Hidup adalah Pilihan, Bukan Keseimbangan

SURAU.CO – 𝗦𝗲𝗿𝗶𝗻𝗴 𝗸𝗮𝗹𝗶 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮 𝗺𝗼𝗱𝗲𝗿𝗻 𝗶𝗻𝗶 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗱𝗶𝗮𝗷𝗮𝗿𝗸𝗮𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽.
𝗦𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗸𝗲𝗿𝗷𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗶𝘀𝘁𝗶𝗿𝗮𝗵𝗮𝘁.
𝗦𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗱𝘂𝗻𝗶𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗮𝗸𝗵𝗶𝗿𝗮𝘁.
𝗦𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗰𝗶𝘁𝗮-𝗰𝗶𝘁𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗻𝘆𝗮𝘁𝗮𝗮𝗻.

𝗡𝗮𝗺𝘂𝗻, 𝗳𝗮𝗸𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻𝗹𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴-𝗻𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗺𝘂𝗸𝗮𝗻 𝘁𝗶𝘁𝗶𝗸 𝘁𝗲𝗻𝗴𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 “𝘀𝗲𝗺𝗽𝘂𝗿𝗻𝗮”. 𝗛𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵.

𝗞𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗲𝗻𝗴𝗸𝗮𝘂 𝗱𝗶𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗱𝘂𝗮 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻, 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘁𝗮𝗸 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗹𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗿𝗶 𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗻𝗶𝗮𝗻 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗮𝘁𝗮:

“𝗔𝗸𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗶𝗻𝗶, 𝗺𝗲𝘀𝗸𝗶 𝗯𝗲𝗿𝗮𝘁, 𝗺𝗲𝘀𝗸𝗶 𝗽𝗲𝗻𝘂𝗵 𝗿𝗶𝘀𝗶𝗸𝗼.”

Baca juga: Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

𝗦𝗲𝗯𝗮𝗯 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗴𝘂𝗯𝗮𝗵 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗿𝗼𝗺𝗶, 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝘂𝘁𝘂𝘀𝗮𝗻. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝘄𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗮𝗷𝘂 𝗯𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝘂, 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗶𝗻𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗶𝗹𝗶𝗵𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗴𝗮𝘀.

𝗛𝗮𝗸𝗶𝗸𝗮𝘁 𝗛𝗶𝗱𝘂𝗽: 𝗣𝗶𝗹𝗶𝗵𝗮𝗻 𝗦𝗮𝗰𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗛𝗮𝗻𝗰𝘂𝗿

𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 ﷻ 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗴𝗮𝘀𝗸𝗮𝗻:

> “𝗞𝗲𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗱𝗮𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗧𝘂𝗵𝗮𝗻𝗺𝘂; 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗯𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮𝗻 𝗵𝗲𝗻𝗱𝗮𝗸𝗹𝗮𝗵 𝗶𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗶𝗺𝗮𝗻, 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗸𝗮𝗳𝗶𝗿, 𝗯𝗶𝗮𝗿𝗹𝗮𝗵 𝗶𝗮 𝗸𝗮𝗳𝗶𝗿.”

(QS. 𝗔𝗹-𝗞𝗮𝗵𝗳𝗶: 𝟮𝟵)

Baca juga: Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

𝗥𝗮𝘀𝘂𝗹𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵 ﷺ 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗮𝗯𝗱𝗮:

> “𝗧𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹𝗸𝗮𝗻𝗹𝗮𝗵 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗮𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗿𝗮𝗴𝘂𝗸𝗮𝗻𝗺𝘂 𝗺𝗲𝗻𝘂𝗷𝘂 𝘀𝗲𝘀𝘂𝗮𝘁𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗿𝗮𝗴𝘂𝗸𝗮𝗻𝗺𝘂. 𝗞𝗲𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗶𝘁𝘂 𝗸𝗲𝘁𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻, 𝘀𝗲𝗱𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻 𝗱𝘂𝘀𝘁𝗮 𝗶𝘁𝘂 𝗸𝗲𝗿𝗮𝗴𝘂𝗮𝗻.”

