Khazanah
Beranda » Berita » Al-Fatihah: Bantahan Terhadap Golongan Batil, Bid’ah, dan Sesat Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Al-Fatihah: Bantahan Terhadap Golongan Batil, Bid’ah, dan Sesat Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Ilustrasi hamba yang berikhtiar menyucikan hati.
Ilustrasi hamba yang berikhtiar menyucikan hati.

SURAU.COSecara global, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menyatakan bahwa ash-shirathul-mustaqim (jalan yang lurus) dalam Al-Fatihah mencakup pengetahuan tentang kebenaran, memprioritaskan kebenaran daripada yang lain, mencintai kebenaran, menyeru kepadaNya, dan memerangi musuh-musuhNya sesuai kesanggupan. Kebenaran di sini adalah apa yang Rasulullah Saw. dan para sahabat bawa, seperti ilmu dan amal tentang sifat Allah, asma’ (nama-nama), perintah, larangan, janji, ancaman, dan hakikat-hakikat iman. Semua hal ini merupakan etape bagi orang-orang yang berjalan menuju Allah.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengajak kita menyerahkan semua masalah ini kepada Rasulullah dan tidak menyerahkannya kepada pendapat atau pemikiran manusia. Oleh karena itu, kita tidak dapat meragukan bahwa ilmu dan amal yang ada pada diri Rasulullah Saw. dan para sahabat adalah pengetahuan tentang kebenaran yang harus kita prioritaskan daripada yang lain. Inilah yang kita sebut ash-shirathul-mustaqim. Dengan cara yang global ini, kita dapat mengetahui bahwa siapa pun yang bertentangan dengan jalan ini adalah batil, atau mereka merupakan salah satu dari dua jenis golongan: golongan yang mendapat murka dan golongan yang sesat.

Penetapan Pencipta (Khaliq) dan Bantahan Terhadap Pengingkar

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, kita dapat membagi manusia secara umum menjadi dua macam: golongan yang mengakui kebenaran dan golongan yang mengingkari kebenaran. Sementara itu, Al-Fatihah mencakup penetapan adanya Khaliq dan penolakan terhadap orang yang mengingkari keberadaan-Nya, yaitu dengan penetapan Rububiyah (Ketuhanan) Allah atas semesta alam.

Ia mengajak agar kita memperhatikan semua benda alam, baik alam atas maupun alam bawah, maka engkau akan melihat bukti keberadaan Sang Pencipta. Keberadaan Allah ini lebih nyata bagi akal dan fitrah daripada keberadaan sungai yang mengalir. Jika seseorang tidak mempunyai pandangan seperti ini dalam akal dan fitrahnya, maka kita harus mempertanyakan apakah ada sesuatu yang tidak beres pada akalnya.

Seiring dengan kebatilan orang-orang yang mengingkari keberadaan Allah, batil pula pendapat orang-orang yang mengatakan tentang wahdatul-wujud (kesatuan wujud). Mereka berpendapat bahwa wujud alam ini juga merupakan wujud Allah dan Allah merupakan hakikat wujud alam ini. Jadi, menurut mereka, tidak ada lagi istilah Rabb dan hamba, penguasa dan yang dikuasai, pengasih dan yang dikasihi, pemberi pertolongan dan yang meminta pertolongan, pemberi petunjuk dan yang diberi petunjuk, serta pemberi nikmat dan yang diberi nikmat. Sebab, Allah adalah hamba itu sendiri, dan yang disembah adalah yang menyembah itu sendiri. Mereka menganggap perbedaan wujud hanya sekadar masalah relativitas yang bergantung kepada fenomena zat dan penampakannya. Dengan demikian, terkadang wujudnya bisa berupa seorang hamba biasa, terkadang berwujud Fir’aun, pemberi petunjuk, nabi, rasul, ulama, dan lain sebagainya. Meskipun berbeda-beda, mereka meyakini semua berasal dari satu inti, bahkan Allah adalah inti itu sendiri. Surat Al-Fatihah, dari pertama hingga akhirnya, menjelaskan kebatilan dan kesesatan golongan ini.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Penetapan Tauhid dan Bantahan Terhadap Syirik

Orang-orang yang menetapkan adanya Khaliq oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah terbagi lagi menjadi dua macam: golongan yang mengesakan Khaliq atau ahli tauhid, dan golongan yang menyekutukan Khaliq atau ahli syirik.

