SURAU.CO – Al-Qur’an: Kalamullah yang Hidup di Setiap Zaman. Al-Qur’an bukan sekadar kitab yang dibaca dengan lisan, tetapi petunjuk hidup yang harus dihayati dengan hati dan diamalkan dengan perbuatan. Firman Allah Ta’ala:
> “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 2)
Kalimat ini menjadi dasar bahwa Al-Qur’an adalah sumber utama petunjuk, bukan hanya untuk memahami halal dan haram, tetapi juga untuk menata hati, memperbaiki akhlak, dan membangun peradaban. Namun, petunjuk itu tidak akan tampak tanpa tafsir — tanpa penjelasan dari para ulama yang mewarisi ilmu para sahabat Rasulullah ﷺ.
Pentingnya Menuntut Ilmu Tafsir
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
“Manusia paling butuh kepada tafsir Al-Qur’an dibanding kebutuhan mereka terhadap makanan dan minuman. Sebab, makanan dan minuman hanya menghidupkan jasad, sedangkan tafsir Al-Qur’an menghidupkan hati dan jiwa.”
Belajar tafsir berarti belajar memahami bagaimana Allah berbicara kepada hamba-hamba-Nya. Di dalamnya terkandung makna iman, hukum, janji dan ancaman, kisah umat terdahulu, serta penjelasan tentang takdir dan hari akhir.
Karena itu, kajian tafsir bukanlah pelengkap dalam dakwah, tetapi fondasi utama bagi setiap Muslim yang ingin membangun pemahaman agama secara utuh.
Kajian Tafsir di Masjid Imam al-Bukhori
Salah satu upaya nyata untuk menghidupkan tradisi ilmiah Islam di tengah umat adalah kajian rutin Tafsir Al-Qur’an yang diadakan di Masjid Imam Al-Bukhori setiap Rabu malam ba’da Maghrib, dibimbing oleh Ustadz Dr. Syafi’i, S.Ag., M.Ag — alumni STDI Imam Syafi’i Jember dan dosen Institut Imam Syafi’i Pekanbaru.
Kajian ini mengupas Tafsir Juz 30 karya ulama besar dunia Islam, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, seorang cendekiawan salafiyin abad 20 yang terkenal dengan keluasan ilmu, kejernihan penjelasan, dan keteguhannya di atas manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Setiap pekan, jamaah diajak menyelami makna ayat-ayat pendek yang sering dibaca dalam shalat, seperti An-Naba’, An-Nazi’at, Abasa, Al-Infithar, Al-Balad, Al-Ikhlas, hingga An-Nas.
Namun di balik ayat-ayat itu, tersimpan samudra makna tentang tauhid, keimanan kepada hari akhir, serta nilai-nilai moral yang menjadi pondasi kehidupan seorang mukmin.
Menghidupkan Kembali Tradisi Ilmiah di Masjid
Masjid pada masa Rasulullah ﷺ bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan dan pengajaran. Di sanalah Al-Qur’an diturunkan, dihafal, diajarkan, dan diamalkan.
Namun di banyak tempat hari ini, masjid sering hanya ramai saat shalat berjamaah, sementara halaqah ilmu jarang dihidupkan.
Karena itu, hadirnya kajian tafsir seperti ini adalah angin segar yang mengembalikan ruh ilmiah masjid sebagai tempat menuntut ilmu syar’i.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah untuk membaca kitab Allah dan mempelajarinya, melainkan ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut mereka di hadapan (makhluk)-Nya yang ada di sisi-Nya.”
(HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa besar keutamaan menghadiri majelis ilmu. Di sanalah hati dibersihkan, dosa dihapuskan, dan iman diperkuat.
Sekilas tentang Kitab Tafsir Juz ‘Amma Karya Syaikh Al-‘Utsaimin
Kitab ini tergolong sederhana namun sangat bernilai. Syaikh Al-‘Utsaimin menulisnya dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap sarat dalil dan kedalaman makna.
Metode tafsir beliau mencakup:
- Tafsir bil-ma’tsur, yaitu menjelaskan ayat dengan ayat lain, dengan hadits Nabi ﷺ, dan dengan penjelasan sahabat.
-
Tafsir bil-ma’qul, yakni pemahaman rasional yang tetap dalam bingkai nash, tanpa keluar dari makna syar’i.