(HR. 𝗧𝗶𝗿𝗺𝗶𝗱𝘇𝗶)

𝗗𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗺𝗶𝗸𝗶𝗮𝗻, 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗽𝗶𝗹𝗶𝗵𝗮𝗻 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗶𝗺𝗮𝗻 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗸𝘂𝗳𝘂𝗿, 𝗵𝗮𝗸 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗯𝗮𝘁𝗶𝗹, 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗻𝗮𝗳𝘀𝘂. 𝗧𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮 𝗿𝘂𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗯𝘂-𝗮𝗯𝘂 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗯𝗮𝗱𝗶.

𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗷𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗨𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗞𝗹𝗮𝘀𝗶𝗸

𝗜𝗺𝗮𝗺 𝗜𝗯𝗻 𝗧𝗮𝘆𝗺𝗶𝘆𝘆𝗮𝗵 𝗿𝗮𝗵𝗶𝗺𝗮𝗵𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗽𝗲𝗿𝗻𝗮𝗵 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗮𝘁𝗮:

“𝗕𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴𝘀𝗶𝗮𝗽𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗻𝗴𝗮𝗵 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗸𝗲𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘁𝗶𝗹𝗮𝗻, 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗵𝗮𝗸𝗶𝗸𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝗶𝗮 𝘁𝗲𝗹𝗮𝗵 𝗰𝗼𝗻𝗱𝗼𝗻𝗴 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘁𝗶𝗹𝗮𝗻.”
(M𝗮𝗷𝗺ū’ 𝗮𝗹-𝗙𝗮𝘁𝗮̄𝘄𝗮̄, 𝟭𝟭/𝟲𝟮)

𝗜𝗺𝗮𝗺 𝗔𝗹-𝗚𝗵𝗮𝘇𝗮𝗹𝗶 𝗷𝘂𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗲𝗴𝗮𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗵𝘄𝗮 𝗮𝗸𝗮𝗹 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗱𝗶𝗯𝗶𝗺𝗯𝗶𝗻𝗴 𝗼𝗹𝗲𝗵 𝘄𝗮𝗵𝘆𝘂, 𝘀𝗲𝗯𝗮𝗯 𝗮𝗸𝗮𝗹 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝗹𝗲𝗽𝗮𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗲𝗯𝗮𝘀 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 “𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻” 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗺𝘂𝗱𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝗷𝗲𝗿𝘂𝗺𝘂𝘀 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗸𝗲𝗿𝗮𝗻𝗰𝘂𝗮𝗻. 𝗕𝗲𝗹𝗶𝗮𝘂 𝗯𝗲𝗿𝗸𝗮𝘁𝗮:

“𝗔𝗸𝗮𝗹 𝘁𝗮𝗻𝗽𝗮 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗶𝗮𝘁 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝘀𝗲𝘀𝗮𝘁, 𝘀𝘆𝗮𝗿𝗶𝗮𝘁 𝘁𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗮𝗸𝗮𝗹 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗱𝗶𝗽𝗮𝗵𝗮𝗺𝗶.”
(𝗜𝗵𝘆𝗮̄’ ‘𝗨𝗹ū𝗺𝗶𝗱𝗱𝗶̄𝗻, 𝗝𝘂𝘇 𝟭)

𝗔𝗿𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮, 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗶𝗺𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗻𝗮𝗳𝘀𝘂, 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗸𝗲𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘁𝗶𝗹𝗮𝗻, 𝗵𝗮𝗻𝘆𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗶𝗹𝘂𝘀𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗲𝗿𝘂𝗺𝘂𝘀𝗸𝗮𝗻. 𝗝𝗮𝗹𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗹𝘂 𝘀𝗮𝘁𝘂: 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵.

𝗞𝗿𝗶𝘁𝗶𝗸 𝗮𝘁𝗮𝘀 𝗣𝗲𝗺𝗶𝗸𝗶𝗿𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗸𝘂𝗹𝗲𝗿-𝗟𝗶𝗯𝗲𝗿𝗮𝗹

Gagasan “𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻” adalah produk pemikiran sekuler-liberal yang dangkal. Mereka ingin menempatkan iman seimbang dengan kufur, syariat seimbang dengan hawa nafsu, sehingga akhirnya manusia tidak akan pernah menempuh puncak kebenaran.

