Khazanah
Beranda » Berita » Kisah Ketabahan Ummu Salamah dalam Menjemput Hijrah

Kisah Ketabahan Ummu Salamah dalam Menjemput Hijrah

Ilustrasi muslimah yang menempuh perjalanan bersama anaknya.
Ilustrasi muslimah yang menempuh perjalanan bersama anaknya.

SURAU.CO– Abu Salamah adalah sahabat Nabi Muhammad Saw. keturunan Bani Makhzumi. Namanya adalah Abu Salamah Abdullah ibn Abdul Asad ibn Hilal ibn Abdullah ibn Umar ibn Makhzum, sementara istrinya bernama Hindun bint Abi Umayyah ibn Mughirah—yang akrab disebut “Ummu Salamah”. Abu Salamah adalah muslim yang pertama kali berhijrah ke Abisinia, dan kemudian kembali ke Makkah. Sekembalinya ke Makkah, orang Quraisy sering mengganggu dan menyakitinya. Karena itu, ketika Rasulullah memerintahkan hijrah, ia segera mengajak istrinya, Ummu Salamah dan anaknya, Salamah. Abu Salamah segera menyiapkan kendaraan untuk mengangkut keluarganya pindah ke Madinah. Setelah persiapan tuntas, mereka segera menunggangi kendaraan dan bergerak menuju Madinah.

Ujian di Awal Perjalanan

Akan tetapi, keluarga Bani Asad dan Bani al-Mughirah mengetahui rencana kepergian Abu Salamah dan keluarganya. Salah seorang anggota keluarganya, yaitu Abdullah ibn Abu Umayyah (saudara Ummu Salamah) bersama beberapa orang lain segera memacu unta mereka untuk mencegat rombongan Abu Salamah. Setelah berhasil mengejar rombongan tersebut, Abdullah ibn Abu Umayyah mengambil alih tali kekang unta Abu Salamah, kemudian mengambil Ummu Salamah beserta putranya, dan berkata,

“Hai Abdullah, uruslah dirimu sendiri. Kami tidak akan mengusikmu. Akan tetapi, anggota keluarga kami (maksudnya Ummu Salamah) dan putranya sama sekali tidak akan kami biarkan ikut bersamamu.”

Mendengar ucapan Abdullah ibn Abu Umayyah, Bani Asad, keluarganya Abu Salamah, marah dan berusaha merebut Salamah dari tangan ibunya. Mereka berkata, “Demi Allah, kami tidak akan membiarkan putra kami bersama wanita ini (Ummu Salamah), karena kalian telah memisahkannya dari keluarga kami (Abu Salamah).”

Kedua keluarga itu memperebutkan Salamah. Bani Asad berusaha membawanya bersama mereka, sementara Bani Umayyah bersikeras anak itu tetap bersama ibunya. Pertengkaran itu semakin sengit, dan hampir saja anak kecil itu lepas dan terjatuh dari pelukan ibunya.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Ratapan di Abthah: Setahun Terpisah dari Suami

Melihat keadaan yang semakin runyam, Abu Salamah bersikukuh melanjutkan hijrahnya. Bani Asad dan Bani al-Mughirah tidak dapat menahan dan mengubah pendiriannya. Mereka membiarkannya berjalan ke Madinah seorang diri. Abu Salamah memacu kendaraannya dengan cepat. Akhirnya, ia tiba di Madinah dan segera menemui Rasulullah.

Ummu Salamah tinggal di Makkah bersama putranya setelah kaumnya merenggut dirinya dari suaminya. Anaknya itu masih kecil dan masih membutuhkan perhatian serta kasih sayangnya. Ummu Salamah menjalani kehidupannya yang berat itu dengan penuh kesabaran. Setiap pagi ia menggendong putranya itu, lalu duduk di Abthah (bagian utara Makkah), seraya merenungi kesendirian dan kepedihannya hidup terpisah dari suaminya–Abu Salamah. Penderitaan semakin terasa berat karena ia tak mampu pergi dan menemui suaminya. Ia menghabiskan hari-harinya dari pagi hingga terbenam matahari dengan mengurus dan memperhatikan anaknya. Sore hari, ia kembali pulang ke rumah. Kesedihan dan kesunyian semakin mengoyak hatinya hingga hampir saja merusak jiwanya.

Hari-hari berlalu terasa sangat panjang. Kurang lebih satu tahun lamanya Ummu Salamah harus hidup dalam kesendirian dan derita kepedihan. Setiap hari ia menjalani kehidupannya dalam kesunyian hanya ditemani oleh putranya. Meskipun demikian, ia tak pernah putus harapan. Setiap saat ia berharap dan memohon kepada Allah Swt. agar segera dipertemukan dengan suaminya–Abu Salamah.

Dibukanya Jalan: Izin dari Bani al-Mughirah

Hingga pada suatu hari, ketika Ummu Salamah duduk di Abthah merenung dalam kesendirian, salah seorang putra pamannya dari Bani al-Mughirah lewat di tempat itu. Kesedihan dan kesunyian terlihat jelas pada raut muka Ummu Salamah. Air mata mengalir deras membasahi wajahnya. Ia menangisi keadaan yang dideritanya. Melihat keadaan Ummu Salamah, putra pamannya itu merasa iba dan berjanji akan membujuk kaumnya agar mengasihi dan memberinya kesempatan untuk bertemu dengan suaminya.

Laki-laki itu memenuhi janjinya dan ia segera menemui Bani al-Mughirah. Ia berkata kepada mereka dengan suara yang lembut membangkitkan iba, “Wahai kaumku, apakah kalian tidak takut kepada Allah dan tetap menyiksa wanita malang ini. Biarkanlah ia pergi menemui suaminunya setelah sekian lama kalian memisahkan mereka.”

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Tentu saja, pada awalnya Bani al-Mughirah menolak keinginan dan saran laki-laki itu. Mereka mempertahankan harga diri mereka sebagai kabilah Arab. Namun, laki-laki itu terus mendesaknya dan memohon belas kasihan mereka untuk Ummu Salamah. Akhirnya, Bani al-Mughirah mengizinkan Ummu Salamah pergi ke Madinah bersama putranya untuk menemui suaminya yang lebih dulu telah tiba di Madinah. Hanya saja, mereka membiarkannya berangkat seorang diri, tidak dikawani siapa pun, cukup dirinya dan putranya yang masih kecil. Ia harus menempuh perjalanan yang berat dan melelahkan itu seorang diri. Itulah keputusan kaumnya, dan ia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti keputusan mereka. (St.Diyar)

Referensi:Muhammad Raji Hasan Kinas, Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi, 2012


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement