SURAU.CO – ﺑِﺴْﻢِاللّٰهﺍﻟﺮَّﺣْﻤٰﻦِﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢ. Alhamdulillah, Waktunya sudah tiba untuk kita beristirahat, sebelumnya kita bersama renungkan.
Tidak sedikit orang yang celaka karena Ucapannya
بِسْمِ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين
Tidak sedikit orang yang celaka karena ucapannya, dan tidak sedikit pula yang selamat karena memilih diam.
Dalam Islam, diam bukan tanda kelemahan.
Justru ia bisa menjadi senjata yang lebih tajam daripada kata-kata, bila digunakan pada waktu yang tepat.
Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa sallam mendorong untuk menjaga lisan
Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. al-Bukhārī dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan bahwa diam itu lebih selamat, bila kita tidak bisa memastikan bahwa ucapan kita adalah kebaikan.
Diam bisa menjadi bentuk kekuatan dan kejernihan hati
Imam Asy-Syāfi’ī rahimahullāh berkata:
الصمتُ عن الجاهلِ و الأحمقِ صِفةُ الحِلمِ
“Diam terhadap orang bodoh dan dungu adalah ciri dari kesabaran yang matang.”
Terkadang, orang bijak memilih diam bukan karena tidak mampu berbicara, tetapi karena ia menilai bahwa diam justru lebih menusuk dan memberi pengaruh yang lebih besar daripada perdebatan atau adu argumen.
Diam dapat mematikan amarah lawan
Allah Subḥanahu wa Ta‘ala berfirman:
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ۚ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan.
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang ada permusuhan antara kamu dan dia seakan-akan menjadi teman yang setia.”
(QS. Fuṣṣilat: 34)
Salah satu bentuk menolak kejahatan dengan cara yang lebih baik adalah dengan diam dan tidak membalas ucapan buruk dengan keburukan yang serupa.
Ini lebih membekas di hati lawan dan bisa meluluhkan kebencian.
Diam adalah ciri hamba Allah yang sejati
Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā menggambarkan ciri ‘Ibādur Raḥmān (hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang):
وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (adalah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menyakitkan), mereka mengucapkan:
‘Salāmā’ (ucapan yang baik, sebagai tanda menahan diri).”
(QS. Al-Furqān: 63)
Ayat ini menunjukkan kemuliaan orang yang memilih meredam amarah dan membalas kebodohan dengan ketenangan serta kata yang sejuk atau bahkan cukup dengan diam yang penuh hikmah.
Diam adalah benteng dari dosa-dosa lisan
Rasulullah Shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
هَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟
“Bukankah yang paling banyak menjerumuskan manusia ke dalam neraka pada wajah-wajah mereka adalah hasil dari lisan mereka?”
(HR. at-Tirmiżī)
Dalam banyak kasus, satu kalimat bisa lebih menyakitkan dari seribu cambuk.
Maka orang yang bijak adalah orang yang mampu menahan dirinya dari berkata yang menyakitkan, dan memilih diam yang menenangkan.
Kita tutup dengan membaca do’a Kafaratul Majelis :
سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰه إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُك وَ أَتُوبُ إِلَيْكَ
“Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik”
“Maha Suci Engkau Ya Allah, dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu”
بَارَكَ اللّٰه فِيْكُمْ. cahayamutiarasunnah. (Armi Daily)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
