Khazanah
Beranda » Berita » Menjadi Murid dan Guru: Jalan Ilmu dan Adab dalam Kitab al-Ghazālī

Menjadi Murid dan Guru: Jalan Ilmu dan Adab dalam Kitab al-Ghazālī

Surau.co. Menjadi murid dan guru bukan sekadar hubungan antara pencari dan pemberi ilmu. Dalam pandangan Imam Abū Ḥāmid al-Ghazālī melalui Bidāyat al-Hidāyah, keduanya adalah dua peran suci yang berjalan di atas jalan hidayah. Ilmu, bagi al-Ghazālī, bukan sekadar pengetahuan yang dihafal, melainkan cahaya yang menerangi hati.

Beliau menulis dengan tegas:

اِعْلَمْ أَنَّ الْعِلْمَ عِبَادَةٌ، وَطَلَبُهُ قُرْبَةٌ، وَالْبَحْثَ عَنْهُ جِهَادٌ.
“Ketahuilah, ilmu itu adalah ibadah, mencarinya adalah pendekatan kepada Allah, dan mendalaminya adalah jihad.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 150)

Dengan demikian, mencari ilmu bukan hanya aktivitas intelektual, melainkan ibadah yang menuntut kemurnian niat dan adab. Bagi al-Ghazālī, ilmu tanpa adab bagaikan pohon tanpa akar — bisa tumbuh cepat, tapi mudah tumbang.

Fenomena Sehari-hari: Ilmu yang Hilang Maknanya

Di era modern, ilmu berkembang pesat. Namun, banyak orang berilmu kehilangan arah, menjadikan pengetahuan sekadar alat untuk berdebat atau menunjukkan keunggulan diri. Imam al-Ghazālī sudah mengingatkan bahaya ini berabad-abad lalu:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِلْمُجَادَلَةِ وَالْمُفَاخَرَةِ، فَقَدْ بَاعَ آخِرَتَهُ بِدُنْيَاهُ.
“Barang siapa menuntut ilmu untuk berdebat dan bermegah-megahan, maka ia telah menjual akhiratnya demi dunia.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 152)

Kalimat ini terasa begitu relevan di tengah budaya pencitraan akademik dan popularitas di dunia digital. Banyak yang berilmu tapi kehilangan hikmah, banyak yang pandai berbicara tapi tak lagi bijak mendengar.

Al-Qur’an menegaskan pentingnya memadukan ilmu dan adab:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ.
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Fāṭir [35]: 28)

Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu sejati tidak berhenti pada pemahaman, tapi berbuah pada ketundukan.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Adab Sebagai Jiwa dari Ilmu

Bagi al-Ghazālī, inti pendidikan adalah adab — baik bagi murid maupun guru. Ilmu tanpa adab akan melahirkan kesombongan, sementara adab tanpa ilmu akan menimbulkan kebodohan yang angkuh.

Beliau menulis:

مَنْ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَلَمْ يُزَيِّنْهُ بِالْعَمَلِ وَالْأَدَبِ، فَقَدْ أَهَانَ الْعِلْمَ.
“Barang siapa belajar ilmu tapi tidak menghiasinya dengan amal dan adab, maka ia telah merendahkan ilmu itu.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 153)

Dalam sistem pendidikan Islam klasik, murid tidak hanya belajar dari kata-kata gurunya, tetapi juga dari akhlaknya. Bahkan, adab kepada guru dianggap lebih utama daripada kecerdasan.

Nabi ﷺ bersabda:

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ كَبِيرَنَا وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا حَقَّهُ.
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang tua, tidak menyayangi yang muda, dan tidak mengetahui hak orang berilmu.” (HR. Aḥmad)

Bagi al-Ghazālī, ilmu sejati hanya akan tumbuh di hati yang penuh hormat. Karena itu, menuntut ilmu dimulai dengan membersihkan niat dan merendahkan diri di hadapan guru.