-
Penekanan akidah tauhid, di mana setiap surat di Juz 30 dijadikan media untuk menanamkan keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, dan hari akhir.
Kitab ini sangat cocok bagi masyarakat umum, pelajar, maupun pengajar Al-Qur’an yang ingin memahami makna surah-surah pendek secara mendalam namun praktis.
Contoh Kedalaman Makna dari Tafsirnya
Misalnya, dalam menafsirkan firman Allah:
> “Alam nashrah laka shadrak” — “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (wahai Muhammad)?” (QS. Asy-Syarh: 1)
Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa kelapangan dada adalah nikmat besar dari Allah kepada Rasul-Nya. Hati yang lapang memudahkan seseorang menerima takdir, memaafkan kesalahan, dan tetap tenang dalam menghadapi cobaan.
Beliau berkata:
“Barang siapa yang dadanya sempit terhadap takdir Allah, maka ia tidak akan bahagia di dunia maupun akhirat.”
Inilah bentuk tafsir yang bukan sekadar penjelasan makna bahasa, tetapi juga tazkiyah (penyucian jiwa) yang menumbuhkan keimanan dan ketenangan hati.
Mengapa Kajian Rutin Penting bagi Seorang Muslim?
Karena ilmu tidak bisa diraih dengan semangat sesaat. Ia membutuhkan kesabaran, kehadiran, dan istiqamah.
Imam Az-Zuhri rahimahullah berkata:
“Barang siapa menuntut ilmu sekaligus seluruhnya, maka ia akan kehilangan semuanya. Ilmu itu diperoleh sedikit demi sedikit.”
Dengan mengikuti kajian rutin seperti ini, seorang Muslim tidak hanya menambah pengetahuan, tapi juga membangun kebiasaan ilmiah yang menumbuhkan kedewasaan berpikir.
Kajian rutin juga menjadi sarana untuk menjaga hati dari penyakit syubhat (kerancuan pemikiran) dan syahwat (kelalaian duniawi).
Keberkahan Ilmu dan Guru yang Lurus
Syaikh Al-‘Utsaimin dikenal dengan ketawadhu’an dan ketegasannya dalam ilmu. Beliau tidak menulis tafsir untuk mencari popularitas, tetapi untuk menyebarkan pemahaman Islam yang murni.
Begitu pula dengan para pengajar yang meneruskan ilmunya, seperti Ustadz Dr. Syafi’i yang kini menghidupkan kembali tradisi tafsir dengan gaya ilmiah namun membumi.
Beliau bukan hanya menyampaikan isi kitab, tapi juga menanamkan metode berpikir Qur’ani — yakni menimbang setiap urusan dengan timbangan wahyu.
Seruan untuk Umat
Zaman sekarang membuat kaum Muslimin lebih suka menghadiri konser daripada majelis ilmu, padahal ilmu sangat penting. Padahal satu majelis tafsir bisa menjadi sebab turunnya rahmat Allah ke seluruh kampung atau kota.
Karena itu, marilah kita isi waktu malam kita dengan menghadiri kajian tafsir.
Bawa mushaf, bawa catatan, dan bawa hati yang siap menerima petunjuk.
Barang siapa menapaki jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga (HR. Muslim).
Penutup
Tafsir Al-Qur’an bukan hanya untuk para ulama, tapi untuk setiap Muslim yang ingin mengenal Tuhannya.
Kita akan memahami dan mengamalkan Al-Qur’an melalui kajian Tafsir Juz 30, Insya Allah.
Masjid Imam Al-Bukhori kini bukan hanya tempat sujud, tetapi juga tempat melahirkan generasi Qur’ani — yang mencintai ilmu, mencintai Allah, dan mencintai sunnah Rasulullah ﷺ.
Setiap Rabu malam ba’da Maghrib
Masjid Imam Al-Bukhori – Komplek SD Tahfizh Imam Al-Bukhori
Kita akan menyaksikan siaran Live Streaming di kanal media sosial masjid, Insya Allah!.
Semoga Allah memberkahi majelis ini, mengampuni para penuntut ilmunya, dan menjadikannya sebab lahirnya generasi yang menegakkan Islam dengan ilmu dan amal.
آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن. (Tengku Iskandar, M.Pd –
Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