𝘒𝘦𝘴𝘦𝘪𝘮𝘣𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘢𝘤𝘢𝘮 𝘪𝘯𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘩𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢 𝘫𝘢𝘩𝘪𝘭𝘪𝘺𝘢𝘩: 𝘩𝘪𝘥𝘶𝘱 𝘵𝘢𝘯𝘱𝘢 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪𝘢𝘯, 𝘣𝘪𝘯𝘨𝘶𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘳𝘢𝘨𝘶𝘢𝘯, 𝘴𝘦𝘳𝘵𝘢 𝘣𝘰𝘥𝘰𝘩 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘭𝘢𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘫𝘢𝘵𝘪.

𝗛𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗕𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗔𝗿𝗮𝗵

Hidup tanpa pilihan adalah hidup tanpa arah. Orang yang hanya mencari keseimbangan sejatinya sedang melayang di udara, tanpa pijakan dan tujuan. Ia akan mudah tertiup angin zaman, terbawa arus opini, terperangkap dalam propaganda yang dikemas indah oleh musuh-musuh Islam.

Sementara orang yang memilih jalan tegas—meski berat—akan memiliki pijakan kokoh. Ia tahu arah yang dituju. Ia sadar bahwa hidup ini bukan sekadar perjalanan sementara, melainkan ujian untuk menentukan tempat abadi: surga atau neraka.

Allah ﷻ berfirman:

> “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebaikan dan keburukan).”

(QS. Al-Balad: 10)

Ayat ini menegaskan bahwa manusia selalu dihadapkan pada pilihan. Tidak ada konsep keseimbangan antara dua jalan tersebut. Yang ada hanyalah keberanian memilih, kemudian istiqamah.

𝗣𝗶𝗹𝗶𝗵𝗮𝗻 𝗦𝗲𝗷𝗮𝗿𝗮𝗵 𝗨𝗺𝗮𝘁

Sejarah umat Islam membuktikan, kejayaan hanya lahir ketika kaum Muslimin berani memilih syariat Allah sebagai pedoman hidup.

𝗞𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗥𝗮𝘀𝘂𝗹𝘂𝗹𝗹𝗮𝗵 ﷺ 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗵𝗶𝗷𝗿𝗮𝗵 𝗸𝗲 𝗠𝗮𝗱𝗶𝗻𝗮𝗵, 𝗯𝗲𝗹𝗶𝗮𝘂 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴-𝗻𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗯𝗲𝗿𝘁𝗮𝗵𝗮𝗻 𝗱𝗶 𝗠𝗮𝗸𝗸𝗮𝗵 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗽𝗶𝗻𝗱𝗮𝗵. 𝗕𝗲𝗹𝗶𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝘁𝗲𝗴𝗮𝘀, 𝗺𝗲𝘀𝗸𝗶 𝗽𝗲𝗻𝘂𝗵 𝗿𝗶𝘀𝗶𝗸𝗼, 𝗱𝗲𝗺𝗶 𝘁𝗲𝗿𝗯𝗲𝗻𝘁𝘂𝗸𝗻𝘆𝗮 𝗺𝗮𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝗸𝗮𝘁 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺.

Juga 𝗞𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗞𝗵𝗮𝗹𝗶𝗱 𝗯𝗶𝗻 𝗪𝗮𝗹𝗶𝗱 𝗿𝗮𝗱𝗵𝗶𝘆𝗮𝗹𝗹𝗮𝗵𝘂 ‘𝗮𝗻𝗵𝘂 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗺𝗮𝘀𝘂𝗸 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺, 𝗯𝗲𝗹𝗶𝗮𝘂 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗶𝗺𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗵𝗶𝗹𝗶𝘆𝗮𝗵. 𝗜𝗮 𝘁𝗲𝗴𝗮𝘀 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗹𝗸𝗮𝗻 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗹𝗮𝗺𝗮, 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵, 𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗽𝗲𝗱𝗮𝗻𝗴-𝗡𝘆𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗲𝗿𝗵𝘂𝗻𝘂𝘀.

