SURAU.CO– Ali ibn Abu Thalib adalah seorang sahabat Nabi yang berasal dari suku Quraisy keturunan Bani Hasyim. Ayahnya bernama Abu Thalib ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim ibn Abdu Manaf, dan ibunya bernama Fatimah bint Asad ibn Hasyim. Ia memiliki tiga saudara laki-laki dan tiga saudara perempuan, yaitu Thalib, Ja’far, Uqail, Jamanah, Raithah, dan Ummu Hani. Allah memberinya kemuliaan ketika ia menikahi salah seorang putri Nabi Muhammad saw., Fatimah al-Zahra, pemimpin para wanita ahli surga. Dari pernikahannya, ia mendapat dua putra kesayangan Rasulullah: Hasan dan Husain, pemimpin pemuda ahli surga.
Julukan Kesayangan: Abu Turab
Ia memiliki beberapa nama julukan, dan julukan yang paling disukainya adalah Abu Turab—Laki-Laki Berdebu. Ia senang jika seseorang memanggilnya dengan julukan itu, “Abu Turab,” sebagaimana dikatakan oleh salah seorang perawi, Sahl ibn Sa‘d. Ia menyukai julukan itu karena baginda Rasulullah saw. memanggilnya dengan nama itu pertama kali. Suatu hari, seperti rumah tangga yang lain, Ali marah kepada istrinya, Fatimah al-Zahra putri Muhammad. Namun, tidak seperti para suami lainnya, saat marah ia menghindar, keluar rumah, dan pergi ke masjid. Ia duduk bersandar pada salah satu dinding Masjid Nabi saw. Tanpa ia sadari, Nabi saw. datang menghampirinya.
Nabi saw. melihat punggung Ali dipenuhi debu, sehingga beliau membersihkan pakaian Ali dari debu dan berkata, “Hai laki-laki yang berdebu—Abu Turab.” Dalam versi riwayat al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah saw. mengusap debu dari pakaiannya, lalu berkata, “Bangunlah, hai Abu Turab! Bangunlah, hai Abu Turab.”
Hidup dalam Asuhan Rasulullah
Ali ibn Abu Thalib r.a. adalah khalifah keempat dari rangkaian empat Khalifah Rasyidin. Riwayat hidupnya sangat panjang. Ia menjadi keturunan Bani Hasyim pertama yang memiliki keturunan dari wanita yang juga keturunan Bani Hasyim. Ia juga mempertaruhkan nyawa dengan menggantikan Nabi Muhammad saw. yang menempuh perjalanan Hijrah bersama Abu Bakr. Ali tidur di atas ranjang Nabi saw. sehingga kaum musyrik menyangka Nabi saw. masih tidur di rumahnya.
Setelah Nabi saw. menikah dengan Siti Khadijah r.a., beliau melihat pamannya, Abu Thalib, hidup dalam kekurangan dengan beberapa orang anak. Oleh karena itu, beliau meminta al-Abbas untuk membantu Abu Thalib. Nabi saw. bersepakat dengan al-Abbas untuk berbicara kepada Abu Thalib. Setelah berunding, Abu Thalib berkata, “Tinggalkan Uqail bersamaku dan bawalah dua anakku yang lain untuk kalian asuh.”
Rasulullah saw. memilih Ali, sementara al-Abbas memilih Ja’far. Sejak saat itu, Ali hidup dalam asuhan keluarga Rasulullah. Setelah Ali beranjak dewasa, Rasulullah saw. menikahkannya dengan salah seorang putrinya, Fatimah al-Zahra. Ali sangat rajin membantu ibu mertuanya, Khadijah, yang amat menyayanginya. Rasulullah saw. sendiri dua kali mempersaudarakannya; pertama dengan kaum Muhajirin dan kedua dengan kaum Anshar setelah Hijrah. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering berujar kepada Ali, “Kau adalah saudaraku di dunia dan akhirat.”
Remaja Pertama yang Memeluk Islam
Bagaimana kisah perjalanan Ali ibn Abu Thalib menemukan Islam?
Tiga orang dari tiga golongan berbeda menjadi yang pertama memeluk Islam: Abu Bakr dari golongan pria dewasa, Khadijah dari golongan wanita, dan Ali ibn Abu Thalib dari golongan remaja (anak-anak).
Ibn Ishaq menceritakan bahwa Ali ibn Abu Thalib menyatakan keislamannya satu hari setelah keislaman Khadijah. Saat itu, Ali r.a. melihat Rasulullah saw. dan Khadijah r.a. sedang shalat berjamaah. Ali r.a. bertanya, “Wahai Muhammad, apakah yang sedang Paduka lakukan?”
Beliau menjawab, “Ini adalah agama Allah yang telah dipilih-Nya, dan dengan agama itu Dia mengutus Rasul-Nya. Maka, aku mengajakmu menuju (agama) Allah, untuk menyembah-Nya, serta menjauhi Latta dan Uzza.”
Ali menjawab, “Ini sesuatu yang baru kudengar, aku tak bisa memutuskan sampai aku menceritakannya kepada ayahku, Abu Thalib.”
Mendengar jawaban Ali, Rasulullah saw. bersabda, “Ali, jika kau tak mau memeluk Islam, rahasiakanlah!”
Ali r.a. mematuhi ucapan Rasulullah saw. dan ia tidak menceritakan masalah itu kepada siapa pun. Malam itu, ia memikirkan ajakan Nabi saw., dan Allah berkenan memberikan hidayah kepadanya. Keesokan paginya, ia kembali menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Apa yang harus kukatakan kepadamu, wahai Muhammad?”
Ali bersyahadat di hadapan Rasulullah
Rasul bersabda, “Kau bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah yang maha esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kau mengkafirkan Latta dan Uzza, dan kau membebaskan dirimu dari segala sekutu selain Allah.”
Ali ibn Abu Thalib pun bersyahadat dan menyatakan keislamannya. Ia merahasiakan keislamannya sehingga ayahnya sendiri, Abu Thalib, tidak mengetahuinya. Ali ibn Abu Thalib memiliki keistimewaan yang tak dapat dimiliki orang lain, yakni ia mendapatkan pengasuhan sejak kecil oleh Nabi saw. Ia baru berusia sepuluh tahun ketika menyatakan syahadat di hadapan Rasulullah saw.
Anas ibn Malik menuturkan bahwa Nabi Muhammad saw. mendapatkan tugas sebagai nabi pada hari Senin, sementara Ali memeluk Islam pada hari Selasa.
Dalam hadis yang berasal dari Ulaim al-Kindi dari Salman al-Farisi dikatakan bahwa orang yang pertama kali mengikuti Nabi Muhammad dan memeluk Islam dari umat ini adalah Ali ibn Abu Thalib.
Kepahlawanan di Perang Badar
Ali ibn Abu Thalib membuktikan kepahlawanan dan kewiraannya dalam Perang Badar ketika ia melayani tantangan duel kaum musyrik. Dalam perang tanding menjelang Perang Badar berkecamuk, Ali berhasil membunuh al-Walid ibn Utbah ibn Rabiah, sedangkan sahabat Nabi yang lain, Ubaidah ibn al-Harits, bertarung melawan Utbah ibn Rabiah. Ketika Ubaidah terdesak oleh lawan, Ali dan Hamzah ibn Abdul Muthalib langsung membantunya sehingga keduanya berhasil membunuh Utbah.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
