal seandainya hal itu tidak ia katakan, maka akan lebih baik. Hal ini tidak mengakibatkan siksaan.
Ubudiyah Anggota Tubuh
Ibnu Qayyim menjelaskan ubudiyah yang harus anggota tubuh lakukan ada dua puluh lima, karena indera ada lima dan masing-masing indera mempunyai lima kewajiban, yang meliputi wajib, sunat, haram, makruh, dan mubah.(St.Diyar)
Referensi: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