Adab Seorang Murid: Belajar dengan Rendah Hati

Dalam Bidāyat al-Hidāyah, Imam al-Ghazālī menjelaskan panjang lebar bagaimana seharusnya seorang murid bersikap. Ia menulis:

لَا تَتَعَلَّمْ الْعِلْمَ لِتُرِيَ النَّاسَ أَنَّكَ فَقِيهٌ، وَلَكِنْ لِتَعْمَلَ بِهِ وَتَهْتَدِيَ بِنُورِهِ.
“Janganlah engkau belajar ilmu untuk memperlihatkan kepada manusia bahwa engkau pandai, tetapi agar engkau dapat beramal dan memperoleh hidayah melalui cahayanya.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 154)

Nasihat ini menekankan bahwa ilmu harus menjadi jalan hidup, bukan panggung kebanggaan. Murid sejati adalah mereka yang lebih sibuk memperbaiki diri daripada menilai orang lain.

Al-Ghazālī juga berpesan agar murid bersabar terhadap kelemahan gurunya. Sebab, guru bukan malaikat, dan kesabaran dalam belajar adalah bagian dari adab. Ia menulis:

اِحْمِلْ خَطَأَ مُعَلِّمِكَ عَلَى أَحْسَنِ الْوُجُوهِ، فَإِنَّهُ مَنْصُوحٌ لَكَ.
“Maklumilah kesalahan gurumu dengan prasangka baik, karena ia adalah orang yang menasihatimu.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 155)

Dengan demikian, murid bukan sekadar penerima ilmu, tetapi penempuh jalan spiritual yang harus menata hati agar pantas menerima cahaya ilmu itu sendiri.

Adab Seorang Guru: Mengajar dengan Kasih dan Keteladanan

Imam al-Ghazālī menempatkan tanggung jawab guru pada posisi yang sangat mulia. Guru adalah pewaris para nabi, bukan hanya karena mengajar, tetapi karena menanamkan nilai.

Ia menulis:

كُنْ لِطَالِبِكَ كَالْأَبِ لِوَلَدِهِ، يَسْعَى فِي نَجَاتِهِ وَلَا يَنْتَظِرُ مِنْهُ جَزَاءً.
“Jadilah bagi muridmu seperti seorang ayah bagi anaknya — berjuang demi keselamatannya tanpa berharap balasan.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 157)

Guru sejati bukan yang hanya memberi jawaban, tetapi yang menuntun murid menemukan hikmah. Ia mengajarkan bukan untuk dikagumi, melainkan agar muridnya semakin dekat kepada Allah.

Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ.
“Sesungguhnya Allah, para malaikat, dan seluruh makhluk di langit dan bumi, bahkan semut di lubangnya, bershalawat kepada guru yang mengajarkan kebaikan.” (HR. Tirmiżī)

Guru, bagi al-Ghazālī, adalah cahaya yang menerangi, bukan api yang membakar. Ia memberi arah tanpa memaksa, menghidupkan semangat tanpa menjadikan dirinya pusat perhatian.

Refleksi: Ilmu yang Menghidupkan, Adab yang Menenangkan

Imam al-Ghazālī menutup nasihatnya tentang ilmu dengan kalimat yang menggugah:

اِجْعَلْ عِلْمَكَ سُلَّمًا إِلَى الْآخِرَةِ، وَلَا تَجْعَلْهُ سَبَبًا لِلدُّنْيَا.
“Jadikan ilmumu sebagai tangga menuju akhirat, jangan jadikan ia sebagai alat untuk dunia.” (Bidāyat al-Hidāyah, hlm. 158)

Kalimat ini mengandung pesan universal: ilmu sejati bukan sekadar untuk diketahui, tapi untuk dijalani. Guru dan murid sama-sama sedang belajar — yang satu mengajar untuk memperbaiki orang lain, yang lain belajar untuk memperbaiki diri.

Dalam dunia yang sibuk dengan kompetisi, ajaran al-Ghazālī mengingatkan bahwa ilmu sejati justru menumbuhkan ketenangan. Sebab, ilmu yang disertai adab akan melahirkan kebijaksanaan, sedangkan ilmu tanpa adab hanya menambah kebingungan dan kesombongan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement