SURAU.CO– Abu Lubabah mengalami peristiwa yang cukup aneh dibandingkan para sahabat Nabi lainnya. Ia ikut serta dalam Baiat Aqabah dan kemudian dipilih sebagai salah satu dari dua belas orang pemimpin Anshar pada waktu itu. Ia juga ikut dalam Perang Badar bersama sahabat lain yang mendapat penghargaan khusus dari Rasulullah. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa Nabi saw. memerintahkannya untuk menggantikan kedudukan beliau di Madinah selama kaum muslimin berperang di Badar. Ia pun mendapatkan tugas yang sama ketika Rasulullah berperang di Suwaiq. Setelah perang itu, Abu Lubabah mengikuti semua peperangan yang dilakukan Nabi saw., kecuali Perang Tabuk.
Pengkhianatan Terhadap Amanat
Meskipun demikian, ia melakukan suatu kesalahan dan ia menganggap tindakannya itu sebagai dosa besar sehingga ia menghukum dirinya sendiri dengan cukup keras. Ia merasa telah mengkhianati dan menentang perintah Rasulullah saw. Peristiwa itu terjadi pada saat kaum muslimin hendak mengepung dan memerangi Bani Quraizhah seusai Perang Khandaq.
Sesuai dengan permintaan pemimpin Bani Quraizhah, Nabi saw. menunjuk Sa‘d ibn Muaz untuk memutuskan pengkhianatan yang mereka lakukan. Namun, ketika Sa‘d ibn Muaz berangkat menuju perkampungan itu, Abu Lubabah, yang merupakan salah seorang pemimpin suku Aus—yang punya perjanjian damai dengan Bani Quraizhah—memberi peringatan kepada mereka untuk menolak keputusan Sa‘d. Ia memberikan isyarat dengan menunjukkan tangannya ke tenggorokan seolah-olah mengisyaratkan bahwa mereka akan mati jika menerima keputusan Sa‘d.
Allah menurunkan wahyu kepada Rasulullah saw. berkaitan dengan apa yang dilakukan Abu Lubabah. Rasulullah mencelanya dan menjelaskan betapa buruk tindakannya itu. Rasulullah saw. bersabda,
“Apakah kau menyangka bahwa Allah lalai dari tanganmu ketika kau mengisyaratkan mereka ke tenggorokanmu?”
Allah menurunkan firman-Nya:
“Wahai orang yang beriman! janganlah mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang engkau mengetahui.”
Abu Lubabah tidak dapat berkata apa-apa. Ia sadar, ia telah melakukan kesalahan dan dosa yang sangat besar. Ia tak kuasa mengatakan atau melakukan apa pun ketika Rasulullah mengecam tindakannya.
Kesalahan Kedua: Tidak Ikut Perang Tabuk
Kemudian, pada saat Perang Tabuk, Nabi saw. memberikan perintah yang keras kepada para sahabat agar ikut ke medan perang, berjihad dengan jiwa dan harta mereka. Abu Lubabah tidak bergabung dengan pasukan muslim ke medan perang padahal ia tidak punya uzur apa pun. Sungguh ia telah melakukan dosa besar, karena tidak mengikuti perintah Rasulullah saw.
Ketika Nabi beserta para sahabat pulang dari pertempuran yang sangat berat dan melelahkan, Abu Lubabah mengucapkan salam kepada Rasulullah. Namun, Rasul berpaling darinya.
Hukuman Diri dan Tobat yang Tulus
Abu Lubabah tahu, ia telah melakukan kesalahan besar. Ia ingin menebus kesalahannya itu. Ia berpikir keras, apa yang harus dilakukan untuk menebusnya? Ia harus mendapatkan hukuman yang berat agar dosa-dosanya terampuni dan agar Rasulullah kembali meridainya. Setelah memikirkan berbagai pilihan, ia memutuskan untuk pergi ke masjid Nabi lalu mengikatkan tubuhnya pada sebuah tiang masjid dengan ikatan yang kuat. Setiap kali hendak mendirikan salat atau buang hajat, anak perempuannya datang untuk melepas ikatannya, dan setelah itu ia kembali pada ikatannya.
Abu Lubabah menghukum dirinya sendiri dengan cara seperti itu untuk jangka waktu yang cukup lama. Sebagian riwayat mengatakan selama tujuh hari, sementara riwayat lain mengatakan hingga belasan hari. Selama waktu itu, Nabi tetap berpaling darinya dan tidak memedulikannya. Kepada para sahabat yang membujuknya untuk melepaskan diri dari ikatan, Abu Lubabah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan melepaskan diri. Aku tidak akan merasakan makanan dan minuman hingga Allah menerima tobatku atau aku mati.”
Semakin hari, keadaan fisik Abu Lubabah semakin lemah. Bahkan penglihatan dan pendengarannya tidak bisa bekerja dengan baik. Akhirnya, ia jatuh pingsan. Nabi saw. merasa kasihan melihat keadaannya. Rasulullah mengetahui pertobatannya yang tulus dan penyesalannya kepada Allah. Kemudian Rasulullah bersabda, “Jika ia datang kepadaku, niscaya aku akan mintakan ampunan untuknya.”
Setelah itu turunlah firman Allah:
“Dan (ada pula) orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampuradukkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Pengampunan dan Sedekah Tobat
Keluarga Abu Lubabah mendatanginya dan menyampaikan kabar gembira kepadanya bahwa Allah telah menerima tobatnya. Mereka berkata, “Sungguh Allah telah menerima tobatmu wahai Abu Lubabah! Maka pujilah Allah dan bersyukurlah kepada-Nya.”
Namun, Abu Lubabah tidak memedulikan mereka. Ia berkata dengan suara yang lemah terbata-bata, “Demi Allah, aku tidak akan melepas ikatanku hingga Rasulullah melepaskanku.”
Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah mendatanginya kemudian melepaskan ikatannya dan memaafkannya. Abu Lubabah berkata,
“Wahai Rasulullah, sebagai bentuk pertobatanku, aku akan meninggalkan desa kaumku yang di dalamnya aku melakukan dosa besar dan aku memberikan seluruh hartaku sebagai sedekah demi Allah dan Rasul-Nya.”
Rasulullah menjawab, “Cukup sepertiganya saja.”
Para sahabat lainnya yang juga tidak ikut berperang mengikuti tindakan Abu Lubabah. Allah menerima tobat mereka dan Nabi saw. memaafkan mereka. Mereka menemui Nabi saw. sambil membawa harta mereka dan berkata, “Wahai Rasulullah, inilah harta kami. Terimalah sebagai sedekah kami dan mintakan ampunan untuk kami.” Nabi saw. senang melihat kesungguhan mereka untuk bertobat. Rasulullah bersabda, “Aku tidak diperintahkan untuk mengambil harta kalian.”
Pada saat itulah Allah menurunkan firman-Nya:
“Ambillah zakat dari harta mereka untuk membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-Nya dan menerima zakat(nya), dan bahwa Allah maha menerima tobat, maha penyayang.” (Q.S. At-Taubah: 103-104)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