𝗞𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗦𝗮𝗹𝗮𝗵𝘂𝗱𝗱𝗶𝗻 𝗔𝗹-𝗔𝘆𝘆𝘂𝗯𝗶 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗷𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗷𝗶𝗵𝗮𝗱 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗲𝗯𝗮𝘀𝗸𝗮𝗻 𝗕𝗮𝗶𝘁𝘂𝗹 𝗠𝗮𝗾𝗱𝗶𝘀, 𝗯𝗲𝗹𝗶𝗮𝘂 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗿𝗼𝗺𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗽𝗮𝘀𝘂𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗮𝗹𝗶𝗯. 𝗜𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗸𝗼𝗻𝗳𝗿𝗼𝗻𝘁𝗮𝘀𝗶 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗼𝗿𝗺𝗮𝘁 𝗱𝗲𝗺𝗶 𝗺𝗲𝗻𝗶𝗻𝗴𝗴𝗶𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗮𝗹𝗶𝗺𝗮𝘁 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵.

Mereka semua adalah teladan: kemenangan selalu lahir dari keberanian memilih jalan Allah, bukan dari kompromi atau keseimbangan semu.

𝗞𝗲𝗺𝗮𝗵𝗮𝗹𝗮𝗻 𝗣𝗶𝗹𝗶𝗵𝗮𝗻

Setiap pilihan punya harga. Memilih iman berarti siap berkorban. Memilih syariat berarti siap menanggung konsekuensi. Namun inilah kemuliaan sejati.

Ibn Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:

“Jalan menuju Allah itu penuh kesulitan, namun kesulitan itu akan hilang ketika engkau sudah sampai. Sedangkan jalan nafsu itu penuh kenikmatan semu, namun ia akan berubah menjadi azab yang kekal.”
(Madarij As-Salikin, Juz 1)

Inilah hakikat hidup: pilihan berat yang membawa keselamatan lebih baik daripada keseimbangan ringan yang menjerumuskan.

𝗞𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗔𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗜𝗹𝘂𝘀𝗶

Keseimbangan sering dipuja dalam wacana modern: seimbang bekerja dan beribadah, seimbang beragama dan berbudaya, seimbang dunia dan akhirat. Padahal, semua itu bisa menjadi jebakan.

Sebab hakikatnya, Allah tidak pernah memerintahkan keseimbangan dalam hal iman. Allah memerintahkan totalitas:

> “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

(QS. Al-Baqarah: 208)

Ayat ini menolak keras gagasan keseimbangan iman dengan kekufuran, keseimbangan syariat dengan hawa nafsu, keseimbangan Islam dengan ideologi Barat.

𝗦𝗲𝗿𝘂𝗮𝗻 𝗧𝗲𝗴𝗮𝘀

Wahai kaum Muslimin! Cukuplah kita dibodohi oleh slogan manis tentang “keseimbangan”. Saatnya kita memilih.

Pilihlah iman, meski ditolak oleh manusia yang tidak paham.
>Pilihlah syariat, meski dianggap ketinggalan zaman oleh akal yang dangkal.
>Pilihlah jalan Allah, meski penuh tantangan dan pengorbanan melawan syahwat duniawi yang menipu.

𝙅𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣𝙡𝙖𝙝 𝙠𝙞𝙩𝙖 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙜𝙚𝙣𝙚𝙧𝙖𝙨𝙞 𝙖𝙗𝙪-𝙖𝙗𝙪 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙩𝙖𝙠𝙪𝙩 𝙢𝙚𝙢𝙞𝙡𝙞𝙝, 𝙠𝙖𝙧𝙚𝙣𝙖 𝙜𝙚𝙣𝙚𝙧𝙖𝙨𝙞 𝙖𝙗𝙪-𝙖𝙗𝙪 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖𝙡𝙖𝙝 𝙢𝙖𝙠𝙖𝙣𝙖𝙣 𝙚𝙢𝙥𝙪𝙠 𝙗𝙖𝙜𝙞 𝙠𝙚𝙗𝙖𝙩𝙞𝙡𝙖𝙣.

