Khazanah
Beranda » Berita » Harmoni Islam Nusantara : Wujud Asimilasi dalam Seni Bangunan, Makam, dan Kesusastraan

Harmoni Islam Nusantara : Wujud Asimilasi dalam Seni Bangunan, Makam, dan Kesusastraan

Ilustrasi asimilasi kebudayaan Islam di Nusantara.
Ilustrasi asimilasi kebudayaan Islam di Nusantara.

SURAU.CO-Keberhasilan proses Islamisasi di Indonesia sebagai agama pendatang memaksa Islam untuk mendapatkan simbol-simbol kultural yang selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat yang akan mereka masuki. Langkah ini merupakan salah satu sifat dari agama Islam yang plural, yang Islam miliki semenjak awal kelahirannya.

Asimilasi dan Akulturasi

Terdapat berbagai cara dan metode untuk menyebarkan agama Islam, di antaranya melalui perdagangan, pesantren dan syiar oleh santri-santri, hingga syiar Islam terintegrasi dengan asimilasi dan akulturasi kebudayaan. Dalam buku “Masuknya Islam ke Indonesia”, Hartini menyebutkan bahwa Islam tidak hanya masuk melalui syiar-syiar ke Indonesia, tetapi juga dengan mencampurkan kebudayaan Islam dengan kebudayaan lokal setempat. Terdapat  berbagai contoh asimilasi dan akulturasi, mulai dari seni bangunan hingga aksara, dan sastra.

Seni Bangunan

Wujud asimilasi dan akulturasi dalam seni bangunan dapat kita lihat pada bangunan masjid, makam, dan istana. Wujud akulturasi dari masjid akan terlihat dari ciri-ciri sebagai berupa  Atap berbentuk tumpang atau bersusun yang semakin ke atas semakin kecil. Atap dari tingkatan paling atas berbentuk limas dengan jumlah atapnya berjumlah ganjil (1, 3, atau 5). Sementara itu, pada ujungnya mereka beri tekanan bentuk yang lebih kecil yang mereka sebut dengan mustaka. Kemudian mereka menggunakan kentongan dan bedug sebagai penyeru sebelum menyerukan azan. Kentongan dan bedug adalah budaya asli Nusantara.

Sedangkan untuk masjid terletak dekat dengan istana, berada di sebelah barat alun-alun, atau di tempat-tempat keramat, seperti di atas bukit atau dekat dengan makam. Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati (Cirebon), Masjid Kudus, dan lain sebagainya menggambarkan masjid tersebut.

Pembangunan Makam

Terkait makam, mereka membangun peletakan makam-makam kuno di atas bukit atau tempat-tempat yang mereka anggap keramat. Kemudian adanya jirat atau kijing; makam yang terbuat dari bangunan batu, atau juga biasa masyarakat sebut dengan nisan. Lalu terdapat cungkup watu atau kubba di atas jirat/makam.Kemudian adanya tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) atau berbentuk candi bentar (tidak beratap dan tidak berpintu). Ada pun pembangunan masjid di dekat makam terkenal dengan sebutan masjid makam. Biasanya, makam yang memiliki masjid adalah makam para wali atau raja.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Arsitektur Istana

Adapun arsitektur istana yang mereka bangun pada awal perkembangan Islam, juga memperlihatkan adanya unsur akulturasi baik dari segi arsitektur atau ragam hias maupun dari seni patungnya. Kita dapat melihat hal ini pada istana Kasultanan Yogyakarta yang juga dilengkapi dengan patung penjaga, Dwarapala, yaitu simbol penjaga yang mereka yakini pada ajaran agama Hindu.

Seni Rupa

Dalam Islam, mereka tidak membenarkan menggambar bentuk manusia atau hewan. Kaum konservatif yang populer pada awal kemunculan agama Islam melakukan pandangan ini. Kaum ini beranggapan bahwa segala bentuk peniruan adalah usaha menyaingi kesempurnaan Tuhan dan wujud keinginan menciptakan Tuhan baru. Tetapi, banyak pula yang menyatakan pandangan bahwa bagaimanapun hasil penciptaan manusia tetap tidak akan bisa menyamai apa yang telah Tuhan ciptakan ataupun berusaha menciptakan Tuhan itu sendiri. Mereka menambahkan bahwa seni rupa tidak hanya penjiplakan saja, tetapi diiringi pula dengan stilisasi yang memperlihatkan keagungan Pencipta.

Senirupa abstrak berkembang pesat dalam senirupa Islam. Senirupa abstrak muncul dalam karya lukisan, grafis, maupun hiasan dalam arsitektur bangunan-bangunan keagamaan atau bangunan-bangunan umum. Jika bangunan-bangunan keagamaan maupun umum di Eropa dipenuhi dengan gambar-gambar representasional, maka di dunia Islam justru gambar-gambar representasional tidak muncul.

Komposisi karya seperti ini merupakan ciri khas pada seni rupa Islam. Ciri ini berupa stilisasi berbagai bentuk tanaman atau makhluk hidup yang disusun silang menyilang, sehingga komposisi tersebut tidak menyisakan ruang. Unsur-unsur senirupa berupa amorf, geometrik, maupun biomorphic Islam sangat kuat pada karya seni rupa seperti itu. Kita dapat menemukan seni rupa seperti ini pada gambar-gambar atap di masjid, pada pintu dan tiang, juga ditemukan pada gapura-gapura baik masjid, istana kerajaan Islam, ataupun makam.

Aksara dan Seni Sastra

Masuknya agama Islam ke Indonesia memengaruhi bidang aksara atau tulisan. Dari situ, masyarakat mulai mengenal tulisan Arab. Bahkan, hal ini melahirkan tulisan Arab Melayu atau yang biasanya terkenal dengan istilah Arab pegon. Di samping itu, berkembangnya seni kaligrafi yang mereka gunakan sebagai motif hiasan ataupun lukisan adalah perkembangan kesenian dari huruf Arab itu sendiri.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Sementara itu, seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu-Buddha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian, wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/aksara yang menggunakan huruf Arab Melayu dan isi ceritanya juga ada yang mengambil karya sastra yang berkembang pada zaman Hindu. Di antara berbagai bentuk seni sastra yang berkembang di antaranya :Babad, yaitu kisah rekaan pujangga keraton yang sering mereka anggap sebagai peristiwa sejarah. Contohnya, Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon, dan lain sebagainya.

Kemudian adanya Suluk, yaitu kitab yang menjelaskan dan mengajarkan soal-soal tasawuf. Contohnya, Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, dan lain sebagainya. Ada pun sastra Primbon, yaitu hasil sastra yang sangat berhubungan dengan suluk. Sebab, kitab ini berisi ramalan-ramalan, keajaiban, dan penentuan hari baik atau buruk. Bentuk seni sastra Primbon banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa. Kemudian adanya  sastra  berupa Hikayat, yaitu cerita atau dongeng yang berasal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat mereka tuliskan dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah yang berupa karangan bebas atau prosa. Beberapa contoh hikayat yang terkenal adalah Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), dan Hikayat Sri Rama (Hindu).(St.Diyar)

Referensi: Binuko Amarseto, Ensiklopedia Kerajaan Islam di Indonesia, 2015


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement