SURAU.CO– Fairuz berasal dari Persia. Ia termasuk keturunan al-Asawirah, yaitu kelompok bangsa non-Arab (Ajam) yang telah lama menghuni wilayah Arab, khususnya di Shana’a, Yaman. Ayahnya adalah seorang Persia, sedangkan ibunya berasal dari kabilah Arab Bani Kinanah. Karena Fairuz menetap di Himyar, sebuah daerah di Yaman, orang-orang menyebutnya Fairuz al-Himari. Ia juga terkenal dengan beberapa nama panggilan (kunyah), seperti Abu Abdillah, Abu Abdirrahman, dan Abu adh-Dhahhak.
Perintah Nabi pada Muaz ibn Jabal
Setelah perintah dari Rasulullah Saw.sampai ke Yaman, Muaz ibn Jabal melaksanakan perintah itu dengan baik. Ia berkoordinasi dengan bawahan-bawahan Nabi yang ada di sana dan mengumpulkan siapa pun yang siap berperang. Mereka semua bersepakat mengangkat Qais ibn Yaghuts sebagai pemimpin pasukan.
Saat itu, Qais ibn Yaghuts (atau Qais ibn Maksyuh), Fairuz al-Dailami, dan Dadzawaih telah memutuskan untuk membelot secara diam-diam. Mereka merasa tidak puas dengan tirani al-Aswad. Kekuasaan al-Aswad semakin lemah karena para pendukungnya yang berpengaruh mulai meninggalkannya. Ketika Qais menerima perintah Rasulullah melalui Wabar ibn Yahnas, ia merasa seakan-akan mendapat dukungan langsung dari langit. Akhirnya, mereka bersepakat menyerang al-Aswad, dan kaum muslim bergabung untuk membinasakannya bersama-sama.
Peran Krusial Zad dalam Strategi Mengalahkan Nabi Palsu
Meskipun koalisi internal telah terbentuk, al-Aswad memiliki kekuatan sihir yang memungkinkan ia membaca niat jahat orang lain. Setan sering membisiki al-Aswad. Contohnya, al-Aswad memanggil Qais dan mengancamnya, “Tangkaplah Qais dan pegang ubun-ubunnya, karena jika tidak, ia akan menyerangmu.”
Berulang kali, Qais, Fairuz, dan Dadzawaih terpaksa berpura-pura setia. Mereka menyaksikan al-Aswad mempertontonkan sihirnya, seperti menyembelih seratus hewan ternak tanpa melampaui garis, sebuah tontonan yang menegaskan kekuatan spiritual palsunya.
Setelah beberapa kali percobaan gagal, Qais memutuskan untuk mendekati Zad, istri al-Aswad yang dinikahi secara paksa. Qais menemui Zad dan berkata,
“Wahai putri pamanku, kau telah mengetahui kejahatan laki-laki ini. Tidakkah engkau ingin melakukan sesuatu kepadanya?”
Zad, seorang mukminah yang salehah dan membenci al-Aswad karena telah membunuh suaminya, Syahr ibn Badzam, langsung menyambut niat itu: “Demi Allah, tidak ada makhluk Allah yang paling membuatku murka selain al-Aswad. Kabarilah aku jika kalian telah siap menyerangnya.”
Eksekusi pada Tengah Malam
Titik balik rencana terjadi setelah Fairuz mendengar al-Aswad berniat membunuh Fairuz dan kawan-kawannya keesokan hari. Fairuz segera menemui Zad untuk meminta bantuan.
Zad menawarkan solusi yang brilian:
“Semua rumah al-Aswad dijaga ketat, kecuali rumahku ini. Carilah kesempatan ketika ia berjalan-jalan di luar, atau ajaklah ia keluar. Malam ini aku akan berusaha memintanya agar menginap di rumahku. Aku akan sediakan lampu dan senjata bagi kalian. Bunuhlah dia jika ia telah tertidur.”
Zad bahkan berhasil mengusir seorang laki-laki yang dicurigai al-Aswad yang berpura-pura menjadi saudara sesusuan Zad.
Malam pun tiba. Fairuz, Qais, dan Dadzawaih mengepung rumah Zad. Mereka mengendap-endap masuk dan menemukan senjata dan lampu yang telah disiapkan Zad. Fairuz mengambil senjata itu dan mendekati kamar al-Aswad, yang sedang tidur mendengkur.
Tiba-tiba, saat Fairuz tiba di pintu, setan dalam diri al-Aswad menegakkan tubuhnya dan berkata, “Apa yang terjadi antara dirimu dan diriku, wahai Fairuz?” Fairuz sempat menggigil ketakutan, tetapi Zad yang berdiri di sisi kamar memberi isyarat. Fairuz menghimpun keberanian, meloncat mendekati al-Aswad, lalu menebaskan pedangnya ke lehernya. Al-Aswad tersungkur di atas kasur sambil melenguh keras seperti sapi.
Azan Subuh: Pengumuman Kemenangan
Meskipun Zad meminta Fairuz untuk tetap di sana, Fairuz keluar untuk mengabarkan keberhasilan itu kepada kawan-kawannya. Karena al-Aswad menjerit keras, para penjaga bergegas datang. Zad menjawab dengan tenang, “Nabi sedang mendapat wahyu. Pergilah kalian!”
Setelah kembali ke kamar, dua orang laki-laki menindih tubuh al-Aswad, dan Zad menjambak rambutnya untuk memastikan ia mati. Akhirnya, mereka memenggal kepalanya.
Keesokan harinya, Qais naik ke atas benteng. Ia menyerukan azan: Asyhadu anna muhammad rasulullah, wa anna abhalah kadzdzab (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah dan bahwa Abhalah adalah pendusta). Seruan ini menjadi kode rahasia. Seketika, kaum muslimin bergegas datang, dan Qais melemparkan kepala al-Aswad ke hadapan orang-orang.
Al-Dailami mengatakan bahwa Rasulullah saw., sebelum wafat, telah menerima wahyu tentang peristiwa ini dan bersabda,
“Sungguh, Allah telah membunuh al-Aswad al-Kazzab al-Unsa. Dia membunuhnya melalui tangan salah seorang saudara kalian.” Ketika ditanya siapa, Nabi menjawab, “Fairuz! Fairuz telah beruntung!”
Setelah kematian al-Aswad, semua orang Yaman memeluk Islam kembali. Fairuz al-Dailami, sang pahlawan pembunuh nabi palsu, wafat pada masa pemerintahan Khalifah Utsman ibn Affan.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
