SURAU.CO– Abu Said al-Khudri adalah seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar, yang berasal dari suku Khazraj. Ia tumbuh besar di tengah keluarga yang mencintai jihad. Sejak kecil ia bercita-cita ingin membersihkan bumi dari orang-orang yang merusaknya. Nama aslinya adalah Sa‘d ibn Malik, putra Malik ibn Sinan, sahabat yang gugur dalam Perang Uhud. Ia memiliki seorang saudara perempuan yang juga terkenal sebagai sahabat yang mulia, yaitu al-Fari‘ah bint Malik. Ia juga memiliki saudara seibu bernama Qatadah ibn al-Nu‘man, yang terluka parah dalam Perang Uhud dan bola matanya keluar dari kelopaknya. Ketika Nabi mendatanginya, beliau memegang bola matanya dan kemudian mengembalikannya pada posisi semula. Qatadah merasa penglihatannya kembali pulih, bahkan lebih tajam.
Ketika keluarga ini memeluk Islam mengikuti ajakan utusan Rasulullah saw. di Madinah, yaitu Mus‘ab ibn Umair, mereka pun berjanji setia kepada Allah untuk menegakkan kalimat-Nya dan memperkokoh barisan Nabi saw. Mereka melihat salah satu jalan untuk menolong Allah dan Rasul-Nya adalah berjihad sungguh-sungguh di jalan-Nya. Mereka bertekad akan menyambut jihad yang diserukan Rasulullah saw. dengan penuh semangat, tanpa keraguan atau rasa takut sedikit pun. Akhirnya, jihad di jalan Allah menjadi cita-cita mereka.
Semangat Jihad Para Pemuda
Seperti biasa, sebelum berangkat ke medan perang, Rasulullah saw. mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk ketika muncul kabar mengenai kekuatan pasukan Quraisy yang bergerak untuk menyerang Madinah. Rasulullah saw. menyiapkan kaum muslim untuk menghadapi serangan itu.
Ketika pasukan muslim telah bersiap, Rasulullah saw. berjalan memeriksa satu demi satu dan melihat beberapa di antara mereka masih terlalu belia untuk ikut berperang, termasuk di antaranya al-Barra ibn Azib, Abdullah ibn Umar, Usaid ibn Zuhair, Zaid ibn Tsabit, Abu Said al-Khudri, dan Arabah al-Ausi. Anak-anak itu tidak mendapat ijin Rasulullah saw. untuk ikut berperang. Rasul juga menganggap Rafi’ ibn Khadij belum cukup umur, tetapi anak itu berdiri tegak di tengah barisan mengenakan sepatu yang penuh tambalan sehingga ia terlihat lebih tinggi dari sebenarnya. Ia juga mengepalkan dan mengacungkan tinjunya dengan semangat. Karena bersikeras ikut serta, Rasul pun membolehkannya berperang.
Rasulullah saw. juga memulangkan Samurah ibn Jundab. Ketika itu ibunda Samurah sudah menikah dengan Murayy ibn Sinan ibn Tsalabah, paman Abu Said al-Khudri. Samurah berkata kepada ayah tirinya itu, “Bapak, Rasulullah mengizinkan Rafi’ ibn Khadij, tetapi mengeluarkanku dari barisan. Ketahuilah, aku juga ingin berperang seperti Rafi’ ibn Khadij, dan aku lebih kuat darinya.”
Maka, Murayy ibn Sinan pun menghadap kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, kenapa Paduka memulangkan anakku dan memperbolehkan Rafi’ ibn Khadij, padahal anakku lebih siap darinya.” Nabi saw. berkata kepada Rafi’ dan Samurah, “Bertarunglah kalian berdua.”
Maka, keduanya berkelahi dan karena Samurah mampu mengalahkan Rafi’, Rasulullah mengizinkannya ikut perang. Mereka adalah pemuda yang beriman kepada Allah. Dalam hari mereka teramat merindukan surga sehingga ingin cepat-cepat meraih tempat mereka di sana. Mereka memilih jalan yang paling cepat untuk mencapai surga, yaitu jihad di jalan Allah. Dengan langkah yang gagah mereka menyambut seruan jihad tanpa menghiraukan kehidupan dunia dengan segala perhiasan dan kenikmatannya yang menipu.
Pasukan Muslim Terdesak di Uhud
Malik ibn Sinan pergi bersama Rasulullah dan kaum muslim ke medan Uhud, sementara putranya, Abu Said al-Khudri, kembali pulang ke rumah karena tidak diizinkan ikut berperang. Ia menangis dan berduka karena dilarang pergi bersama pasukan Muslim. Saudara perempuannya, al-Fari‘ah, menghampirinya dan berusaha menenangkannya. Ia menghiburnya dengan mengatakan bahwa kelak ia bisa ikut serta dalam peperangan yang lain. Akhirnya, tangisan Abu Said reda dan hatinya dipenuhi harapan bahwa kelak ia akan turut serta dalam jihad di jalan Allah.