𝗞𝗲𝘁𝗲𝗴𝘂𝗵𝗮𝗻 𝗨𝗺𝗮𝘁

Hari ini umat Islam ditantang: apakah kita berani memilih Islam secara kaffah, ataukah kita akan terus tertipu dengan keseimbangan semu yang ditawarkan oleh dunia modern?

Pilihannya jelas:

𝗝𝗶𝗸𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗯𝗲𝗿𝗮𝗻𝗶 𝗺𝗲𝗺𝗶𝗹𝗶𝗵 𝗜𝘀𝗹𝗮𝗺, 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗼𝗹𝗼𝗻𝗴 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝘁 𝗱𝗲𝗿𝗮𝗷𝗮𝘁 𝗸𝗶𝘁𝗮.

𝗝𝗶𝗸𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗿𝗮𝗴𝘂, 𝗺𝗲𝗻𝗰𝗮𝗿𝗶 𝗸𝗼𝗺𝗽𝗿𝗼𝗺𝗶, 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗶𝗮𝗿𝗸𝗮𝗻 𝗱𝗶𝗿𝗶 𝗵𝗮𝗻𝘆𝘂𝘁 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗸𝗲𝘀𝗲𝗶𝗺𝗯𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻, 𝗺𝗮𝗸𝗮 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗻𝗰𝘂𝗿 𝗯𝗲𝗿𝘀𝗮𝗺𝗮 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘁𝗶𝗹𝗮𝗻.

Allah ﷻ berfirman:

> “Jika kamu menolong agama Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

(QS. Muhammad: 7)

𝗗𝗼𝗮 𝗠𝗲𝗻𝗴𝘂𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗔𝗸𝗮𝗹

Rasulullah ﷺ mengajarkan doa untuk menguatkan akal agar tidak terjebak dalam keseimbangan semu:

“𝗔𝗹𝗹𝗮̄𝗵𝘂𝗺𝗺𝗮 𝗮𝗿𝗶𝗻𝗮𝗹-𝗵̣𝗮𝗾𝗾𝗮 𝗵̣𝗮𝗾𝗾𝗮𝗻 𝘄𝗮𝗿𝘇𝘂𝗾𝗻𝗮̄ 𝗶𝘁𝘁𝗶𝗯𝗮̄‘𝗮𝗵, 𝘄𝗮 𝗮𝗿𝗶𝗻𝗮𝗹-𝗯𝗮̄𝘁̣𝗶𝗹𝗮 𝗯𝗮̄𝘁̣𝗶𝗹𝗮𝗻 𝘄𝗮𝗿𝘇𝘂𝗾𝗻𝗮̄ 𝗶𝗷𝘁𝗶𝗻𝗮̄𝗯𝗮𝗵.”

(Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami kebenaran itu sebagai kebenaran dan karuniakan kami kemampuan mengikutinya. Tunjukkanlah kepada kami kebatilan itu sebagai kebatilan dan karuniakan kami kemampuan menjauhinya).

Tanpa petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala, akal manusia akan tersesat dalam keseimbangan palsu dan hawa nafsu yang menipu.

Sebarkan, ajak diskusi, dan perkuat keteguhan umat. 𝗞𝗲𝗯𝗲𝗻𝗮𝗿𝗮𝗻 𝗵𝗮𝗿𝘂𝘀 𝗱𝗶𝗺𝗲𝗻𝗮𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻, 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗸𝗲𝗯𝗮𝘁𝗶𝗹𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗻𝗴𝘂𝗮𝘀𝗮𝗶. 𝗝𝗶𝗸𝗮 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸, 𝗺𝗮𝘀𝗮 𝗱𝗲𝗽𝗮𝗻 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗻𝗲𝗴𝗲𝗿𝗶 𝗶𝗻𝗶 𝗮𝗸𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗺𝗮𝗸𝗶𝗻 𝗴𝗲𝗹𝗮𝗽. (Rahmat Daily)