SURAU.CO – Penyembahan berhala merupakan salah satu bentuk penyimpangan akidah paling tua dalam sejarah manusia. Ia muncul sebagai bentuk pengalihan ibadah dari Allah Yang Maha Esa kepada makhluk ciptaan-Nya.
Sejarah mencatat bahwa penyembahan berhala bukanlah sistem kepercayaan yang muncul begitu saja, melainkan hasil dari proses panjang penyimpangan keyakinan manusia yang semula beriman kepada Allah. Dalam Islam menyebut perbuatan menyembah berhala sebagai syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
(QS. An-Nisa: 48)
Ayat ini menjadi peringatan tegas bahwa penyembahan berhala bukanlah kesalahan ringan. Ia merupakan bentuk pengkhianatan terhadap tauhid yang merupakan fondasi utama ajaran Islam dan semua ajaran para nabi.
Lalu bagaimana asal mula penyembahan berhala? Mengapa manusia yang dahulu mengenal Allah bisa terjerumus kepada penyembahan terhadap patung, batu, dan benda-benda lain?
Awal Mula: Tauhid Zaman Nabi Nuh ‘Alaihissalam
Para sejarawan Islam seperti Ibnu Katsir dan para mufassir menjelaskan bahwa setelah zaman Nabi Adam ‘alaihissalam, umat manusia masih berada dalam ajaran tauhid. Mereka mengenal Allah, beribadah hanya kepada-Nya, dan menjalankan kehidupan dengan bimbingan wahyu.
Namun, seiring berjalannya waktu, muncul generasi yang jauh dari masa kenabian. Mereka mulai lalai, hawa nafsu dan godaan setan mulai menguasai hati manusia. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, menjelaskan bahwa penyembahan berhala pertama kali terjadi di zaman Nabi Nuh ‘alaihissalam.
Pada masa itu, hidup beberapa orang saleh yang masyarakatnya sangat cintai, karena ketakwaan dan keshalihan mereka. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr. Ketika mereka wafat, masyarakat merasa kehilangan sosok panutan yang selama ini menjadi pengingat mereka kepada Allah. Setan kemudian datang membisikkan ide kepada mereka:
“Buatlah patung-patung menyerupai orang-orang saleh itu agar kalian dapat mengingat semangat ibadah mereka.”
Awalnya, mereka tidak menyembah patung-patung. Mereka hanya jadikan simbol kenangan dan pengingat agar masyarakat tetap meneladani amal saleh orang-orang tersebut. Akan tetapi, setelah generasi itu meninggal dan tergantikan oleh generasi baru yang tidak memahami maksud awalnya, setan kembali membisikkan bahwa patung-patung itu memiliki kekuatan dan layak menyembahnya. Maka, mulailah penyembahan berhala pertama dalam sejarah manusia.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menyebutkan hal ini :
“Nama-nama tersebut (Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, Nasr) adalah nama-nama orang saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, setan membisikkan kepada kaumnya agar mendirikan patung di tempat mereka biasa duduk dan menamainya dengan nama-nama mereka. Awalnya mereka tidak menyembah, tetapi ketika generasi mereka telah berlalu, barulah patung-patung itu disembah.”
(HR. Bukhari)
Peran Setan dalam Menyebarkan Penyembahan Berhala
Setan memainkan peran penting dalam menyesatkan manusia dari tauhid menuju syirik. Ia menggunakan strategi bertahap: mulai dari penghormatan, pengagungan, hingga penyembahan.
Dalam banyak riwayat, menyeebutkan bahwa setan tidak langsung membisiki manusia untuk menyembah selain Allah, karena manusia yang masih beriman tidak akan mudah tergoda. Sebaliknya, setan memulai dari hal-hal kecil: rasa cinta yang berlebihan kepada orang saleh, penghormatan terhadap kubur, dan pembuatan simbol-simbol kenangan.
Langkah-langkah itu terlihat seolah-olah baik, padahal di baliknya terdapat racun syirik yang halus. Seiring waktu, ketika manusia mulai jauh dari ilmu dan tidak ada lagi para ulama yang membimbing, bentuk-bentuk penghormatan tersebut berkembang menjadi penyembahan dan pengkultusan. Maka, tidak mengherankan jika Rasulullah ﷺ memperingatkan keras:
“Janganlah kalian berlebihan dalam memuji aku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya.”
(HR. Bukhari)
Peringatan ini bukan tanpa sebab. Karena syirik biasanya muncul dari rasa berlebihan terhadap sesuatu yang semula dianggap mulia.
