SURAU.CO– Ali ibn Abu Thalib adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Hasyim. Ayahnya bernama Abu Thalib ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdu Manaf, dan ibunya bernama Fatimah bint Asad ibn Hasyim. Ia memiliki tiga saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan, yaitu Thalib, Ja’far, Uqail, Jamanah, Raithah, dan Ummu Hani. Allah memberinya kemuliaan ketika ia menikahi salah seorang putri Nabi Muhammad saw., Fatimah al-Zahra, pemimpin para wanita ahli surga. Dari pernikahannya, ia mendapat dua putra kesayangan Rasulullah: Hasan dan Husain, pemimpin pemuda ahli surga.
Abu Musa meriwayatkan dari Muhammad ibn Marwan al-Uqaili, dari Amar ibn Abu Hafshah, dari Ikrimah, bahwa Ali bercerita, “Ketika banyak orang meninggalkan Rasulullah saw. di medan Uhud, aku melihat banyak korban berjatuhan, tetapi aku tidak mendapati Rasulullah saw. di antara para korban. Aku berkata dalam hati, ‘Demi Allah, Rasulullah tidak mungkin lari, tetapi aku tak melihat beliau di antara para korban. Allah pasti murka karena apa yang telah kami lakukan, sehingga Dia mengangkat nabi-Nya. Tak ada jalan lain bagiku kecuali terus berperang sampai tetes darah penghabisan.’ Kemudian, kupecahkan ujung pedangku, lalu kudekati pasukan yang tersisa, dan ternyata Rasulullah saw. berada di antara mereka.”
Penaklukan Khaibar
Ali dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki keberanian yang sangat mengagumkan. Perang Khaibar membuktikan keberanian dan keahlian tempur Ali ibn Abu Thalib. Saat itu, Rasulullah membawa sekitar seribu empat ratus orang untuk menyerang Khaibar. Mereka mengepung perkampungan Khaibar dan terus mencari peluang untuk menerobosnya. Salah satu benteng pertahanan mereka yang terkuat adalah benteng Qumush. Kaum muslim mengalami kesulitan menerobosnya.
Pada hari itu, sakit mata menyerang Ali ibn Abu Thalib. Ketika kaum muslim hampir berputus asa, Rasulullah bersabda membangkitkan semangat mereka, “Besok, panji kaum muslim akan dipegang oleh seorang laki-laki yang dicintai Allah dan rasul-Nya dan ia mencintai Allah dan rasul-Nya. Dialah yang akan membukakan kemenangan untuk kita.”
Para sahabat bertanya-tanya, siapakah yang akan mendapat peran mulia itu, dan masing-masing berharap diri merekalah yang akan memegang panji kemenangan kaum muslim. Keesokan harinya, Rasulullah memanggil Ali ibn Abu Thalib yang masih sakit mata. Nabi saw. mengusap kedua matanya seraya berdoa kepada Allah. Seketika, sakit mata yang diderita Ali sembuh, seakan ia tak pernah merasa sakit sebelumnya. Kemudian, Rasulullah memberikan panji kaum muslim kepadanya.
Ali bertanya, “Apakah aku harus memerangi mereka semua hingga mereka masuk Islam?”
Rasulullah menjawab, “Bawalah pasukanmu hingga mereka turun ke halaman rumah mereka, lalu serulah mereka kepada Islam, dan sampaikanlah kepada mereka apa yang diwajibkan oleh Allah atas diri mereka. Demi Allah, seorang dari mereka mendapatkan hidayah adalah lebih baik bagimu daripada rampasan perang berlimpah.”
Penyerbuan Benteng al-Qamush
Ali ibn Abu Thalib menyerbu benteng al-Qamush dan seorang prajurit Yahudi bernama Marhab menyambutnya, yang dengan angkuh menyerukan tantangan. Ali membalas syair Marhab:
Ibuku menamaiku sang penghancur. Lihatlah, akan kuhancurkan kalian dengan pedang. Akulah singa penguasa segala rimba.
Keduanya bertempur gagah berani. Mereka saling serang dan berusaha menjatuhkan lawan. Setelah pertarungan yang cukup lama dan melelahkan, Ali berhasil memukul lawannya dengan pukulan yang sangat keras sehingga memecahkan kepalanya. Marhab jatuh terkapar. Kemenangan pasukan Muslim semakin dekat.
Abu Ja’far al-Thabari meriwayatkan cerita Ra’fi mengenai Rasulullah saw.: “Kami berangkat bersama Ali ibn Abu Thalib setelah Rasulullah menyerahkan bendera kaum muslim kepadanya. Ketika kami mendekati dinding pertahanan, penduduk Khaibar keluar, dan perang pun tak dapat dihindari. Tiba-tiba seorang Yahudi menyerang Ali dengan pukulan yang sangat keras hingga perisainya terlempar. Dengan gerakan yang tangkas, Ali memegang daun pintu benteng dan menggunakannya sebagai perisai. Ia terus bertempur sambil membawa daun pintu itu hingga akhirnya Allah memberi kami kemenangan. Usai perang, Ali melemparkan daun pintu itu. Aku termasuk di antara delapan orang yang mencoba mengangkat daun pintu itu, tetapi kami tak mampu melakukannya.”
Peristiwa Khandaq: Menaklukkan Amr ibn Abdu Wudd
Pada peristiwa Khandaq, Ali berhasil membunuh Amr ibn Abdu Wudd, yang menantangnya untuk berduel. Amr ibn Abdu Wudd adalah salah seorang pemimpin pasukan kavaleri musuh. Ia membawa sekitar seribu orang kavaleri. Ketika ia melihat Madinah dikelilingi parit yang cukup lebar, ia memerintahkan pasukannya menuruni parit sehingga ia bisa menyeberanginya. Setibanya di sisi yang berbeda, ia meneriakkan tantangan duel. Ali berdiri meminta izin kepada Rasulullah untuk memenuhi tantangan itu. Rasulullah berkata kepadanya, “Tetapi dia Amr.”
Ali menjawab, “Meski dia Amr!”
Ali langsung meloncat ke hadapan Amr dan berkata, “Hai Amr, dulu kau pernah bersumpah bahwa tidak seorang Quraisy pun yang mengajakmu kepada salah satu dari dua bentuk ikatan persaudaraan kecuali engkau akan memenuhi ajakannya.”
Amr menjawab, “Benar.”
“Maka dengarlah, aku menyeru dan mengajakmu kepada Allah, kepada Rasul-Nya, dan kepada Islam.”
“Aku tak peduli.”
“Kalau begitu, ayo turun. Kita bertarung!”
“Mengapa tidak, wahai anak saudaraku. Demi Allah, pedangku ini haus akan darahmu. Perhatikanlah, aku akan membunuhmu.”
“Demi Allah, akulah yang akan membunuhmu.”
Seketika, Amr meloncat dari kudanya dan berhadap-hadapan dengan Ali. Keduanya bertarung habis-habisan. Dua singa Arab saling menerkam. Pedang mereka berkelebatan menangkis dan mencari sasaran. Akhirnya, Ali berhasil membinasakan lawannya. Ia keluar sebagai pemenang. Kaum mukmin keluar sebagai pemenang.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