Ahli Syirik terbagi menjadi dua macam: pertama adalah orang-orang yang menyekutukan Rububiyah dan Uluhiyah-Nya. Yakni seperti orang-orang Majusi dan yang serupa dengan mereka dari golongan Qadariyah. Mereka menetapkan adanya pencipta selain Allah yang menyertai Allah, meskipun mereka tidak mengatakan adanya kesetaraan di antara keduanya. Golongan Qadariyah Majusi menetapkan adanya para pencipta perbuatan di samping Allah. Perbuatan ini mereka yakini di luar kehendak Allah, dan Allah tidak mempunyai kekuasaan terhadapnya.

Sebaliknya, para pencipta selain-Nya itulah yang menjadikan diri mereka bisa berbuat dan berkehendak. Dalam ayat Iyyaka na’budu terkandung sanggahan terhadap pendapat mereka. Sebab, pertolongan yang mereka mohonkan kepada-Nya berarti mereka mengharapkan sesuatu yang ada di Tangan Allah dan ada dalam kekuasaan serta kehendak-Nya. Lalu, bagaimana mungkin orang yang katanya mampu berbuat, tapi dia masih meminta pertolongan?

Golongan kedua yakni orang-orang yang menyekutukan Uluhiyah-Nya. Mereka mengatakan bahwa hanya Allah penguasa dan pencipta segala sesuatu, dan Allah adalah Rabb mereka dan bapak-bapak mereka sejak dahulu. Meskipun demikian, mereka masih menyembah selain-Nya, mencintai dan mengagungkannya. Mereka menciptakan tandingan bagi Allah. Mereka tidak menetapi hak iyyaka na’budu. Meskipun mereka berkata na’buduka (kami menyembah-Mu), tetapi mereka tidak murni dalam iyyaka na’budu. Di mana mengandung pengertian: Kami tidak menyembah kecuali Engkau semata, dengan penuh kecintaan, harapan, ketakutan, ketaatan, dan pengagungan. Ayat Iyyaka na’budu merupakan pengejawantahan dari tauhid dan peniadaan syirik dalam Uluhiyah. Sementara itu, ayat Iyyaka nasta’in merupakan pengejawantahan dalam tauhid Rububiyah dan peniadaan syirik dalam Rububiyah.

Bantahan terhadap Golongan Sesat Lainnya

Surat Al-Fatihah juga mengandung sanggahan terhadap pendapat berbagai golongan yang menyimpang dan sesat. Kelompok-kelompok ini mencakup Al-Jahmiyah yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-Jabariyah yang meniadakan pilihan dan kehendak bagi manusia (karena segala sesuatu pada diri manusia berdasarkan kehendak Allah), dan golongan yang menetapkan perbuatan Allah pada hal-hal yang pasti (namun Dia tidak mempunyai pilihan serta kehendak).

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Selain itu, Al-Fatihah juga membantah golongan yang mengingkari keterkaitan ilmu-Nya dengan hal-hal parsial, golongan yang mengingkari nubuwah (kenabian). Juga pada golongan yang mengatakan tentang keberadaan alam sejak dahulu kala. Terakhir, Al-Fatihah juga menyanggah Ar-Rafidhah. Yakni kelompok yang menganggap hanya keturunan Rasulullah yang benar. Sementara selain mereka tidak benar dan tidak akan masuk surga, meskipun itu adalah sahabat Abu Bakar.(St.Diyar)

Referensi: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement