Kalam
Beranda » Berita » Etika Bertutur dalam Islam: Membentuk Kalam Baik di Media Sosial

Etika Bertutur dalam Islam: Membentuk Kalam Baik di Media Sosial

Bertutur Yang Baik Di Media Sosial
Bertutur Yang Baik Di Media Sosial

SURAU.CO-Etika bertutur dalam Islam mengajarkan setiap Muslim untuk menjaga lisan, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Etika bertutur dalam Islam menuntun umat agar menggunakan kalam baik di media sosial sebagai cerminan keimanan dan akhlak mulia. Setiap kata yang kita tulis mencerminkan isi hati dan kedewasaan spiritual. Dunia digital kini menghadirkan ruang baru untuk menunjukkan karakter sejati, bukan sekadar tempat berbagi informasi, tetapi juga ladang ujian moral.

Banyak pengalaman di dunia maya membuktikan bahwa satu komentar kasar bisa memicu pertikaian besar, sementara satu kalimat lembut mampu menenangkan ribuan orang. Fenomena ini memperlihatkan betapa besar kekuatan kalam dalam membentuk suasana dan persepsi. Rasulullah SAW menegaskan, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” Pesan ini tetap relevan dalam kehidupan digital saat ini, di mana setiap unggahan membawa dampak luas.

Umat Islam perlu mengamalkan kalam baik di media sosial dengan penuh kesadaran bahwa setiap ucapan adalah amanah. Banyak dai dan pegiat dakwah digital membuktikan bahwa mereka yang menjaga etika bertutur justru lebih dihormati dan didengar. Mereka memilih kata untuk mengajak, menenangkan, dan mencerahkan, bukan menyerang. Dalam konteks dakwah online, kalimat santun jauh lebih kuat daripada perdebatan panjang yang penuh emosi.

Penerapan kalam baik dapat dilakukan melalui komentar sopan, penggunaan emoji yang netral, atau keputusan bijak untuk diam ketika situasi memanas. Sikap ini mencerminkan kecerdasan emosional yang sejalan dengan nilai ihsan — berbuat sebaik mungkin meski tidak terlihat. Saat seseorang menahan diri dari membalas hinaan, ia sebenarnya sedang memenangkan pertarungan batin dan menjaga kehormatannya di hadapan Allah.

Kalam Baik sebagai Cermin Etika Bertutur

Kalam baik dalam Islam tidak hanya berarti berbicara lembut, tetapi juga menata niat agar tetap tulus. Etika bertutur menuntun kita untuk berbicara berdasarkan kebenaran, bukan dorongan emosi. Di dunia digital, seorang Muslim dapat menunjukkan keikhlasan dengan memeriksa kembali tulisannya sebelum dikirim, memastikan tidak ada unsur fitnah atau kebohongan. Banyak pengguna media sosial menyadari bahwa menahan diri sebelum menulis sering menyelamatkan mereka dari penyesalan.

Kitab Qomi’ut Tughyan: Panduan Mengetahui 77 Cabang Iman

Menulis kalimat positif menciptakan efek berantai yang luar biasa. Kata-kata bijak bisa menyebar cepat dan menginspirasi banyak orang tanpa disadari. Kalam thayyib di dunia maya menjadi sumber pahala yang terus mengalir karena mengandung pesan kebaikan. Sebaliknya, kata-kata negatif berpotensi menjadi beban moral dan dosa yang sulit dihapus. Maka, setiap Muslim perlu menimbang kata-katanya sebagaimana ia menimbang amalnya.

Menjaga kalam baik juga berarti menghindari sindiran dan sarkasme. Budaya roasting dan humor gelap yang populer di internet sering melanggar batas adab Islam. Allah memperingatkan dalam QS. Qaf:18, “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir.” Ayat ini menegaskan bahwa setiap kata yang keluar akan tercatat dan dipertanggungjawabkan.

Menanam Etika Digital dengan Nilai Kalam Thayyib

Muslim dapat menanamkan etika bertutur di media sosial melalui langkah sederhana seperti menyapa dengan salam, menulis dengan sopan, dan menghindari debat sia-sia. Kalam thayyib melatih kita berpikir jernih sebelum berbicara. Banyak pendidik Islam berhasil menanamkan disiplin ini dengan membiasakan siswa menulis komentar positif dalam forum online. Kebiasaan itu membentuk kontrol diri dan kedewasaan moral sejak dini.

Komunitas dakwah digital juga membuktikan bahwa menjaga bahasa menciptakan pengaruh besar. Mereka menolak provokasi, memilih kata sejuk, dan fokus pada nilai edukatif.

Pada akhirnya, etika bertutur dan kalam baik di media sosial adalah bentuk ibadah kontemporer. Aktivitas ini bukan sekadar komunikasi, melainkan latihan spiritual untuk mengasah keikhlasan dan kesabaran. Dengan menjaga kata, seorang Muslim sesungguhnya menjaga jiwanya dari dosa yang tersembunyi. Dunia digital memang bergerak cepat, tetapi kalimat bijak akan selalu abadi dan meninggalkan jejak kebaikan yang luas. (Hendri Hasyim)

Menyelami Kitab Riyadhul Badi’ah: Gerbang Awal Ilmu Akidah dan Fikih


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.