Keluarga mujahid itu menunggu kabar tentang jalannya perang antara kaum muslimin melawan pasukan Quraisy. Namun, Abu Said tidak sabaran menunggu kepulangan pasukan muslim dan ia bersikeras pergi menuju bukit Uhud untuk melihat langsung jalannya peperangan dan mencari kabar tentang ayahnya.
Dalam peperangan itu musuh berhasil mendesak pasukan muslim hingga Rasulullah saw. terpojok, bahkan beliau terluka pada beberapa bagian tubuh, termasuk bibir dan pahanya yang terkoyak. Darah mengalir dari wajah dan tubuhnya yang mulia. Sekelompok Muhajirin dan Anshar bersiaga merapatkan diri melindungi Nabi saw. Mereka menjadikan tubuh mereka sebagai tameng untuk menjaga Nabi saw. Malik ibn Sinan terkejut menyaksikan keadaan Rasulullah saw. Ia pun bergegas mendekatinya dan berupaya menghentikan darah yang mengalir di wajah Rasulullah. Ia menjilat dan menelan darah beliau sehingga Rasulullah saw. berkata, “Muntahkan.”
Malik menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan memuntahkannya.”
Dengan demikian, bercampurlah darah Malik dengan darah Rasulullah. Kelak, darah itu akan menjadi dinding tebal yang menghalanginya dari api neraka.
Syahidnya Sang Ayah di Sisi Rasulullah
Malik terus melindungi dan merawat Nabi saw. hingga ia terjatuh karena luka-lukanya sendiri. Malik ibn Sinan sangat bangga dengan kesyahidannya. Pada akhir hayatnya, jasadnya bersentuhan langsung dengan tubuh suci Nabi saw. dan ia menelan darah beliau yang mulia. Sungguh ia telah mendapatkan kemuliaan yang sulit dicari bandingannya.
Pada saat itu kaum muslim mengalami kekalahan dari pasukan musuh, karena pasukan pemanah yang mereka tempatkan di puncak Uhud mengabaikan perintah panglima tertinggi, yaitu Rasulullah saw. Mereka meninggalkan posisi penting yang telah diperintahkan oleh Rasulullah agar tidak ditinggalkan hingga ada perintah baru dari beliau. Hal ini karena mereja tergoda menuruni bukit karena melihat kawan-kawannya memunguti harta rampasan perang yang ditinggalkan musuh. Mereka khawatir tidak kebagian jatah sehingga bergegas menuruni bukit tanpa memedulikan teguran komandan mereka, Abdullah ibn Jubair, yang berusaha menahan mereka.
Akibatnya, tak lama setelah mereka turun, kavaleri musuh melakukan serangan mendadak dan dengan cepat berhasil menguasai posisi yang mereka tinggalkan. Pasukan Quraisy yang telah mundur berbalik ke medan perang dan memorak-porandakan pasukan Muslim. Sungguh mereka telah merusak dan menghancurkan diri sendiri, sementara harta rampasan yang mereka inginkan, luput mereka dapatkan. Mereka telah melakukan kesalahan besar ketika melanggar perintah Nabi saw., sang panglima tertinggi. Mereka melupakan firman Allah:
“Barang siapa menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah, dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu) maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.”
Akhir Perjalanan Seorang Mujahid
Dalam perjalanan pulang dari Uhud ke Madinah, Rasulullah saw. berjumpa dengan Abu Said al-Khudri. Nabi saw. lantas berkata, “Apakah kau Said putra Malik?”
Ia menjawab, “Benar, demi bapakku, engkau, dan ibuku, wahai Rasulullah.”
“Allah telah memuliakan ayahmu, wahai Said.”
Abu Said pun kembali pulang dengan membawa berita bahwa Rasulullah saw. kembali dalam keadaan selamat sementara ayahnya gugur di medan perang.
Hari terus berganti hingga akhirnya saat yang Abu Said al-Khudri nantikan tiba. Ia dapat ikut berperang bersama kaum muslim dan Rasulullah saw. dalam Perang Khandaq. Namun, dalam perang itu tidak terjadi pertempuran, karena Allah melindungi kaum muslim dari serangan kaum kafir. Dia mengirimkan badai yang memorak-porandakan kemah pasukan musyrik sehingga mereka memutuskan kembali ke Makkah setelah mengepung Madinah selama beberapa hari. Abu Said al-Khudri pun ikut serta dalam beberapa peperangan lain bersama Rasulullah saw. termasuk ketika memerangi Bani Musthaliq.
Abu Said al-Khudri wafat pada 74 Hijriah.(St.Diyar)
Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