Penyembahan Berhala Setelah Nabi Nuh
Setelah peristiwa pada masa Nabi Nuh, tradisi penyembahan berhala menyebar luas di berbagai penjuru bumi. Setelah banjir besar yang menenggelamkan kaum Nabi Nuh, keturunannya yang masih bertauhid berkembang biak dan menyebar. Namun, setan tidak berhenti menyesatkan manusia.
Dalam beberapa abad, penyembahan berhala muncul kembali pada berbagai daerah dengan bentuk yang berbeda-beda — sesuai budaya dan kebodohan masyarakat setempat. Pada wilayah Mesir Kuno, manusia mulai menyembah matahari, sungai Nil, dan hewan-hewan tertentu seperti sapi (Apis). Wilayah Yunani dan Romawi, muncul mitologi para dewa seperti Zeus, Hera, dan Poseidon. sedangkan India, manusia menyembah dewa-dewi seperti Wisnu dan Siwa.
Dalam setiap kebudayaan, akar penyembahan berhala selalu sama: manusia mengagungkan dan menganggap suatu makhluk memiliki kekuatan luar biasa, lalu menganggapnya sebagai perantara menuju Tuhan atau bahkan sebagai tuhan itu sendiri.
Islam datang untuk menghapus seluruh bentuk kesyirikan itu dan mengembalikan manusia kepada tauhid murni.
Penyembahan Berhala di Jazirah Arab
Bangsa Arab sebelum diutusnya Nabi Muhammad ﷺ juga tidak luput dari penyembahan berhala. Padahal, nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimassalam, adalah pembawa ajaran tauhid. Mereka membangun Ka’bah sebagai tempat ibadah kepada Allah semata.
Namun, berabad-abad kemudian, setan kembali menyesatkan keturunan mereka.
Menurut riwayat Ibnu Ishaq, penyembahan berhala masuk ke Arab melalui seorang bernama ‘Amr bin Luhay al-Khuza’i. Ia adalah pemimpin suku Khuza‘ah yang memiliki kedudukan tinggi di Makkah. Suatu ketika, ia melakukan perjalanan ke Syam (Syria) dan melihat masyarakat di sana menyembah berhala. Ia bertanya kepada mereka tentang hal itu, dan mereka menjawab bahwa berhala-berhala itu memberikan hujan dan pertolongan.
Tanpa ilmu dan pemahaman, ‘Amr bin Luhay terpesona dan membawa pulang berhala bernama Hubal ke Makkah. Ia menempatkannya sekitar Ka’bah dan mengajak orang-orang untuk menyembahnya. Sejak saat itu, penyembahan berhala menyebar luas pada seluruh Jazirah Arab.
Ka’bah yang semula menjadi pusat tauhid berubah menjadi tempat penuh berhala. Sebagimana dalam riwayat bahwa sebelum Islam datang, sekitar Ka’bah terdapat 360 berhala, masing-masing mewakili suku-suku Arab yang berbeda.
Islam Datang Menghapus Berhala
Ketika Rasulullah ﷺ diutus, kondisi masyarakat Arab telah tenggelam dalam kemusyrikan. Mereka menyembah batu, patung, pohon, kuburan, bahkan bintang. Rasulullah ﷺ kemudian diutus dengan risalah tauhid yang tegas:
“Katakanlah (Muhammad): Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.”
(QS. Al-Ikhlas: 1–4)
Selama 23 tahun dakwah, Rasulullah ﷺ berjuang melawan kemusyrikan. Setelah Fathu Makkah (penaklukan Makkah), beliau masuk ke Ka’bah dan menghancurkan semua berhala yang ada dalam Ka’bah sambil mengucapkan:
“Kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap.”
(QS. Al-Isra: 81)
Dengan demikian, Rasulullah ﷺ menutup lembaran panjang penyembahan berhala di Arab dan mengembalikan manusia kepada tauhid murni sebagaimana ajaran Nabi Ibrahim.
Penutup
Asal mula penyembahan berhala adalah kisah panjang tentang bagaimana manusia melupakan Tuhannya karena kebodohan, kelalaian, dan tipu daya setan. Dari penghormatan yang tampak baik berubah menjadi penghambaan yang sesat.
Islam datang untuk mengembalikan manusia kepada kebenaran sejati: hanya Allah yang layak disembah. Tidak ada patung, malaikat, nabi, atau orang saleh yang boleh menjadi perantara dalam ibadah.
Semoga Allah menjaga kita dari segala bentuk kesyirikan, baik yang besar maupun yang kecil, yang tampak maupun yang tersembunyi. Karena sesungguhnya, tidak ada kebahagiaan di dunia dan akhirat kecuali bagi mereka yang memurnikan tauhidnya kepada Allah semata.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
